III

145 22 6
                                    

🍁🍁🍁

Happy Reading

*****

Eunji POV

Masih teringat jelas sekitar enam tahun yang lalu. Malam saat aku singgah di salah satu toserba sepulang dari kantor. Saat sedang mengantri untuk membayar belanjaan yang tidak seberapa tepat di depanku terlihat seorang pemuda nampak gelisah. Berulang kali terlihat merogoh dan memeriksa setiap saku celana seperti sedang mencari sesuatu. Apalagi mulai terdengar keluhan dari pengunjung lain yang mulai tidak sabar. Pemuda itu semakin terlihat cemas.

Sepertinya ia lupa membawa dompet terkakuh. Dasar ceroboh ucapku dalam hati. Aku yang saat itu juga sedang terburu-buru langsung maju dan meletakkan belanjaanku di meja kasir tepat di sebelah belanjaan si pemuda yang sudah di masukkan ke dalam kantong plastik.

"Tolong sekalian dengan belanjaannya" ucapku pada si kasir saat memberikan kartu debit ku. Aku bukan ingin menjadi pahlawan kesiangan hanya saja aku juga mulai merasa kesal karena pemuda itu aku harus terlambat pergi ke suatu tempat malam itu.

Entah karena perasaan penasaran atau apa aku sedikit melirik melalui ujung mataku untuk melihat sosok pemuda itu. Tampan. Batinku memuji. Siapapun pasti akan memuji jika melihat langsung pemuda itu. Setelah membayar, aku langsung pergi dari sana dengan terburu. Tetapi, saat baru saja akan membuka pintu toserba itu, seseorang menarik lengan ku membuat langkah ku terhenti.

Aku berbalik. Ah ternyata pemuda yang ku tolong tadi. Aku sontak tersenyum padanya.

"Nde?" Seruku dengan ekspresi bertanya.

"Terima kasih" lagi aku tersenyum ke arahnya dan mengangguk.

"Sama-sama"

Mungkin dia tidak sadar jika dia masih memegangi lenganku. Aku melirik pada tangan yang masih berada di lenganku. Sadar. Pemuda itu pun langsung melepasnya dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sepertinya dia salah tingkah. Aigo. Manisnya. Ingin rasanya aku mencubit pipinya yang terlihat memerah itu.

"Kalau begitu aku pergi" baru saja akan kembali membuka pintu lagi-lagi pemuda itu menahan ku. Kali ini aku tidak mengatakan apa-apa hanya alisku terangkat seolah menanyakan apalagi yang ingin ia sampaikan.

"Bisa aku meminta nomormu?" Aku mengeryit. Jika di perhatikan lebih jelas, dia nampak lebih muda dariku. Berani juga dia meminta nomor telepon seorang gadis yang lebih tua darinya.

"Untuk?" Balas ku datar.

"Aku ingin mengganti uangmu yang kau gunakan untuk membayar belanjaan ku tadi. Aku tidak terbiasa berhutang Budi pada seseorang".

Astaga. Aku merutuk. Bisa-bisanya aku terlalu percaya diri.

Aku menggeleng.

"Lalu bagaimana caranya aku mengganti uangmu nanti. Aku benar-benar lupa membawa dompetku". Ujarnya padaku.

"Gwencana. Kau tidak perlu menggantinya aku benar-benar tulus membantumu tadi. Kalau begitu aku pergi dulu ya".

Kali ini aku sungguh berlalu darinya. Diapun terlihat bergeming ditempat dan terus melihat ke arahku hingga mobil ku menjauh dari toserba tersebut.

Sebenarnya aku terburu-buru untuk pulang bukan karena waktu telah larut. Tetapi malam ini aku memiliki janji temu dengan seseorang.

Yap kencan buta.

Jangan berpikir aku yang mengatur hal ini. Salahkan Yoon Bomi yang terus mendesak ku untuk menemui seorang pria yang katanya akan dijodohkan dengannya. Dan dengan terpaksa pun aku mengiyakan setelah gadis bersuara nyaring itu terus mengganggu ku. Dan membawa-bawa nama persahabatan diantara kami. Jika bukan karena iming-iming tas limited edition yang akan dia berikan padaku setelah menyelesaikan misinya. Mana sudi aku membantu gadis cerewet itu.

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang