Bab 11. Cara Alam

0 1 0
                                    

"Selamat pagi, semua." sapa Alam menyambut harinya bersama keluarga di pagi hari.

Nyonya besar, Tuan besar, dan adik laki-lakinya sudah berada di meja makan. Beberapa pelayan tengah sibuk menyiapkan menu sarapan. Tuan besar, Rizaldi memilih secangkir kopi dan roti sandwich. Nyonya besar, Anisa memilih sarapan dengan nasi goreng udang. Sedangkan, Ardi mengikuti sang ayah dengan menyantap sandwich dan berteman jus apel segar.

"Hai, sayang," sambut ibu, menyamput pelukan sang putra, "Ayo, bergabung dengan kami. Mau sarapan apa?" tanya ibu mengambilkan piring yang ada di depannya.

Alam sedang memberi pelukan sayang pada ayah, dan menyapa adiknya dengan mengacak rambut rapinya. Ardi nampak kesal dengan kakaknya yang jahil. "Ish .." merapikan rambutnya kembali dengan cermin kamera ponsel.

"Ada menu apa hari ini?" tanya Alam menerima piring dari ibunya. Melirik beberapa piring yang tersedia diatas meja. Ada buah, sandwich, roti bakar, olahan daging, nasi goreng, dan buah-buahan

"Nasi goreng udang mau? Sama kayak ibu?" tanya ibu mengunyah sesuap nasi goreng.

"Oke, biar sama kayak ibu." kata Alam. Pelayan yang berada di belakangnya dengan sigap mengambilkannya. Alam menolaknya, dia ingin mengambilnya sendiri.

"Setelah ini kamu ada acara apa, nak?" tanya ibu.

"Alam, ada agenda peningkatan kinerja untuk beberapa pengelola franchise. Biar omset mereka tetap stabil atau kalau bisa meningkat." jelas Alam dengan mengunyah makanan.

Anisa terdiam, mengamati putranya yang sudah berubah bebrapa hari ini. Anak emasnya itu memang murah senyum, tapi sejak agendanya itu dia terlalu sering tersenyum. Bahkan dia suka bersiul dan tertawa geli sendiri. Ini jelas karena hal lain, gadis itu.

"Oh iya, Yah, setelah ini ibu ada acara arisan di Indira Grand House. Rumahnya Nyonya Adis."

"Hm, mendadak sekali, bu?" tanya Rizaldi pada istrinya.

"Hm? Iya, ibu baru ingat ini tadi. Boleh, ya?" bujuk Anisa pada suaminya.

Rizaldi hanya menganggukan kepala dengan senyuman. Sesekali menerima telpon dari orang kantor dan kolega.

"Oh, iya. Setelah ini saya kesana." kata Rizaldi mengakhiri telepon. Menghabiskan sandwich-nya dan meminta Anisa membuatkan bekal dalam box makan. Meminum kopi, dan pergi meninggalkan rumah setelah box makan ada di tangan. Ponsel berbunyi tiada henti.

Alam pun melihat jam tangannya. Ternyata sudah terlambat. Dia pun bergegas menghabiskan apa yang ada didepannya. Seperti sang Ayah yang selalu menghabiskan makanan yang ia ambil. Tidak baik menyia-nyiakan makanan.

"Alam juga berangkat, ya, bu? Assalamu'alaikum." pamit Alam pergi dengan terburu-buru, memakai jaket dan mengambil kunci mobil. Menghubungi Naga untuk segera pergi mencari informasi.

Anisa mengambil ponsel, mengirim pesan pada Sekretarisnya.

Siapkan mobil.

Anisa pergi setelah Ardi juga ikut pergi menyusul ayah dan kakaknya. Mengikuti kemana sekretarisnya membawa pergi.  Mengingat dan menyebut nama gadis itu dalam pikirannya yang penuh tanda tanya, Disa Putri Diana.

Anisa membuka jendela mobilnya tidak jauh dari rumah Disa. Disana sudah ada Alam yang sedang membantu Disa membawa barang belanjaan.

"Biar saya yang bawa. Nona Disa masuk saja duluan." Alam mengambil alih beberapa box dan kantong plastik berisi sayur, sambal, dan rempeyek.

Disa pun mundur dari posisinya, membiarkan Alam mengambil alih. Ia hanya membawa dua kantong plastik berisi rempeyek dan kerupuk ke dalam rumah. Tanpa Disa sadari, dari jarak 10 meter ada mobil ajudan Alam terus memantau.

CINTA ALAM UNTUK DISA (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang