Pemakaman

431 91 48
                                    

👼 GHOST IN LOVE part 2 👼

Hujan deras menjadi saksi jika apa yang dipaparkan kedua polisi tersebut adalah kenyataan yang harus di hadapi sekarang. Jasad yang terkapar di ruang jenazah adalah benar suaminya Andin.

"Apa ini Mas, baru saja kau bersamaku. Tidak ... aku tidak percaya jika ini adalah dirimu, jangan tinggalkan aku dan Reyna Aldebaran Zaviyer!" serunya dengan nada bergetar sembari menangisi jasad suaminya tersebut.

"Ini kecelakaan tunggal, Nyonya. CCTV menunjukkan hal tersebut. Kami turut berdukacita."

Andin hanya menangis sedari tadi. Dia sungguh syok akan kejadian yang menimpa juga apa yang akan ia beritahu kepada putrinya Reyna. Jelas-jelas tadi mereka bersama Aldebaran di meja makan, bahkan pelayan dan suster pun tau itu.

Di rumah. Mirna suster yang dekat sekali dengan Reyna coba membacakan dongeng sebelum tidur. Reyna mendengarkan dengan seksama hingga dia tertidur pulas. Suster itu akhirnya coba keluar dengan mematikan lampu kamar lalu menutup pintu perlahan.

Wush!

Angin menerobos ruangan, menyibakkan tirai yang perlahan terbuka begitu saja. Reyna terbangun, dengan mengerjakan kedua matanya. Ia mengubah posisi tidur menjadi duduk dan melihat sang ayah menghampiri.

"Papa," ucapnya tersenyum.

"Tidur yang nyenyak, ya, sayang. Jangan beritahu Mama jika kamu melihat papa."

"Kenapa?" tanyanya bingung.

"Mama tidak boleh tau,ini rahasia kita berdua."

"Papa mau pergi lagi, tinggalin Mama sendirian sama aku? Reyna ikut, Pa."

"Jangan, Nak. Lain kali saja oke! Papa janji akan sering menemui kamu."

Reyna hanya mengangguk paham juga menyimpulkan senyum manisnya.

Di dapur para pelayan bicara dengan ketakutan juga rasa tidak percaya jika tuannya sudah meninggal.

"Kan tadi kita lihat sendiri tuan Aldebaran ada, pulang sama nyonya juga makan malam bersama," ujar Kiki.

"Iya, biarpun mukanya emang pucat gitu sih. Nggak ngomong lagi, ih ... kok jadi serem Gue, bulu kuduk merinding tahu," balas Mirna yang tiba-tiba merasakan hawa dingin di sekujur tubuhnya.

"Iya, nih Kiki juga jadi takut dengernya."

brak!

Suara angin kencang membuat vas bunga di atas nakas tiba-tiba terlempar jatuh semakin membuat keduanya ketakutan.

.

Andin masih di rumah sakit. Ia mengisi setiap data yang diminta pihak rumah sakit juga polisi yang mengusut tentang kematian suaminya. Masih tidak percaya jika semua ini terjadi. Bagaimana tidak, tadi siang suaminya pulang bersama ke rumah dalam satu mobil.

"Sudah nyonya?" tanya salah satu polisi. Andin mengangguk pelan masih dengan tangan gemetar memberikan surat keterangan tersebut.

"Akan dilakukan otopsi jika Nyonya mengizinkan."

"Tidak perlu, jika memang ini kecelakaan tunggal tidak akan memperkarakannya."

"cuaca hujan juga lokasi kecelakaan memang rentan terjadi di daerah yang suami anda lewati. Namun, dari hasil CCTV memang tidak ada keganjalan apapun, murni adalah kecelakaan tunggal."

Semua sepakat jika kematian Aldebaran tidak akan di perkarakan. Andin bersiap untuk pulang dan mengurus acara pemakaman untuk esoknya. Ia sampai di rumah kemudian ke kamar putrinya Reyna memeriksa keadaannya yang ternyata sudah tertidur pulas. Perlahan melangkah dan mengecup kening sang putri.

'Kamu pasti tidak akan menyangka, Nak. Mama juga tidak percaya apa yang sudah terjadi. Semoga kamu kuat mendengarnya.'

Andin kembali keluar dan menutup pintu kamar Reyna. Ia menuju dapur dan mengambil air dari dalam kulkas kemudian menuangkannya ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas. Meletakkan gelas yang sudah kosong di atas nakas lalu berbalik untuk kembali ke atas.

"Sayang .... "

Panggilan suara terdengar olehnya membuat Andin kaget hingga napasnya terasa berat seolah tersendat begitu saja. Mencari sumber suara tersebut dengan menerawang ke segala arah, tidak ada siapapun di sana. Langkahnya perlahan menuju pintu dapur yang terbuka dan coba menutupnya. Ada rasa takut tetapi ada rasa penasaran lebih besar di benaknya. Sampai tidak terduga ada sosok tangan yang coba meraih pundaknya dan .... Jantung Andin sempat berdebar kencang ketika ada yang menyentuh pundaknya itu.

"Nyonya mau ke mana?" Tanya Mirna.

Andin menoleh dan bernapas lega karena itu adalah Mirna suster penjaga Reyna.

"Nyonya pucat sekali," ucapnya lagi.

"Kamu mengagetkan saya, Mir."

"Maaf, Nyonya. Saya baru mau tutup pintu dapur eh ... nyonya di sini. Saya mau larang Nyonya melakukannya."

"Ya sudah, sana kamu yang tutup. Saya ke kamar dulu."

Andin langsung pergi dan ke kamarnya. Ia masih bingung dan juga penasaran. Jelas tadi suara lelaki memanggilnya.

'Apa itu Mas Al? Jelas itu suaranya.'

Tak ingin pusing ia pun ke kamar mandi dan membersihkan diri lalu mengganti pakaian tidur dan merebahkan diri di atas ranjang. Pikirannya masih kacau dengan apa yang terjadi hari ini. Bukannya takut, dia justru berdoa semoga bertemu kembali dengan suaminya Aldebaran walau dalam mimpi.

Rumah sakit. Malam semakin pekat. Suara burung hantu seolah menemani hening malam ini. Koridor rumah sakit terlihat sepi.Ruangan kamar jenazah pun ikut mengiringi kesunyian dan gelapnya malam. Sosok jenazah yang terbaring oleh kain kafan itu tidak berdaya.Semilir angin tiba-tiba menghempaskan kain hingga terbuka di bagian kepala. Goresan luka akibat kecelakaan masih membekas.

'Kenapa harus berakhir seperti ini. Ini bukan kecelakaan biasa. Tega sekali mereka memanipulasi semuanya. Padahal jelas ini di sengaja.'

Sosok itu berdiri melihat tubuhnya sendiri tidak berdaya dan sudah terbujur kaku.

'Aku harus memberitahu Andin yang sebenarnya. Aku tidak rela meninggal dengan cara seperti ini. Aku akan beritahu Andin sebenarnya terjadi.'

.

Esoknya, acara pemakaman dilaksanakan. Andin berdiri di atas pusara menyaksikan upacara pemakaman dengan wajah yang penuh air mata. Hanya Reyna yang terlihat diam tidak sama sekali bersedih membuat Mirna cukup heran.

"Reyna kuat sekali. Reyna anak yang pintar," ujar Mirna yang berdiri di samping Reyna dan memegang tangan anak itu.

"Suster Mirna, kenapa peti itu dimasukkan ke dalam tanah?" tanyanya polos membuat Mirna cukup kaget.

"Itu tempat istirahat terakhir untuk orang yang sudah meninggal."

"Siapa yang meninggal? Kenapa Mama nangis? Papa kok nggak datang?" sederet pertanyaan yang membuat Mirna semakin bingung.

"Nanti Mama pasti kasih tahu Reyna, kok."

Anak itu lalu diam dan memperhatikan prosesi pemakaman. Ikut sedih karena ibunya tengah menangis mengelus-elus gambar ayahnya. Tanpa sadar air matanya pun jatuh berlinang, tapi sesaat kemudian langsung reda karena sosok yang dilihatnya dari kejauhan tengah berdiri dan menatap seraya tersenyum dan melambai juga mengangguk padanya.

'Papa.'

Reyna hanya menatap dan mengangguk pelan mengikuti isyarat sang ayah. Gadis itu seolah tidak tau jika yang melambai dan memberi isyarat tersebut adalah sosok yang sama yang akan dikuburkan sekarang.


TBC
👼👼👼

Reyna kok nggak dikasih tau dulu ya kalau papanya udah meninggal. Hem, pasti pada penasaran nih. Tunggu aja penjelasannya. Serem nggak sih ceritanya 👻👻👻👻👻🤭

GHOST IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang