Kecelakaan

62 13 26
                                    

Hellow👋🏻

Welcome back to this story!

Udah berapa hari yaa aku nggak sapa kalian🤔

By the way, dari judul chapter di atas, ada yang bisa nebak apa yang bakal terjadi?

Okelah, lanjut aja, hehe👇🏻

°°°Happy Reading°°°

"Mas, nanti mampir ke warung seblak, ya."

"Ilano suka banget sama seblak, ya?"

"Banget!"

"Oke, nanti kita mampir ke warung seblak kalau gitu."

Mendengar suaminya yang langusng mengiyakan permintaannya membuat Ila merasa sangat senang.

Kepala Ila kini bersandar di bahu milik Edwin. Rasanya sangat nyaman. Ila menyukainya.

"Ilano, manja-manjanya nanti aja, ya. Aku lagi nyetir mobil ini."

Seketika Ila langsung mengerucutkan bibirnya. Dia merajuk layaknya anak kecil. Manja sekali. Padahal biasanya yang manja itu Edwin.

Edwin yang melihat wajah istrinya merasa gemas sendiri. Andai saja dia tidak sedang menyetir, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia akan mencubit pipi Ila.

"Jangan ngambek, zawjati."

Ila tidak menghiraukan perkataan suaminya. Dia masih bergeming di bahu milik Edwin dengan wajah yang masih cemberut.

Cup!

Seketika Ila langusng mengangkat kepalanya hingga dia tidak lagi bersandar pada Edwin. Tangannya secara reflek memegangi pucuk kepalanya yang baru dicium.

Ila benar-benar speechless begitu mendapatkan kiss dadakan itu.

"Emang harus dikasih kiss dulu baru nurut," ujar Edwin disertai dengan kekehannya.

"Mas Edwin nakal! Cium anak orang nggak pake permisi! Sering banget kaya gitu." Ila berpura-pura marah. Tapi tingkahnya itu justru semakin membuat Edwin tergelak.

Edwin meredakan tawanya sebentar, lalu menatap Ila sekilas sebelum dia kembali fokus pada jalanan. "Tadi itu nggak kena. Orang cuman kena kerudung kamu aja, kok."

"Tapi kan harus permisi dulu."

Edwin tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak mencubiti wajah istrinya itu. Dia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu kemudian mencubit kedua pipi Ila.

"Mas Edwin, sakit!"

Edwin kembali tertawa. Tertawa penuh meledek saat melihat kedua pipi Ila sedikit memerah akibat kelakuannya. Jail sekali.

"Tadi kamu bilang apa, sayang? Cium anak orang harus permisi dulu?" Edwin mendekatkan wajahnya ke depan wajah Ila, hingga Ila dapat merasakan hembusan napas suaminya itu.

Ila yang merasa gugup dengan wajah Edwin yang begitu dekat itu, tidak bisa menjawab pertanyaannya. Dia benar-benar terdiam sekarang.

"Aku izin cium kamu ya, sayang."

Cup!

Belum sempat Ila memberikan jawaban, Edwin sudah mencium keningnya.

Cup!

Edwin bahkan mencium pipi kanan Ila. Dan terakhir...

Cup!

...Edwin mencium pipi kiri Ila.

Tidak sampai disitu, Edwin menggenggam kedua tangan Ila, dan menempelkannya di dada miliknya. Dan...

Cup!

Cup!

...mengecup kedua tangan Ila yang manis itu.

Ila menerima saja perlakuan Edwin yang seperti itu. Lagipula tidak ada salahnya juga kan melakukan itu dengan orang yang sudah halal.

Masih belum berhenti sampai di situ, Edwin menyandarkan kepala Ila ke bahu miliknya. Mengusap pelan pucuk kepala itu. "Tadi mau nyender di bahu aku, Kan. Nah, sekarang selamat menikmati."

Usapan demi usapan yang Ila rasakan di kepalanya, selalu berhasil membuatnya berada di dalam kenyamanan. Jika harus terjebak seperti ini selamanya, maka Ila akan dengan sangat senang hati menikmatinya.

Cup!

Jika tadi Edwin yang menciumi Ila, sekarang kebalikannya. Ila yang menciumi Edwin.

"Anna uhibbuka fillah, zawji. Anta habibi," bisik ila di telinga Edwin. Bisikan yang terdengar seperti alunan musik yang merdu. Edwin suka itu.

***

Tamara merasa geram saat mendengar kabar bahwa Edwin memilih resign dari pekerjaannya. Padahal Tamara sudah bersusah payah melamar sebagai seketaris agar bisa menikmati waktu dengan Edwin, tapi malah begini jadinya.

Edwin terlalu menghindari Tamara, dan Tamara tidak menyukai itu. Kenapa rasanya sulit sekali untuk mendekati Edwin.

"Kalau Edwin selalu menghindari gue kayak gini, maka gue bakal ngelakuin cara paksa."

Tamara bertekat dalam hati bahwa dia akan melakukan banyak cara agar bisa kembali dekat dengan Edwin. Apapun hasil dari cara itu, dia akan menanggung setiap risikonya. Kalaupun risiko itu merugikan dirinya sendiri, Tamara tetap tidak akan mempedulikannya. Selagi dia masih bisa bersama dengan Edwin, maka kenapa tidak.

Hanya satu keinginan Tamara untuk saat ini, yaitu kembali dekat bersama Edwin. Mengulangi masa lalu yang dahulu sempat kacau.

***

Sejak aksi ciuman tadi, Ila jadi merasakan ada situasi canggung di dalam mobil itu. Edwin bahkan daritadi tidak membuka suara, karena salting tentunya.

"M-mas. Kita udah mau sampe ke warung seblaknya belum?"

Ila bertanya seperti itu hanya untuk memecah kecanggungan. Tapi sepeetinya tidak berhasil. Ah, Ila benar-benar ingin lepas dari situasi canggung ini.

Hingga tibalah sebuah pertanyaan jail yang terlintas di kepala Ila. Pertanyaan yang Ila yakini dapat memecah situasi canggung.

"Mas Edwin, jangan diam aja, dong. Kalau diam nanti aku cium lagi."

"Jangan nakal, Ilano." Edwin menatap Ila gemas. Ternyata istrinya ini bisa bersikap sangat nakal.

Kini Ila dibuat tertawa dengan perkataan Edwin. Tenyata caranya benar-benar berhasil dalam memecahkan kecanggungan.

Tiba-tiba tawa Ila terhenti saat dia melihat ada seorang wanita yang tengah berlari.

"MAS, AWAS, MAS!"

Brak!





Romantic Weird Couple(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang