ANAK KECIL

5 3 5
                                        


Dunia kita ibarat suatu permainan kekuatan, sebuah energi tanpa awal dan akhir; sebuah daya yang dinamis, tak lelah, tak jenuh, terus berkembang, saling menemukan, saling membentuk dan saling menghancurkan pula. Demikian sepenggal kalimat Nietzche yang terngiang di benak Arunika. Ia tak tahu. Kemarin ia bertemu dengan seorang anak kecil. Anak itu datang kepadanya dengan wajah polos, mengatakan beberapa kata manis dengan lidahnya yang cedal, lantas menyodorkan tangannya yang masih terlalu dini untuk mengemis. Arunika tak menyangkal. Hatinya iba melihat anak itu. Apakah dunia sebegitunya apatis dan kejam dengan anak kecil yang semestinya menikmati pun memimpikan banyak hal? Arunika merogoh sakunya, ia mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya kepada anak itu.

Ia heran. Ada beberapa orang mengatakan kalau anak kecil itu adalah suruhan, berpura-pura, manipulatif, penipu yang berwajah polos dan pandai bertutur manis. Ia heran. Bukankah orang-orang itu hanya menjadi penonton dengan kemampuan menghakimi tanpa kontribusi? Arunika tersenyum miris. Orang-orang sudah menggila. Mereka hanyalah orang-orang yang, seperti kata Derrida, hidup polos dalam proses men-jadi, tak punya beban atau perasaan bersalah, tak berpegang pada kebenaran, tanpa pertalian asal-usul dan tujuan. Mereka bersikap apatis karena tak ada ikatan. Mereka hanyalah orang-orang dungu yang menghasrati kekuasaan; mereka menggila karena kekuasan. Mereka melewati hari-hari mereka yang monoton hanya untuk segenggam kekuasaan agar tak berakhir sama seperti anak kecil itu.

Manusia selalu saja terbungkus kompleksitas, tak sepenuhnya riil dalam realitas. Arunika tertawa. Ia menghirup kopinya sembari berharap-harap cemas agar ia tak terlelap dalam kegilaan yang sama. Ia hanya berharap agar kafein tetap memelihara mata dan kewarasannya. Ia hanya berharap daya dinamis dunia tetap merasukinya. 

Namanya ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang