Seketaris

69 14 21
                                    

Ila saat ini sedang memandangi sebuah pemandangan yang menurutnya sungguh indah. Pemandangan itu adalah Edwin. Suaminya tampak sempurna. Ditambah dengan tuxedo yang menambah ketampanannya.

"Nggak kuat diliat istri."

Sontak saja Ila langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Emang benar-benar ya si Edwin.

Edwin terkekeh kecil melihat tingkah istrinya yang menurutnya lucu.

"Hey, aku hanya bercanda, Ilano. Mana mungkin aku tidak kuat saat dilihat oleh dirimu. Yang ada tatapanmu itu membuat candu."

Ila yang sudah kelewat salting itu memilih untuk tetap mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ke arah mana saja yang penting bukan Edwin. Bisa-bisa jantungnya tidak akan aman.

Melihat Ila yang tidak mau juga menatap ke arahnya membuat Edwin mendekat. Menangkup wajah Ila hingga tatapan kedua mata mereka bertemu.

"M-mas kamu ngapain?" Ila gugup.

"Tentu saja mau memandangi wajah istriku. Memangnya kenapa, hm? Apakah kamu tidak mau bertatapan denganku? Padahal kita sudah halal."

"Bukan nggak mau. Tapi...aku salting kalau lagi tatapan gini."

Tanpa aba-aba, Edwin langsung menarik Ila ke dalam pelukannya. Mengecup kecil pucuk kepala Ila. Posisi seperti inilah yang selalu membuat keduanya nyaman.

Ila menikmati setiap usapan kecil yang mendarat di punggunya. Dan menikmati pelukan yang diterimanya. Kedua tangannya perlahan membalas pelukan yang diberikan Edwin.

"Masih salting?"

Ila hanya mengganguk kecil di dada bidang milik Edwin sebagai jawabannya. Wajahnya pun dia sembunyikan di dada itu agar merahnya tidak terlihat.

"Mas Edwin."

"Apa, sayang?"

"Jantung kamu kok bunyinya gede banget?"

"Itu namanya deg-degan. Aku selalu begitu jika sedang seperti ini denganmu. Tapi tidak apa-apa aku menyukainya."

"Aku juga suka deg-degan tau sama kamu, Mas."

"Aku tau, sayang."

Edwin semakin mengeratkan pelukannya. Inilah yang terjadi jika si kutub es mulai bucin.

Di balik wajah Ila yang sedang bersembunyi di dada Edwin, Ila sedang tersenyum. Dia tersenyum bahagia atas perlakuan yang diberikan suaminya. Ila tersenyum bahagia karena lelaki yang selama ini dicintai sudah berstatus sebagai suaminya. Ila bersyukur untuk semua itu.

"Mas Edwin mau kopi, nggak? Aku buatin, ya."

Perlahan Edwin mulai melepaskan pelukannya. Kembali menatap wajah istrinya. Tatapan yang selalu membuat Ila salah tingkah. "Mau. Kopi yang pahit, ya."

"Kamu suka banget minum kopi pahit, Mas?"

"Banget. Apalagi kalau minumnya ditemani dengan pemanis yang bernama Ila Rosita."

Lagi dan lagi, wajah Ila kembali memerah. Merah seperti kepiting rebus.

"Kalau gitu aku buatin dulu."

Ila buru-buru meninggalkan suaminya di kamar. Dia tidak kuat jika begini terus. Bapernya sungguh kelewatan.

Edwin menatap siluet Ila yang perlahan mulai hilang dari pandangannya. "Istriku yang lucu. Istriku yang menggemaskan. Anta habibati, zawjati."

Edwin duduk di tepian kasur. Menatap sebuah ikat rambut yang berada di nakas.

Tangan Edwin meraih ikat rambut itu, lalu dia pergi menyusul istrinya yang berada di dapur.

"Ilano."

Ila yang baru saja ingin merebus air, langsung menolehkan pandangannya ke belakang. Tepatnya ke arah suaminya.

"Ada apa, Mas?"

Edwin mendekati Ila. Ikat rambut yang berada di tangannya, kini dia gunakan untuk mengikat rambut Ila yang tergerai. "Ini kulakukan agar tidak ada rambut yang menutupi wajahmu."

Edwin mengikat rambut Ila dengan sangat rapi, dan sangat manis.

"Biasakan agar menggunakan jilbab saat berada di luar kamar. Meskipun sedang tidak ada orang di rumah selain kita, alangkah lebih baik jika kamu tetap membiasakannya, sayang."

"Iya, Mas. Aku akan mencobanya."

Cup!

Sebuah kecupan singkat mendarat di kening Ila. Ila yang tidak siap tentu saja langsung merasa cengo. Dan detik kemudian dia kembali terbawa perasaan. Perasaan yang menyenangkan. Lalu yang terjadi sesudahnya...

Cup!

...Ila membalas kecupan itu.

Sungguh awa pagi yang manis bagi kedua pasangan ini.

***

Di ruangan yang hanya berisi sebuah peralatan kerja, Edwin duduk sambil mengutak-atik laptopnya.  Pekerjaannya sebagai manager di perusahaan cukup membuat harinya sibuk. Namun sesibuk apapun itu, tidak akan mampu membuat Edwin merasa lelah saat melihat pesan dari istrinya.

Zawjati
| Mas, jangan lupa makan kalau lagi istirahat, ya. Jangan lupa sholat juga. Sesibuk apapun pekerjaannya, ibadah tetap nggak boleh tinggal.

Me
| Pasti itu, sayang♡

Rasanya Edwin ingin pulang saja dan langsung memeluk kembali istrinya itu. Sayangnya dia tidak bisa untuk sekarang.

Oh, betapa Edwin sedang berandai-andai istrinya muncul di hadapannya sekarang.

"Edwin."

Sebuah suara panggilan membuat atensi Edwin beralih kepada seseorang yang memanggilnya. Orang itu adalah bosnya. Berharap istri yang datang, malah berujung bos yang datang.

"Eh, iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"

"Untuk sekarang, belum ada. Hanya saja saya datang untuk mengirimi kamu seorang asisten."

Edwin menatap wanita yang berada di sebelah bosnya. Betapa terkejutnya Edwin saat mengetahui bahwa wanita itu adalah...

"Tamara?"

...masa lalunya.

Romantic Weird Couple(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang