"Aku yang menghalalimu, bukan orang lain. Tidak akan aku biarkan orang lain yang bukan mahram-mu ikut menikmati kecantikanmu."-Edwin-
Ila terduduk di tepian kasur, menangis dengan sesenggukan akibat foto yang dikirimkan seseorang kepadanya. Foto dari nomor yang tidak dikenal.
Foto itu menampilkan sebuah tangan yang sedang berpegangan. Meski di foto itu tidak memperlihatkan wajahnya, tapi Ila tau tangan siapa yang ada di foto itu. Tangan Edwin. Ila tahu itu karena ada sebuah cincin kawin yang selalu Edwin kenakan.
Ila tidak tahu tangan siapa lagi yang ada di foto itu, tapi yang jelas itu bukan tangan Ila. Itu seperti tangan wanita lain.
+62812********
| Sudah lihat fotonya, kan?| Ouh, ya, tangan suamimu nyaman juga. Sudah lama gue nggak kayak gini sama Edwin.
| Omong-omong salam kenal, ya. My name is Tamara.
Rasanya Ila ingin membanting ponselnya sekarang juga saat membaca pesan itu. Pesan yang membuat dirinya muak. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, sayang juga jika ponsel dibanting.
Ila tidak ingin berprasangka buruk terhadap Edwin, tapi ini sulit. Apalagi foto tangan itu benar-benar tampak asli.
Sanking sibuknya Ila menangis, Ila bahkan sampai tidak mendengar suara bel rumahnya yang berbunyi.
"Ilano, aku dari tadi bunyiin bel tapi kok nggak kamu buka pintunya?"
Itu suara Edwin yang sekarang sudah berdiri di depan pintu kamar yang tertutup. Dan orang yang membunyikan bel rumah tadi juga Edwin.
Berkali-kali Edwin mengetuk pintu kamar itu, namun tidak ada juga tanda-tanda kalau pintu kamar itu akan terbuka.
Pintu kamar yang tidak kunjung terbuka itu membuat Edwin menjadi penasaran akan apa yang terjadi dengan istrinya. Akhirnya Edwin memilih langsung masuk saja. Dan beruntungnya pintu kamar itu tidak terkunci.
"Sayang, kenapa nangis?"
Edwin langsung berlari mendekati istrinya. Sungguh dia sangat panik saat melihat istrinya menangis seperti itu.
"Jangan deket-deket!"
Perkataan Ila tidak seperti biasanya. Edwin jadi semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Saat mata Edwin tidak sengaja tertuju ke arah layar ponsel Ila yang masih terbuka, Edwin menjadi mengerti penyebab.
Tangannya kini meraih Ila ke dalam pelukannya.
"Lepas!" Ila memberontak di dalam pelukan Edwin. Tangannya terus saja memukuli dada Edwin tanpa henti.
"Tenang dulu, sayang."
Perlahan Ila mulai luluh juga. Tangan itu akhirnya berhenti memukuli Edwin. Namun, rasa kecewanya masih ada.
Ila memang bukan orang pertama yang singgah di hati Edwin. Tapi Ila adalah orang yang berada di dalam ikatan pernikahan bersama Edwin. Dan sebagai seorang istri, Ila sangat tidak menerimanya. Ila tidak menerima tangan suaminya disentuh oleh wanita lain, apalagi wanita dari masa lalu suaminya sendiri.
"Kamu yang ajarin aku soal zina. Kamu yang ajarin aku untuk nggak bertatapan dengan yang bukan mahram. Kamu juga yang ngajarin aku untuk nggak bersentuhan dengan lawan jenis selain dengan Ayah, ataupun mahramku yang lain. Tapi kenapa malah kamu yang bersentuhan dengan dia yang kamu sendiri tau kalau itu adalah masa lalumu. Hiks, kenapa? Pasti kamu udah janjian buat ketemuan sama Tamara kan."
Edwin mengeratkan pelukannya, berharap agar tangisan Ila mereda agar dia bisa lebih mudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Saat Edwin rasa Ila sudah cukup tenang, barulah dia mulai bersuara. "Coba kamu lihat baik-baik foto itu lagi, sayang."
"Buat apa aku harus lihat foto itu lagi, hah? Foto itu cuman buat aku makin terluka, Mas."
"Bukan aku yang menyentuh, tapi aku yang disentuh. Coba lihat baik-baik lagi foto itu."
Pada akhrinya Ila menurut juga. Ila mengambil kembali ponselnya dan memperhatikan foto yang tadi Tamara kirim.
Jika Ila lihat-lihat lagi, apa yang Edwin katakan tadi sepertinya memang benar. Edwin bukan yang menyentuh, tapi Edwin yang disentuh. Bahkan foto itu tidak tampak seperti sedang bergenggaman tangan, melainkan seperti tangan yang sedang menggenggam secara sepihak.
"Kalaupun emang bukan kamu yang menyentuh, kenapa kamu nggak lepas aja genggaman tangannya, Mas?"
Edwin mendaratkan satu kecupan singkat di pucuk kepala Ila, sebelum dia kembali memulai menjawab pertanyaan Ila. "Aku sudah melepasnya. Tapi sepertinya Tamara sudah lebih dulu mengambil foto sebelum tangan itu lepas dari genggaman tanganku."
"Dasar pelakor licik." Ila mulai geram dengan kelakuan Tamara.
"Sayang, nggak boleh kaya gitu mulutnya."
"Mulutku nggak salah. Deket-deket sama suami orang apa namanya kalau bukan pe-la-kor. Kamu juga kenapa bisa ketemu sama pelakor itu? Bukannya kerja malah ketemuan sama cewe lain."
"Aku emang kerja, sayang. Aku bukannya ketemuan dengan Tamara, tapi nggak sengaja bertemu karena dia adalah seketaris baruku di kantor."
"Dasar Tamara pela-"
"Sayang, kamu mau tau nggak kenapa sekarang aku ada berada di rumah bukannya di kantor." Pertanyaan dari Edwin langusng memotong perkataan Ila.
"Kenapa?"
"Aku memilih resign dari pekerjaanku, saat aku tahu bahwa Tamara adalah seketarisnya. Aku benar-benar tidak ingin membuatmu salah paham seperti sekarang ini. Aku benar-benar ingin menjaga perasaan istriku. Untuk sakit hatimu yang sekarang, aku benar-benar meminta maaf. Tapi aku memang benar-benar nggak ada rasa lagi sama Tamara. Perasaanku yang sekarang dan seterusnya hanya untuk istri kesayanganku. Anta habibati, zawjati."
Seketika semua perasaan kecewa yang sempat Ila rasakan hilang begitu saja. Harus Ila akui, pernyataan Edwin cukup membuat dirinya lega.
"Mumpung sekarang aku di rumah, aku ingin menghabiskan waktu dengan istriku sepuasnya. Mau jalan-jalan berdua, sayang?"
Jiwa-jiwa antusias Ila langsung keluar saat mendengar ajakan Edwin. Jalan-jalan berdua dengan suami, tentu Ila tidak akan menolaknya. Rugi jika ditolak.
"MAU BANGET, MAS. Sekalian nanti pas jalan-jalan aku mau foto-foto biar bisa aku posting."
"Jangan pernah posting fotomu, Ilano."
"Why?"
"Karena aku tidak mau wajahmu dilihat banyak orang. Aku yang menghalalimu, bukan orang lain. Tidak akan aku biarkan orang lain yang bukan mahram-mu ikut menikmati kecantikanmu."
Rasanya Ila ingin terbang saja. Padahal tadi Ila hanya bergurau soal dia yang akan memposting foto, tapi jawaban Edwin sungguh membuatnya salting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Weird Couple(Selesai)
Historia CortaNote : Ini sequel dari cerita Rohis vs Gus Pesantren versi Ila dan Edwin. (Bisa dibaca terpisah). #seriescerita2 Dua insan yang saling mencintai, namun memilih berkomunikasi lewat doa. Hingga suatu hari doa mereka terjawab, dan membuat mereka menjad...