Regret

543 90 14
                                    

Hari menarik selimut yang membalut tubuh mungil Minjoon hingga sebatas dada, ingin memastikan kalau tubuh sang putra yang tengah terlelap di sofa itu tetap hangat. Sesekali tersenyum ketika mengingat betapa kerasnya usaha bocah itu untuk menghiburnya.

Meskipun baru berusia lima tahun, putra sulungnya itu cukup bisa diandalkan. Tangan kecil Minjoon bahkan senantiasa mengenggam tangan Hari karena tahu betul kalau sang ibu tengah ketakutan. Berkat itu paling tidak Hari merasa mendapatkan sedikit kekuatan.

Hari sudah mencoba menghubungi Taemoo berkali-kali, namun tak berhasil. Seharusnya Taemoo juga sudah pulang dari kantornya sejak tadi, tapi kenapa sampai sekarang masih tak ada kabar apapun dari pria itu? Apa sang suami terlalu sibuk untuk sekedar membalas pesan atau menjawab telepon darinya?

Suara tangis Minseo membuat Hari buru-buru bangkit dan bergegas menghampiri ranjang. Satu tangannya bergerak menepuk-nepuk perlahan tubuh mungil sang bayi berharap itu bisa menghentikan tangis sang putri dan mengantarkannya ke alam mimpi.

"Ssstt...jangan menangis, sayang." Lirihnya.

Lupakan soal Taemoo, sekarang Ia hanya harus fokus pada kedua anaknya. Minseo mengalami reaksi alergi berat terhadap buah pisang, untunglah bayi itu bisa segera mendapatkan perawatan sehingga efeknya tidak berakibat fatal.

Ditatapnya wajah sang putri, padahal Hari sudah berjanji untuk tidak menangis lagi, tapi melihat Minseo yang kembali terlelap dengan tangan yang lebam akibat selang infus lagi-lagi sukses membuat perempuan itu terisak dalam diam.

Kalau saja Hari bisa lebih berhati-hati, mungkin hal semacam ini tidak akan terjadi. Andai Ia punya sedikit saja ingatan tentang Minjoon dan Minseo. Tentang anak-anaknya.

"Taemoo-ssi?" Tubuh Hari membeku sejenak, rasanya seperti mimpi melihat sang suami berdiri di ambang pintu.

"Aku takut sekali. Maaf, Ka-karena aku Minseo—" Hari tercekat. Itu kenyataan yang tidak bisa disangkal, Bayi mereka menderita akibat kesalahannya.

Kemudian dekapan itu datang. Menyelimuti tubuh gemetar Hari dengan rasa hangat yang menjalar, seperti ingin memberitahunya kalau sekarang Ia tidak lagi sendirian.

"Sstt...bukan salahmu, semua akan baik-baik saja."

Semua akan baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua akan baik-baik saja. Ucapan itu terdengar bagai mantra. Seperti memaksa Hari untuk melepaskan semuanya. Segala rasa bersalah yang seolah mencekik lehernya.

Dibalik tubuh tegap milik Taemoo, disanalah akhirnya Hari menemukan rasa damai.

.

.

.

Jam menunjukkan pukul 9 malam ketika Taemoo tiba di Rumah sakit. Perasaan bersalah menyelimuti Pria itu saat kedatangannya disambut oleh wajah sendu milik Hari.

Bekas air mata masih tampak jelas di wajah sang istri, tapi rasa lega terpancar disana manakala kedua maniknya menemukan keberadaan Taemoo di ambang pintu.

Unreal | Shin Hari & Kang TaemooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang