Melamar Gadis Itu

163 34 90
                                    

"Sah!"

"Sah!"

"Sah!"

Edwin langsung mengecup kening gadis yang baru saja menjadi istrinya, ketika kata sah itu mulai terucap dari para saksi.

Air mata bahagia keluar dari kedua pasangan. Tatapan penuh cinta tampak jelas dari sorot mata keduanya.

"Terima kasih karena sudah menjadi istriku. Dan terima kasih karena selalu menyebutkan namaku di dalam doamu, Ila."

Ila tersenyum dengan mata yang mengeluarkan tangisan penuh bahagia. "Tidak perlu mengucapkan terima kasih, karena aku melakukannya dengan sangat senang hati. Aku begitu mencintaimu sampai tak bisa menolak untuk menjadi istrimu."

Edwin mendekatkan wajahnya ke arah istrinya. Mulutnya tampak membisikkan sesuatu di telinga Ila. "I love you more, Ila."

"Kenapa setiap kali kamu mengatakan sesuatu yang indah kepadaku, kamu selalu membisikkannya di telingaku?" tanya Ila.

"Karena jauh lebih menyenangkan membisikkannya, agar kamu dapat merasakan getaran cinta di setiap kalimat yang kubisikkan di telingamu. Dan..."

Edwin menggantungkan ucapannya membuat Ila mati penasaran.

"Dan apa?"

"Dan saat aku membisikkannya di telingamu, aku dapat memihat wajahmu yang memerah. Aku menyukainya."

Ila bungkam begitu mendengar penuturan dari Edwin. Namun ditengah-tengah dirinya bungkam, ada sesuatu yang berteriak kegirangan dari gadis itu. Hatinya. Hati Ila. Hati Ila yang berteriak kencang karena senangnya akibat ucapan dari Edwin.

Edwin, pria yang dinginnya seperti salju yang ada di kutub utara, ternyata bisa mengatakan kalimat yang panjang dan romantis seperti itu. Kalimat yang membuat pipi Ila memerah.

"Kamu blushing, Ila."

"Enggak!"

"Kamu tidak dapat menyangkal, karena wajah merahmu terlihat begitu jelas di mataku. Tapi seperti yang aku katakan tadi, aku menyukainya."

Byuuur!

"Edwin banguuunnn! Udah mau subuh! Dari tadi Kakak bangunin nggak bangun-bangun!"

Mata Edwin yang tadi terpejam, kini membuka dengan sempurna karena segayung air jatuh di badannya.

Detik itu juga Edwin menyadari bahwa dia baru saja bermimpi.

Bisa-bisanya gue mimpi kawin sama Ila.

Kata sah itu. Air mata bahagia itu. Momen di saat Edwin mengecup kening gadis itu. Semuanya hanya mimpi. Tapi Edwin tidak mempermasalahkannya, karena itu adalah mimpi yang indah untuk dirinya.

***

Ila menadahkan tangannya menandakan bahwa dia sedang berdoa. Doa yang sama, yang selalu dia ucapkan setiap harinya.

"Tuhan, aku percaya jodohku sudah ada di tanganmu. Namun jika boleh meminta, aku ingin dia yang menjadi jodohku. Edwin."

Doa yang sama, dan nama yang sama.

Ila melipat sajadah dan mukenah miliknya, saat dia selesai sholat dan juga berdoa. Diletakknya kedua barang itu ke tempat semula.

Kini Ila beralih ke arah kasurnya, dan meraih sebuah ponsel yang terletak di sana.

Saat melihat ponsel itu, Ila langsung mencari nama kontak seseorang. Calon Suami. Nama kontak yang Ila cari. Nama kontak milik Edwin.

Ila menatap sendu ke arah kontak itu. Sudah bertahun-tahun dia memiliki nama kontak itu, namun tidak pernah satu pesam pun yang keluar dari kontak itu. Dan di saat yang sama, Ila mengingat perkataan seseorang yang diucapkan kepadanya beberapa hari yang lalu.

"Kita tidak perlu berkomunikasi lewat ponsel, ataupun berkomunikasi secara langsung. Cukup kita berkomunikasi melalui doa. Tapi percayalah saat kita sudah menjadi pasangan yang sah, kita dapat berkomunikasi sepuasnya. Bukan hanya melalui doa."

Itu adalah kalimat terakhir yang Edwin ucapkan, sebelum akhrinya mereka memutuskan untuk menjauh dan tidak menemui satu sama lain lagi. Jika kalian bertanya mengapa, maka alasannya hanya satu. Yaitu, menghindari zina. Bertemu dengan lawan jenis dapat mengundang nafsu.

Ila bermonolog pada dirinya sendiri, "Edwin, suatu hari nanti kita bakal bertemu di suatu pernikahan, kan?"

***

Edwin duduk di salah satu sofa yang terletak di ruang tamu.

Seusai sholat, dia terus saja memandangi nama kontak yang bertuliskan kata Calon Istri.

Saat Edwin sedang memandangi nomor itu, tiba-tiba dia teringat akan satu hal. Dia mengingat mimpinya tadi.  Mimpi saat Edwin menikah dengan Ila.
Begitu mengingat mimpinya, Edwin langsung mengetikkan sebuah pesan pada kontak Calon Istri itu.

|Jika aku melamarmu sekarang, apa kamu mau?

Rasanya jantung Edwin bergerak begitu cepat sekarang.

"Gue yang ngirim pesan, gue yang ketar-ketir."

Edwin mencoba menenangkan dirinya. Dan setelah dirasanya cukup tenang, dia kembali mengetikkan sebuah pesan lagi.

|Ila, kawin, yuk

Setelah mengirim pesan itu, Edwin melempar ponselnya di sofa tanpa pikir panjang. Kemudian dirinya beralih mengambil salah satu bantal sofa, dan menyembunyikan wajahnya di sana. Rasanya dia begitu malu saat ini. Dia malu sehabis mengirim pesan itu, namun dia juga enggan untuk menghapus pesannya.

"Hah ... gini amat pengen kawin sama anak orang."

Romantic Weird Couple(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang