Malu! Satu kata yang dapat Renjun lontarkan saat ini, begitu mengingat kejadian tadi! Kejadian di mana sang ibu memberi tau tentang pria yang di sukai Renjun, tepat di depan pria yang di maksud Renjun.
Renjun gak tau harus taruh di mana lagi mukanya Renjun! Mana Mark sempet kaget lagi, sewaktu ibunya berkata seperti itu!
Ya walaupun Renjun langsung angkat bicara kalau ibunya itu suka bercanda. Serta Mark yang tidak menganggap serius ucapannya. Tapi tetap saja! Rasa malu itu terus ada.
Terlebih ketika mereka makan. Keadaannya benar-benar canggung karena ibunya Renjun. Untung saja sang ibu tidak berbicara apalagi mengenai kesukaan Renjun terhadap Mark. Ibunya Renjun hanya bertanya mengenai sekolahnya Mark dan juga Renjun.
Bahkan setelah makan, dan berbicara sebentar, Mark langsung pamit pulang. Renjun pun mengantarkan Mark sampai depan.
Dan kalian tau apa yang di lakukan Mark sebelum pulang? Ia mengusak rambut Renjun! Ia! Rambut Renjun di berantakin, sama pipinya Renjun di cubit sama Mark. Tak lupa kalimat 'gemas' yang Mark lontarkan sebelum pulang, sukses membuat Renjun mematung sejenak, dan berteriak ketika dia sampai di dalam kamar.
Kalian tau? Setelah ia salting dan melampiaskan rasa salting itu, dia langsung menegur ibunya sendiri. Sang ibu minta maaf, tapi ya tetap dengan pembelaannya. Katanya, kalau gak di kasih tau, proses pdktnya bakalan lama. Jadi, lebih baik di kasih tau aja biar orangnya sadar.
"Tanggal 6 Juli, Mark nganterin gue pulang, makan bersama di rumah gue, ngusak surai rambut gue, dan cubit pipi gue, serta udah tau kalau gue cinta sama dia." Gumam Renjun, seraya mengetikkan sesuatu di kalender ponselnya, serta menulis di kalender yang terpajang di nakasnya.
Memang sudah menjadi kebiasaan Renjun setiap harinya, kalau dia habis menghabiskan waktu bersama dengan Mark, atau Mark melakukan sesuatu kepada dirinya.
Mungkin menurut kalian tingkah Renjun sangat berlebihan. Tapi menurut orang yang sedang jatuh cinta, tingkah Renjun terlihat sangat normal.
"Cha! Mimpi indah gue malam ini!" Seru Renjun, yang langsung bersiap untuk tidur.
Sementara Mark, saat ini dia kembali ke rumahnya, karena kedua orang tuanya menyuruh dia untuk datang ke rumah mereka malam ini.
"Ada apa Pa?" Tanya Mark, begitu tiba di rumahnya, dan sudah berkumpul dengan kedua orang tuanya, di ruang keluarga.
"Papa sama Mama ingin berpisah." Satu kata yang keluar dari mulut sang ayah, sukses membuat hati Mark mencelos. Ritme detak jantung Mark yang seolah normal, berubah menjadi tidak beraturan.
"Papa sama Mama udah gak saling cinta. Perceraian kami juga sudah di urus di pengadilan agama. Papa sama Mama ingin memberi tau-mu tentang masalah ini. Serta ingin membicarakan tentang hak asuh kamu. Kamu ingin ikut dengan siapa? Mama atau Papa?" Tanya sang Ayah, yang membuat Mark langsung tertunduk begitu saja.
Mark terkekeh mendengar kalimat pertanyaan ayahnya, mengenai hak asuh dirinya. "Mark mau tinggal sendiri aja." Jawab Mark, yang mencoba untuk menjawab setenang mungkin.
"Mark Lee. Kamu masih butuh kami. Tidak bagus untuk tinggal sendirian." Seru sang Ibu, yang tidak suka dengan pilihan sang anak.
Mendengar kalimat yang di lontarkan sang Ibu, membuat Mark yang tadinya tengah tertunduk, langsung mengangkat wajahnya dan menatap ibunya. "Loh kenapa emang? Bukannya Mark udah biasa tinggal sendiri? Setahun belakangan ini Mark tinggal sendirian di kos-an. Jadi kalian gak usah khawatir. Toh kalian juga gak pernah nanyain Mark, selama Mark tinggal di kos-an. Kalian cuma nyuruh Mark untuk datang, kalau ada keperluan yang penting. Contohnya sekarang ini." Jawab Mark.
"Tapi yang di ucapkan Mama kamu benar Mark. Kamu masih membutuhkan salah satu di antara kita. Kamu gak bisa tinggal sendirian secara terus menerus." Jelas sang Ayah, yang turut membela sang ibu.
Lagi-lagi Mark di buat tertawa oleh penuturan sang Ayah. "Mark itu gak butuh salah satu di antara kalian. Mark itu butuh kalian berdua. Tapi kalian berdua lebih memilih untuk berpisah bukan? Bahkan aku sendiri di kasih tau, setelah kalian berdua telah mengurus ini semua ke pengadilan agama. Lantas mengapa aku harus meminta pendapat kalian, tentang di mana aku harus tinggal. Sementara kalian saja tidak perduli tentang pendapatku, tentang perpisahan kalian?" Tanya Mark dengan senyum lirihnya.
"Mark. Kami sudah memikirkan ini sejak lama. Kami juga sudah mendiskusikan ini sejak lama. Kami tidak memberi tau dirimu, karena kami tidak ingin kamu berpikir mengenai masalah ini, dan mempengaruhi sekolah-mu karena ini." Jelas sang ibu.
"Tapi kenapa kalian gak kasih tau Mark setelah Mark lulus sekolah aja, kalau misalkan kalian emang gak mau sekolah dan pelajaran Mark terganggu dengan masalah ini?" Tanya balik Mark, menyudutkan kedua orang tuanya. Ia ingin mendapatkan pengakuan yang jujur, bukannya di tutupi seperti ini.
"Tadinya kita ingin melakukan seperti itu. Tapi kami berpikir lagi, kalau misalnya kamu tau setelah kamu lulus? Berati saat itu kami sudah berpisah. Dan kamu mungkin bisa sakit ketika mendengar kami sudah berpisah sejak lama." Jelas sang ibu.
"Dan kalian pikir, aku gak sakit ketika kalian memberi tau ini sekarang? Mau sekarang atau nanti, aku akan tetap merasakan sakitnya juga kan? Mana ada anak yang tidak sakit, ketika mendengar kedua orang tuanya berpisah. Walaupun memang keadaan keluarga mereka memang tidak baik?" Seru Mark.
"Mark lee. Keputusan kami sudah bulat. Jangan membuat kami merasa tambah bersalah dengan ucapan-mu. Kau tinggal pilih ingin tinggal bersama siapa. Bersama Papa atau Mama? Jangan menambah rumit masalah yang sudah kita berdua bahas dan kita putuskan." Ujar sang Ayah dengan penuh peringatan.
Mark menghela nafasnya kasar, dan langsung beranjak dari kursinya. Menatap Ibu dan Ayahnya secara bergantian. "Dan keputusan Mark juga udah bulat. Jangan menambah rumit masalah Mark dan keputusan Mark, dengan permintaan kalian berdua. Apapun yang kalian pinta mengenai hak asuh? Mark sudah menentukan pilihan Mark sendiri. Mark ingin tinggal sendiri, tanpa mengikut siapapun. Tolong hargai keputusan Mark, seperti Mark menghargai keputusan kalian untuk berpisah." Ujar Mark.
"Kalau gitu Mark pamit pulang. Semoga di perlancar proses perceraian kalian. Dan semoga bahagia dengan keluarga baru kalian nanti." Ucap Mark, yang langsung pergi dari kediaman rumahnya. Tanpa memperdulikan teriakan sang Ayah yang tidak setuju akan keputusan Mark.
Jangan tanyakan bagaimana perasaan Mark saat ini! Dunianya benar-benar hancur, ketika orang tuanya melontarkan kalimat perceraian.
Mark tau kalau misalkan keluarganya jauh dari kata harmonis, dan lain sebagainya. Tapi Mark juga gak mau kalau keluarganya harus berpisah seperti ini.
Mungkin bagi kalian yang juga anak broken home yang berujung perceraian, kalian bisa merasakan apa yang Mark rasakan saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
IT'S THAT YOU? - MARKREN
FanfictionCERITA INI KHUSUS UNTUK MARKREN SHIPPER! APABILA KALIAN TIDAK MENYUKAI SHIPPER INI? DIHARAPKAN UNTUK TIDAK BACA CERITA INI! TAPI JIKA KALIAN MEMAKSA UNTUK MEMBACA CERITA INI? JANGAN BERKOMENTAR NEGATIVE DI KOLOM KOMENTAR / DI KEHIDUPAN PRIBADI PARA...