Masa Lalu

73 14 20
                                    

"Sedekat apa kamu dan Tamara dulu? Dan jika dulu kalian pernah begitu dekat, maka apa yang membuat kalian menjadi seperti sekarang?"

Edwin menarik panjang satu napasnya sambil menatap Ila. Pikirannya menerawang pada kejadian masa lalunya.

"Sebelum aku menjawab pertanyaan darimu, aku ingin bertanya terlebih dahulu. Menurutmu aku ini apa?"

"Kamu suami yang baik, yang selalu membimbing aku menuju kebaikan. Dan aku bersyukur telah menjadi istri dari seorang Gus Edwin. Anna uhibbukka fillah, zauji. Anta habibi."

Seulas senyum terbit di bibir Edwin. Seulas senyum yang mengandung kadar gula tingkat tinggi. Sebuah senyuman yang dapat menimbulkan kecanduan.

"Sampai kapanpun aku akan selalu berusaha untuk menjadi suami yang baik. Agar suatu hari nanti kita juga dapat berbahagia di akhirat. Tapi..."

Ila mengerutkan keningnya saat Edwin menggantungkan ucapannya. "Tapi apa?"

"Tapi sebagaimana kamu menatapku sebagai orang baik, aku tetaplah seorang manusia biasa yang pasti tidak akan luput dari kesalahan. Bahkan kedekatakanku dengan Tamara dulu juga salah, karena kedekatan itu membuat kami terikat ke dalam hubungan haram bernama pacaran."

Ada sedikit rasa tidak terima dari Ila saat dia mendengar penjelasan itu. Tapi dia tetap masih ingin tau bagaimana kelanjutan kisahnya. Mencari tau masa lalu kekasih, sakit hati hingga berujung overthinking itu sudah menjadi sifatnya seorang wanita, bukan?

"Lalu jika dulu kalian begitu dekat, bagaimana sekarang kalian bisa sejauh ini?"

"Kamu benar-benar ingin mengetahui masa laluku, Ilano? Tidak takut sakit hati?"

"Mungkin aku akan sedikit sakit hati, tapi aku rasa itu tidak akan bertahan lama. Lagipula kenapa aku harus berlarut-larut ke dalam rasa sakit hati, jika itu adalah sebuah masa lalu yang tidak akan terulang lagi. Iya, kan, sayang? Nggak bakal terulang lagi, kan?"

"Iya, Sayang. Nggak bakal terulang lagi, karena sekarang wanita yang ingin aku dekati hanya ingin dekat dengan kamu, Ummi dan Kak Rani saja. Aku tidak ingin dekat dengan Tamara, ataupun wanita lain yang bukan mahram-ku. Jadi, kamu sudah siap dengar cerita?"

"Siap."

"Oke. Akan aku ceritakan."

Flashback on

"Edwin, kamu tidak boleh bersentuhan dengan wanita lain selain Ummi dan Kak Rani ya, nak."

Setiap hari Wawan dan Wiwin selalu mengucapkan kalimat yang sama setiap harinya. Bocah berusia tujuh tahun itu bahkan sampai bosan mendengar kalimat yang sama itu.

"Abi sama Ummi kenapa selalu ngomong itu setiap hari? Memang kenapa kalau Edwin sentuhan dengan wanita lain? Nggak boleh, ya?"

"Nggak boleh, Edwin. Itu namanya zina," kata Wawan sambil mengusap lembut kepala anak bungsunya.

Edwin kecil mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia dibuat bingung sekarang dengan maksud perkataan umminya. "Zina itu apa?"

"Suatu hari kami akan menjelaskannya. Sekarang kita sholat ashar dulu, ya. Edwin hapal kan urutan sholatnya bagaimana?"

"Hapal, dong. Edwin hapal mulai dari niat wudhu, cara melakukan wudhu yang baik dan benar, tata cara sholat, bahkan semua bacaan sholat pun Edwin hapal lengkap dengan bunyi tajwidnya."

"Pinternya anak Ummi."

"Ini semua berkat ajaran Abi dan juga Ummi. Ini juga karena Allah yang memudahkan Edwin dalam menghapalnya."

