Kini Ice tengah duduk di bawah pohon setelah ia menjalankan hukuman dari pak Mulyo. Ia benar-benar menjalankan hukumannya sebagai mana mestinya, meskipun tidak ada yang mengawasi. Ia lelah, tapi kan lumayan itung-itung bolos buat pelajaran matematika yang merupakan mata pelajaran paling menyiksa anak murid. Gak tau aja dia melewatkan saat-saat peristiwa menegangkan dalam kehidupan bersejarah(nggak se-dramatis itu sih).
Di saat-saat seperti ini, Ice malah teringat akan kedua sahabatnya. Pada saat itu Taufan, Halilintar, dan Gempa baru saja selesai dengan acara menginap bersama. Waktu itu mereka seakan lupa waktu hingga berakhir begadang hingga tengah malam, jadilah saat bangun dari tidur mereka kalang kabut sendiri karena jamnya mepet. Namun entah kesialan atau keberuntungan, mobil yang mereka tumpangi bersama mengalami mogok sehingga mereka terpaksa berlari menuju sekolah dalam jarak yang lebih dekat.
Meskipun sudah berusaha nyatanya mereka tetap terlambat, Taufan yang memang murid hobi telat menyarankan untuk melompati pagar belakang sekolah satu-satunya jalan alternatif. Seperti biasanya kegiatan rutin OSIS adalah memeriksa seluruh tempat di sekolah mencari anak yang bolos, termasuk area belakang sekolah. Ada salah satu anak OSIS yang melihat mereka sedang mengendap-endap memasuki sekolah, pada akhirnya ia menangkap mereka bertiga. Pada awalnya ia sedikit terkejut kala melihat Gempa yang notabene nya adalah 'anak murid kesayangan guru' juga termasuk dalam rombongan itu, tetapi ini kan dunia tipu-tipu.
Mereka bertiga pun dihukum lari berdiri di depan tiang bendera hingga jam istirahat dan berlari memutar lapangan sebanyak 3 kali. Taufan yang pada awalnya memang tidak bisa diam, dengan usil menendang kaki Hali hingga Hali terjatuh. Aksi kejar mengejar pun tak bisa di elak kan, Gempa? Tentu saja ia mengikuti dari belakang. Karena hukuman nya memang adalah itu dan untuk melindungi sahabatnya dari amukan satu sahabat lainnya yang mungkin sedang dalam mode singa buas.
Ice tersenyum mengingat kenangan itu, ada rasa rindu membuncah dalam dirinya. Seandainya ia bisa menemui mereka di wujud nya yang sebelumnya, seandainya ia bisa menjelaskan semuanya, seandainya ia mempunyai keberanian untuk melakukan hal itu, namun itu hanya andai-andai dalam benaknya. Jika disuruh memilih, ia tidak akan ingin berada dalam tubuh orang lain. Jikalau memang harus pergi dan meninggalkan surat wasiat, ia tak apa yang jelas ia tidak akan merasakan rasa rindu yang menyakitkan ini.
Kringggggg
Bel istirahat, sejenak Ice menghela nafas dengan kehidupannya yang cukup rumit ini. Setelahnya ia beranjak pergi untuk menemui sahabat barunya, Thorn. Ia pergi ke kelas, tetapi bukan Thorn yang ia temukan melainkan pemuda beroutfit merah darah. Tatapan Ice menyendu, apakah sebegitu rindunya ia pada sahabatnya hingga sampai bisa berimajinasi seperti ini?
Ice menggelengkan kepalanya lalu beranjak dari sana menuju ke kantin. Namun baru saja beberapa langkah, ia mendengar suara sahabatnya lagi. Itu Gempa? Tidak ini hanyalah imajinasi. Ia tidak boleh terus memikirkannya, dirinya harus fokus untuk kehidupan ini. Sudah cukup ia mengeluh, seharusnya ia bersyukur karena masih diberi kesempatan kedua oleh tuhan.
Mempercepat langkah kakinya menuju kantin, dan Ice pun menemukan sahabatnya sedang duduk di meja sambil bermain handphone. Ia menghampiri sahabatnya lalu duduk di sebelah Thorn, tetapi sepertinya Thorn masih belum menyadari keberadaan nya. Ide jahil terlintas di benaknya, ia pergi ke belakang Thorn dan mencengkram bahu Thorn. "I see you~" Thorn berjengkit kaget lalu menutupi wajahnya dengan pose silang.
"HWAAAA JANGAN MAKAN THORN, THORN MASIH MUDA MASIH BELUM KETEMU JODOH SAMA BUAT ANAKKK" Ice tertawa terbahak-bahak, kini seluruh atensi kantin ada pada mereka. Menyadari itu Ice cengengesan dan meminta maaf, ia duduk di samping Thorn yang masih menutupi wajahnya. Ia menepuk bahu Thorn, Thorn menoleh pada Ice yang nyengir kuda sambil menunjukan dua jari. "Hehe peace" Dan tidak mampu meredakan amarah Thorn, "Yak!! Awas kamu Ice!!".
"Ehemmm, permisi? Maaf mengganggu, apakah kami boleh duduk disini? Tempat lain sudah penuh" Sebuah suara menghentikan aksi Thorn yang hendak menimpuk Ice dengan garpu. Thorn tersenyum lalu mengangguk pada siswa itu. Ice menghela nafas lega, tapi tidak setelah melihat siapa yang duduk dihadapannya. Ice menegang, pupil matanya bergetar.
Tidak mungkin, kenapa mereka ada disini? Ice menggelengkan kepalanya lalu menampar kecil pipinya. Mereka masih disana, mereka benar-benar di sana dihadapannya. Thorn mengeryit melihat tingkah Ice, ia memegang sebelah pundak Ice. "Ice! kamu kenapa?"
Ice mengalihkan pandangannya pada Thorn yang sedang menatapnya khawatir, ia memaksakan senyuman manisnya. Degg kedua orang yang sedari tadi memperhatikan Ice pun merasakan sesuatu, itu adalah senyumannya. Senyuman yang tidak mereka rindukan atau harapkan, senyuman terpaksa dari sahabat mereka. Tidak, sahabat mereka sudah tenang di alam atas mereka tidak boleh terus seperti ini.
"Aku nggak papa Thorn, perutku sakit jadi aku ke kamar mandi dulu yah" Dengan ragu Thorn mengangguk, Ice pun bergegas menuju ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi ia membasuh wajah dan menggosok rambutnya dengan kasar. Bagaimana mereka bisa disini? Bukan bermaksud tidak ingin bertemu. Tetapi ia masih belum siap, ia masih belum siap menjelaskan semuanya, ia masih belum siap dianggap gila. Ia masih belum sanggup bertemu keluarganya, ia masih belum sanggup.
"Aha-ahahahahhahahaha mereka datang hihihi mereka sudah disini, mereka pasti menganggap ku aneh hehe aku tidak aneh, mereka yang salah ahahahhahahahaha" Ice mulai kehilangan kendalinya. Ia terlalu memikirkan mereka, Ice terlalu banyak memikirkan. Ia tidak sanggup untuk semua ini, ia ingin hidup tenang tidak seperti ini.
Mereka pikir Ice gila, tetapi sesungguhnya tidak. Ice hanya takut, ia selalu takut orang menjauhinya. Ia takut keluarga dan sahabatnya mengucilkannya. Ice tidak suka hal itu, itu adalah mimpi terburuk yang ia alami. Ice benci ini, Ice benci semua ini.
Tes tes
Darah mulai menetes di hidungnya, dengan santai ia mengelap nya dengan tangan kanannya. Kepalanya yang mulai memberat ia acuhkan. Ia lebih memilih memandangi tangannya tanpa melakukan apapun. Ia berpikir, sampai kapan ia harus melakukan hal ini? Bukankah misinya untuk merubah pandnagan orang sudah selesai? Tapi kenapa Ice masih belum muncul juga?
Perlahan pandangannya mulai berkunang-kunang, kesadarannya pun terenggut. Seorang siswa yang baru saja memasuki kamar mandi terkejut melihat Ice yang sudah tergeletak di atas lantai dengan hidung dan dahinya yang mulai berdarah.
Dengan panik ia menggendong Ice menuju UKS, setelahnya ia menghubungi Blaze dan Thorn. Siswa itu menghela nafas, kenapa Ice bisa pingsan di kamar mandi? Apa ia di bully? Entahlah, ia akan tanyakan pada Ice nanti.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•Tbc
Hayy!!Apa kabar kalian? Moga baik" aja yahh
Wait, uthor ngelag mau bahas apa..
Yasudahlah, jangan lupa vomen, tambahkan ke perpustakaan kalian dan tandain typonyaa yahh✔✔
Ohh yah satu lagi, kalo target vote emang udah sampe.. Bukan berarti kalian enggak usah vote:]
Bukan memaksa, tapi hargai dikit lah usaha uthor(つㅅ・')・゜
#uthorngemisvote
Hikd see you>>
Target vote: 23
Update: Jum'at, 8 Juli 2022
![](https://img.wattpad.com/cover/311026853-288-k972515.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Jumantara - BF³
Teen FictionFanfiction Boboiboy elemental ke-tiga, cerita original dari saya! ••• TAHAP REVISI [disarankan membaca saat tahap revisi selesai.] Selama ini Taufan menjalani hidupnya dengan senyuman serta hal-hal yang menyenangkan. Ia tak pernah tau bahwa takdir r...