"Disa, ternyata kedatangan Pak Alam dan Pak Naga kesini untuk survei perkembangan franchise kamu?" kata bunda."Kenapa tiba-tiba?" tanya Disa yang duduk disamping bundanya. Meski berhadapan dengan Alam, tidak sekali pun menatap Alam dan Naga. Disa hanya fokus menatap bundanya.
"Begini, saya melihat hasil omset yang anda hasilkan cukup rendah dari pemegang franchise lainnya. Biasanya, pemula kami dalam satu tahun sudah mengalami peningkatan omset. Sedangkan, disini..." Alam berbicara dengan tenang, tetapi tetap gurat wajah Disa tidak nyaman dengannya.
Tidak ada jawaban atau respon dari Disa. Wajahnya menunjukkan kebingungan memahami perkataan Alam.
"Jadi, untuk beberapa bulan kedepan saya akan sering meninjau perkembangan usaha disini. Jika ada sesuatu yang sulit, mbak Disa..." Alam menghentikan penjelasannya lagi. Memperhatikan Disa yang hanya diam, bingung.
"Apa kontrak franchise akan ditarik kembali?" tanya Disa tanpa memandang Alam.
"Oh, bukan. Kami tidak akan menarik kontrak franchise dari anda. Kami justru akan membimbing dan mengarahkan agar lebih giat dalam meningkatkan omset penjualan anda." jelas Alam meyakinkan.
Alam pun bingung untuk menjelaskan pada Disa. Bukan karena tidak bisa, melainkan karena rasa grogi yang ada pada dirinya. Setelah pertemuan terakhirnya di Rumah Sakit, Disa tidak pernah lepas dari pikiran Alam. Gadis itu sudah berhasil membuatnya khawatir dan penasaran. Mengaburkan segala perhatiannya. Alam bahkan melamun saat rapat pemegang saham Mall Salix 3 kemarin lusa.
Dia berputus asa mencari alasan yang pas untuk bisa menemui Disa. Saat melihat berkas perkembangan omset tiap cabang franchise-nya. Alam pun menemui celah agar bisa menemui Disa. Sekedar melihat keadaannya.
Alam khawatir jika rencananya gagal melihat reaksi Disa yang kurang nyaman dengan kedatangannya. Lama Disa berpikir, dan dirasa Disa lebih suka orang lain yang akan menangani jika ada yang kurang tepat dalam dagangannya.
"Bu Citra tidak bisa?" tanya Disa. Memang melalui beliau, Disa biasanya berkomunikasi mengenai franchisenya. Selaku penanggung jawab lapangan, wilayah tempat tinggal Disa.
Alam berpikir mencari alasan, "Bu Citra ..."
"Bu Citra saat ini memegang beberapa cabang juga, hanya saja untuk kasus mbak Disa akan lebih baik jika pak Alam yang akan membimbing secara langsung. Bagaimana?" sambung Naga yang langsung mendapat senyuman setuju dari Alam.
Disa mengangguk mengerti, "Apakah tidak merepotkan pak Alam? Beliau pasti orang sibuk?" tanya Disa, memegang laporan penjualan milik Disa bulan ini. Meski meningkat tapi, berdasarkan diagram penghasilan satu tahun ini tidak ada peningkatan. Itu yang disampaikan catatan dalam lembar paling akhir.
Alam berdehem, "Jadi, bagaimana mbak Disa?" tanya Alam menanti jawaban dari Disa.
"Baiklah, karena ini juga menyangkut penghasilan kedua teman saya." jawab Disa memandang bundanya yang sedari tadi meyakinkan, "Akan di mulai kapan, pak Alam?" tanya Disa memberanikan diri menatap Alam.
"Besok." Alam memberi jawaban pasti. Disa terkejut mendengarnya.
Setelah kesepakatan terjalin di bawah lembar kertas bermaterai, mulai besok Alam akan datang untuk memantau terlebih dahulu bagaimana Disa dan dua temannya berjualan. Hampir pulang, Sasha menyuguhkan sepiring lontong pecel dengan taburan sambal buatan Disa.
"Hm? Rasanya kenapa berbeda?" tanya Alam heran, wajahnya berbinar dengan terus mengunyah makanannya.
"Itu sambal buatan mbak Disa sendiri, tentu berbeda rasanya. Bagaimana pak Naga?" tanya Sasha memberi senyum lebar. Bahkan tanpa ragu memuji ketampanan pak Naga yang tidak kunjung pudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA ALAM UNTUK DISA (DITERBITKAN)
RomancePertemuan Alam dan Disa yang berturut-turut dalam sehari menjadi awal takdir hubungan mereka. Disa yang terkenal sebagai gadis pendiam dengan segala rumor yang mengitarinya, memilih bereaksi saat pertemuan ketiganya dengan Alam. Putra pertama dari M...