Wawan dan Wiwin mendengar perkataan putranya dengan penuh haru. Tidak sia-sia mereka mengajarkan kebaikan kepada putranya itu. Sayangnya ada satu hal yang mereka tidak ketahui. Edwin diam-diam memiliki seorang teman.

~~~

Di taman bermain, Edwin menemui seseorang. Seorang anak perempuan yang seumuran dengannya. Anak perempuan yang sudah menjadi teman rahasianya selama satu tahun.

"Edwin ayo kita main di sana!" Tamara berantusias sampai dia menarik-narik lengan Edwin. Edwin menerima saja perlakuan itu, bahkan tangan mungilnya ikut membalas genggaman tangan Tamara.

Tamara duduk di sebuah ayunan, begitu juga dengan Edwin yang duduk di ayunan yang berada di sebelahnya. Kedua anak itu terlihat sangat bahagia di sana.

Di tengah kebahagiaan itu, Edwin teringat akan perkataan dari kedua orang tuanya yang melarangnya bersentuhan dengan lawan jenis. Namun, saat dia melihat wajah Tamara, dia tidak bisa menahan diri.

~~~

Edwin kecil kini sudah berusia empat belas tahun. Dan semakin Edwin bertambah umur, semakin sering pula orang tuanya menasehati soal zina.

Di depan Wawan dan Wiwin, Edwin pura-pura menurut. Tapi di belakang mereka, Edwin melanggar larangan itu. Dia melanggar larangan itu dengan seorang gadis yang sudah menjadi teman rahasianya selama beberapa tahun.

Edwin masih bersentuhan dengan Tamara. Edwin masih bertatapan dengan Tamara. Bahkan Edwin menjalin status sebagai seorang pacar untuk Tamara. Itu semua dia lakukan di belakang orang tuanya. Itu adalah sebuah kesalahan yang telah Edwin lakukan.

"Edwin, kamu yakin tidak mau masuk ke pesantren milik Abi, nak?"

"Tidak, Abi. Edwin hanya ingin berada di sini."

Edwin menolak alasan masuk ke pesantren milik Wawan. Alasannya adalah Tamara. Jarak antara pesantren dengan rumah miliknya terbilang cukup jauh. Edwin tidak bisa jika harus berpisah dengan jarak sejauh itu dengan Tamara.

Suatu hari kisah cinta Edwin dan Tamara kandas saat usia pacaran mereka yang baru menginjak sebulan. Itu karena Edwin melihat Tamara jalan bersama lelaki lain dengan menggunakan kata 'sayang' yang memuakkan.

Kejadian itu membuat . Kini Edwin berjanji tidak akan mendekati perbuatan zina lagi. Edwin bahkan sampai masuk pesantren demi memperdalam pengetahuannya tentang agama, khususnya zina. Bukan pesantren milik Wawan, tetapi pesantren yang letaknya lebih jauh.

Lambat laun Edwin akhirnya melupakan semua perasaanya untuk Tamara. Bukan karena dia masih membencinya, tetapi karena Edwin telah bertekad untuk tidak akan dekat lagi dengan seseorang yang bukan mahramnya.

Jika dulu alasan Edwin menjauhi zina agar terhindar dari sakit hati, sekarang alasannya hanyah agar dia terhindar dari dosa.

Flashback off

"Jadi begitu ceritanya, Sayang. Itu sebabnya saat aku mulai menyimpan rasa kepadamu, aku menyuruh agar kita hanya berkomunikasi melalui doa. Tujuannya agar kita bisa jauh-jauh dari perbuatan zina."

"Aku bingung mau seneng apa galau, Mas. Aku seneng karena pada akhirnya aku yang menjadi pendampingmu. Tapi masih galau juga kalau ingat modelan pelakor kayak Tamara pernah menjadi kekasihmu."

"Nggak usah galau-galau, Ilano. Lagian caraku mencintaimu dengan caraku mencintai Tamara itu berbeda."

"Apa bedanya?"

"Aku mencintaimu karena Allah, Sayang. Itu adalah cinta yang jauh lebih besar."

Romantic Weird Couple(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang