Bab 4. Seutas Senyuman

5 3 1
                                    


Pagi yang cerah, di MaaSai Bee Boutique  Alam mengikuti proses fitting baju acara perayaan, bersama ibunya. Tetapi, hati dan pikiran Alam terus mengarah pada Disa. Mengingat kembali bagaimana Disa terus mengigau saat terlelap dalam perawatan, jarum infus menghiasi punggung tangan kirinya.

"Ibu, bangun ibu, ibu disini Disa, ibu... Ibu..."

Alam melihat jari tangan Disa bergerak. Dia juga berkeringat, tidurnya tidak pulas. Terus menyebut kata ibu.

Sebulir air mata keluar dari mata  sisi kiri. Alam mengambil tetesan air mata Disa. Hangatnya mewakili ada luka dalam dirinya. Alam menggenggam jari jemarinya merasakan air mata Disa yang membekas.

"Oke. Saya suka. Menurut ibu ini yang paling pas buat kamu. Putra ibu akan menjadi perhatian banyak orang. Menjadi pusat dalam acara nanti malam." puji Anisa memandangi putranya.

"Bagaimana sayang, kamu suka?" suara Nyonya Besar menyadarkannya dari kenangan.

Alam melihat diri melalui kaca yang tinggi dan besar sehingga ia bisa melihat dirinya dalam cermin. Berputar, melihat sisi belakang badan. Jas berwarna azure dengan kemeja alice blue, dilengkapi dasi yang senada dengan jas dan celananya. Memperbaiki posisi kancing jasnya, melempar senyum pada ibunya.

"Ibu suka?" tanya Alam.

"Tentu." jawab ibu bahagia.

"Apakah ini cukup untuk mendapatkan senyum manis ibu?" tanya Alam memastikan.

"Ya. Ibu akan memberikanmu senyum manis yang banyak hari ini karena kamu mau memakai pakaian yang ibu inginkan." jawab ibu bahagia.

"Ah, lega. Kurasa hati ini mau meledak." Alam menggoda ibunya dengan berlagak terkulai lemah.

Anisa hanya melirik kesal pada putranya melihat bagaimana dia bertingkah. Bagaimana tidak, janji temu kemarin tidak mendapat perhatian dari putranya. Berkali-kali sambungan telepon seakan tidak membuat putra pertamanya berlari menemuinya. Sebuah pesan untuk penjelasan pun tidak ada yang dikirim. Namun Anisa tetaplah seorang ibu yang tidak bisa marah lama pada putranya. Bahkan dia segera tertawa bahagia melihat senyum manja Alam.

"Kemana saja kamu kemarin seharian?" tanya ibu,  merapikan kerah kemeja putranya.

"Ehm..." kembali melihat ibu dan dirinya di cermin.

Alam menggaruk pelipis matanya, menggigit bibir, mencari kata yang tepat untuk disampaikan pada ibunya. Tidak mungkin dia mengatakan bertemu seorang gadis, dan membuatnya dirawat di IGD. Terkesan dia telah berbuat buruk.

"Apa kamu membuat kesalahan diluar  kemarin?" tanya ibu menatapnya dalam cermin.

"Hah? Tidak." Alam terhentak menangkap tatapan ibunya.

"Tidak? Sungguh?" Ibu memastikan.

"Iya." Alam mengangguk yakin tersenyum, berharap ibunya percaya.

Nyonya besar menatap tajam, berharap dia menemukan cela pada saat menatap putranya. Dia tahu Alam tidak pandai dalam berbohong. Tapi kedua mata Alam tidak goyah sedikit pun.

"Baiklah. Ibu percaya padamu. Putra ibu tidak mungkin melakukan sesuatu yang bisa merugikan orang lain. Benar kan, sayang?" ibu memeluk lengan tangan putranya, menatap cermin besar di depan mereka.

Senyum harapan ibu membuat sedikit rasa sesal, tidak nyaman dalam hati Alam. Kini ia berbohong pada ibunya tentang pertemuannya dengan Disa yang kini terbaring lemah karena dirinya. Keinginannya yang kuat mengakibatkan Disa sakit.

"Nyonya, baju untuk Mas Ardi sudah siap. Apa anda ingin memastikannya dulu?" Kata salah satu pegawai butik.

"Oh iya? Alhamdulillah. Tentu mbak, saya mau melihatnya dulu. Sebentar ya Alam, mama tinggal." ibu Alam pergi mengikuti pegawai butik setelah Alam menganggukkan kepala.

CINTA ALAM UNTUK DISA (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang