1. Beda

1.4K 125 1
                                    

Jeno baru aja membuka mata saat suara istrinya udah kedengaran rame di luar. Dia nggak tau, wanita itu lagi ngapain, yang jelas pasti sangat sibuk.

Dengan malas, ia bergerak, menyibak selimut dengan tangan kiri dan meraih kaos kelabunya dengan tangan kanan lalu meloloskannya melalui kepala. Ini masih terlalu pagi untuk dia yang semalam baru terlelap pukul satu.

"Iya, ini bentar lagi gue otw, lagi make sepatu."

Tungkainya terayun, membuka pintu kamar dan nyender di bingkai kayu, memerhatikan wanita cantik yang udah rapi dengan setelan Gucci favoritnya yang berwarna cream dengan kalung berliontin berlian yang ngehias leher jenjangnya, ditambah tas berwarna senada keluaran koleksi musim semi dari Prada.

Jemafra Renjana selalu terlihat memukau di mata Jeno, dengan tatapan tajam yang bisa membungkam siapapun.

"Oh, hi, sorry. Aku bangunin kamu?"

Akhirnya, eksistensi Jeno ternotis, setelah wanita itu mematikan ponsel dan bersiap menyambar kunci mini cooper putihnya di keybox.

"Nggak apa-apa. Ada acara mendadak?"

"Nope," sang istri menggeleng, sekarang udah sibuk ngegeser-geser layar tab, "Emang hari ini ada meeting sama klien. Sorry, nggak masak, kamu order nggak apa-apa?"

Jeno mengedikkan bahu, berjalan melewati istrinya untuk ke dapur.

Coffee maker yang baru ia beli kemarin terlihat berantakan dan kotor, dengan beberapa cangkir dan biji kopi yang berserakan di atas meja kayu, rasanya pengen marah, tapi wanita yang jadi tersangka pembuat onar di dapur udah berlalu karena Jeno bisa denger pintu apartemen mereka dibuka lalu dikunci kembali.

Sembari memutar musik dari speaker yang terpasang di samping televisi, Jeno mulai meracik kopi favoritnya, walaupun masih sangat ngantuk, tapi dia udah nggak tertarik untuk balik bercumbu dengan bantal.

Sayup-sayup, suara Kurt Cobain menggema, menemani pagi Jeno yang hectic. Selalu begitu dan Jeno udah terbiasa.

Menghirup aroma kopi dalam-dalam, Jeno memejamkan mata, menikmati setiap tegukan yang membasahi tenggorokan, memberikan sensasi pahit manis yang membuatnya menyeringai.

Kopi sama seperti rumah tangganya dengan Jana saat ini.

Terlihat manis tapi sebenarnya begitu pahit.

***

"Congrats!"

Jana tersenyum lebar, tender bernilai fantastis berhasil ia menangkan, mengalahkan dua perusahaan besar lainnya yang tadi gagal saat presentasi.

Wajah ayunya bersemu, membuat siapapun merasa gemas, tidak akan percaya kalo dia merupakan pimpinan tertinggi sebuah perusahaan perhotelan dan pariwisata berlevel multinasional yang sudah memiliki banyak sekali cabang di bidang lain.

"Gue masih nggak nyangka kita menang," Renita bergumam pelan, "Tapi ya what Jana want, Jana get. Kan?"

Bibirnya membentuk seringai, mengangguk kecil atas pernyataan sekretaris pribadi sekaligus sahabatnya itu.

Reni menuangkan wine ke gelas, mengangkat tinggi-tinggi dan membenturkannya dengan gelas Jana.

"Untuk proyek terbaru kita."

Jana tersenyum, "Yah, untuk proyek terbaru kita," katanya, sebelum menyesap minumannya dengan anggun.

***

"Jenooooo, ini wifi gue bermasalah lagi."

Jeno menggaruk tengkuknya, perasaan baru banget tadi dia benerin jaringan wifi di lantai dua, divisi yang paling sering bermasalah dengan jaringan. Tapi, telepon mbak Wulan bikin dia kembali berdiri dan turun ke ruangan divisi marketing tersebut.

diversoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang