7. You're Here

539 85 0
                                    

Jana melepas blazer putihnya, meletakkan benda itu ke sandaran sofa sebelum berjingkat membuka kulkas mini di dalam suite pribadi yang ia tempati selama perjalanan dinas di Bali.

Kak Jo entah kemana, pria itu tadinya meminta izin untuk membeli beberapa pernak-pernik pesanan Mbak Chitra—istrinya, dan Jana mengizinkan, toh pekerjaan mereka sudah nyaris selesai, tersisa dua hari waktu sebelum kembali ke Jakarta dan berkutat dengan laporan lagi.

Angin yang berembus pelan membelai rambutnya yang hanya dijepit asal, ia berdiri membuka lebar pintu jendela yang menghadap langsung ke arah kolam renang pribadi.

Menghirup dalam-dalam aroma asin dari laut yang membuatnya seketika tenang, ia ingat sekali, dulu sewaktu demisioner OSIS SMA yang diadakan di salah satu pantai di pesisir Jawa Barat, Jeno ada di sana, menggenggam tangannya di dinihari yang gigil, menyusuri bibir pantai bersama.

Hanya mereka bersama debur yang beradu debar di dalam dada.

Jana mengulas senyum tanpa sadar air matanya sudah menggenang, rindu itu semakin menumpuk dan dia tidak tau harus bagaimana untuk mengurainya.

***

Jeno sudah berdiri di depan hotel milik istrinya yang terlihat ramai dan mewah, menurut informasi yang ia dapat dari Reni—asisten pribadi Jana, wanitanya itu menginap di sini selama proses pengerjaan resortnya berlangsung.

Kakinya melangkah ke arah resepsionis yang sudah agak lengang seusai melayani sepasang bule yang kini mengangkut koper mereka menuju kamar. Jeno berdiri canggung, selama ini ketika dia dan Jana liburan bersama, yang mengatur semuanya adalah wanita itu, Jeno hanya terima beres.

"Selamat sore, ada yang bisa kami bantu?"

Sapaan itu terlalu ramah, khas resepsionis hotel yang menawarkan jasa.

"Saya ingin bertanya, kamar atas nama Renjana nomor berapa ya?"

Ada jeda cukup panjang yang dipakai resepsionis berkebaya merah itu untuk meneliti penampilan Jeno, si lelaki agak meringis saat melihat betapa mengenaskan outfitnya hari ini yang hanya memakai kaos putih dilapisi cardigan berwarna merah.

"Ada keperluan apa ya, Pak?"

"Saya ..." Jeno menggaruk pipinya canggung, keperluan apa? Menemui sang istri? Tentu itu mengundang tanya yang lebih banyak.

"Maaf pak?"

Jeno menggulum bibir, memilih untuk mundur dan duduk di kursi yang tersedia, mungkin menghubungi Renjana adalah opsi yang lebih tepat daripada berdiri seperti orang bodoh di depan resepsionis.

Seperti dugaannya, balasan dari sang istri datang secepat kilat, Jeno bisa membayangkan Jana mengomel sepanjang jalan karena kejutan mendadak ini.

Dan benar saja, saat kelebat istrinya muncul di balik rimbunnya tanaman hias, Jeno bisa melihat berbagai emosi di mata bulatnya. Wanita itu menggigit bibir dan Jeno sudah siap dengan omelan yang pasti keluar dari sana.

Namun, saat mereka berdiri berhadapan, Jana justru mengulurkan tangan, sedikit berjinjit untuk memeluk lehernya lebih erat, suaranya agak serak saat menggumamkan kalimat betapa ia merindukan Jeno.

Jeno tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang menatap mereka penasaran, lengannya membungkus pinggang Jana erat, mencium puncak kepala istrinya berkali-kali.

"I miss you too."

Akhirnya, rindu itu selesai.

***

"KENAPA NGGAK BILANG?"

"Surprise?"

Jana merotasikan mata, menatap suaminya yang berdiri di dekat jendela kamar, koper kecil milik Jeno sudah disingkirkan ke tepi, menyusul cardigannya yang juga dibuka.

diversoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang