Bab 13. Goyah

0 1 0
                                    

Beberapa hari setelah ditolak. Alam tetap kembali ke rumah Disa. Dia ingin menuntaskan tanggung jawabnya untuk meningkatkan omset franchise Disa. Melatih dan membimbing Disa, Sasha, dan Jodi seakan tidak terjadi apa pun. Mengesampingkan semua perasaan dan kekhawatirannya untuk Disa.

Hanya suasana hatinya tidak sebaik hari sebelumnya. Berangkat dengan bersetelan jas, rapi, wangi, dan senyum sewajarnya. Saat di meja sarapan pun, dia sedikit keras dengan pelayannya karena tidak cepat dalam bekerja. Hal itu menarik perhatian semua orang. Terutama sang ibu.

"Sayang, apa ada yang salah dengan hari ini?" tanya ibu.

"Hm? Tidak ada, bu. Semua baik-baik saja." jawab Alam. Baru menggigit makanannya, dia mendapat telepon.

"Sayang, sepertinya ada yang salah dengan Alam?" kata Anisa pada suaminya.

Rizaldi memperhatikan putranya, ia merasa tidak ada yang salah dengannya. Dia terlihat sama seperti putranya yang selalu membanggakan sebelumnya.

"Tidak ada yang salah, sayang. Semua sama saja. Alam, putra kita yang selalu membanggakan." Kata Rizaldi terus mengunyah roti bakar dan secangkir teh.

"Baiklah, lakukan semua yang terbaik. Aku tidak ingin kita kehilangan kesempatan terbaik ini." kata Alam mengakhiri sambungan teleponnya.

"Ada apa, Nak?" tanya ayahnya.

"Hm, sepertinya ada sedikit masalah di salah satu mitra franchise milik Alam. Di daerah kampung Mojorejo. Belum jelas, nanti biar Alam cek langsung kesana." kata Alam, "Alam pergi dulu, ya. Assalamualaikum." pamit Alam meninggalkan meja makan, ayah, dan ibunya.

"Wa'alaikumsalam wr.wb" jawab ayah dan ibunya.

Rizaldi meminta Anisa untuk tenang saja, Alam pasti bisa mengatasi masalah sekecil itu.

Alam bersama Naga menuju Mall Salix 3 terlebih dahulu, "Ada dengan investor kemarin, Naga?" tanya Alam.

"Tuan Prayogi dan rekannya tidak ada kabar, Pak. Mereka berjanji minggu ini akan datang, hanya saja kita tidak bisa menghubungi untuk menyesuaikan jadwal, Pak." jelas Naga.

"Bagaimana dengan sekretarisnya?" tanya Alam.

"Sama pak, tidak bis dihubungi." sahut Naga.

"Jika begitu, kirim seseorang dari tim humas kesana dengan membawa beberapa bingkisan hadiah untuk pak Prayogi. Takutnya terjadi sesuatu dengannya." perintah Alam.

"Baik, Pak." jawab Naga, "Apa kita ke rumah mbak Disa dulu, Pak." tanya Naga.

"Tidak perlu. Kita tidak ada waktu. Proses pembangunan MS-4 segera dimulai. Kita tidak ada waktu untuk melakukan hal itu. Juga, pastikan Pak Prayogi menyetujui proposal kita. Beliau satu-satunya investor yang paling diinginkan ayah. Aku tidak mau mengecewakan ayah." Alam memperjelas situasi saat ini.

"Baik, pak. Kalau begitu saya akan mengirim seseorang dari tim pengembang untuk membantu mbak Disa dan yang lain." sambung Naga.

Alam terdiam memandang ponselnya. Ingin mengirim pesan pada Disa, dan mengatakan hari ini Ia tidak datang. Bukan untuk menghindar, tapi ia ada tanggung jawab yang lebih utama.

"Dia pasti tidak akan nyaman." batinnya.

Ia hanya mengirim pesan pada Findia dan dua orang ajudannya yang setiap saat menjaga rumah Disa. Meminta mereka menjaga Disa agar aman dan tidak lengah terhadap orang yang mencurigakan.

Bersandar pada kursi mobil, menatap langit yang terlalu terang untuk paginya yang sendu. Terus berpikir bagaimana caranya agar Disa bisa sembuh atau merasa nyaman saat bersamanya. Dia memang salah dengan mengatakan perasaannya secara kasar di telinga Disa. Terlalu cepat dan gegabah. Tapi, itu nyata adanya.

CINTA ALAM UNTUK DISA (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang