AKU menatap langit-langit kamarku sambil berbaring di tempat tidur. Plafonnya berwarna biru langit dengan lukisan awan cumulus. Persis langit indah di siang hari dengan hamparan awan yang berarak. Kamar ini tidak begitu luas. Sebelumnya dihuni oleh si mungil Aliyah. Sekarang jadi milikku untuk sementara. Aliyah harus rela membaginya untukku dan dia juga harus tidur bersama Ayah dan Bundanya selama aku berada di rumah mereka. Sebenarnya memang selama ini Aliyah setiap malam tidur bersama orang tuanya. Kamar ini hanya di atas namakan olehnya. Tidak sekalipun dia pernah tidur di sini. Hanya untuk menyimpan beberapa barang-barangnya sekaligus untuk persiapan saat dia besar nanti.
Rumah Tuan Smith terkesan bergaya Eropa, seperti penghuninya yang berdarah asing. Rumahnya dicat berwarna dominan putih. Hanya kamar Aliyah yang terlihat berwarna biru. Meja, kursi, dinding, perkakas, semua berwarna dasar kayu atau putih. Suasana rumah yang cerah ini sama dengan penghuni rumah yang mencerminkan keluarga yang bahagia, aman, sejahtera, taat beragama, dan berbagai penggambaran akan rumah tangga samara lainnya. Tuan dan Nyonya Smith yang ramah dan baik hati serta anak-anaknya yang taat dan berbakti pada orang tua.
Aku merenung sepanjang malam. Pikiranku berkelana memikirkan banyak hal mulai dari keluargaku yang jauh di sana, tugasku di kampung ini serta apa yang harus kulakukan nanti selama bertugas.
Pagi ini aku bangun lebih awal, hari pertama masuk sekolah. Kupakai pakaian yang sesopan mungkin sambil bergaya menghadap cermin. Tuan Smith dan semua anggota keluarga sudah bangun sejak tadi subuh. Selepas adzan berkumandang, mereka bersama pergi menuju masjid. Jaraknya tidak begitu jauh di sebelah utara. Kebiasaan masyarakat di sini sepertinya memang begitu setiap harinya. Selepas sholat mereka mulai bersiap-siap untuk berangkat ke kebun atau sawah masing-masing. Mereka bukan tipe orang yang senang menunda-nunda pekerjaan apalagi membuang-buang waktu.
Aku kemudian menuju dapur membantu Bu Jannah sebentar. Dia terlihat sangat bersemangat setiap harinya menyiapkan makanan untuk anggota keluarganya tercinta. Dia juga bercerita, kadang saat panen raya, dia ikut pergi ke kebun untuk membantu sekaligus menyiapkan bekal makanan bagi suami dan anak-anaknya. Tentu saja Aliyah ikut. Dia justru sangat senang diajak pergi ke kebun. Pagi ini ada sarapan roti lapis dengan tambahan telur dadar, daging, sayuran, tomat dan keju. Tidak lupa susu putih dan jus jeruk untuk pelengkap.
Aku membantu mengangkat makanan, lalu menata piring di meja. Saat mengangkat buah-buahan dan mustard, Robert tiba-tiba muncul dan tanpa sengaja menabrakku. Sausnya tumpah dan sedikit mengenai bagian depan kemejaku.
"Aduh!"
Keluhku spontan tanpa bermaksud menyalahkannya.
Robert terbelalak karena merasa ceroboh telah menabrakku. Dengan gerak cepat dia meraih semua makanan dari kedua tanganku dan menaruhnya asal di meja makan, lalu dengan sigap mencoba membersihkan noda mustard dari kemejaku. Aku spontan mengelak sambil berkata tidak apa-apa."Tapi kemejamu jadi kotor. Mari aku bantu membersihkannya." Lagi-lagi aku menggeleng kali ini lebih kencang.
"Tidak usah. Aku bisa membersihkannya sendiri. Lagipula hanya noda kecil." ucapkan mencoba menenangkannya.
Kejadian ini tidak luput dari penglihatan Alex yang kebetulan lewat di dekat kami. Dia menatap kejadian itu aneh.
Aku segera berjalan menuju ke kamar dan mengganti kemejaku. Pelan-pelan masih kuingat saat Robert mencoba untuk membantu, dan bersyukur aku dapat mengelak. Aku ingat pesan Ibu agar menjaga diri selama berada di kampung orang. Nodanya berada tepat di bagian dadaku. Apa Robert tidak paham soal itu? Bagaimana mungkin dia ingin menyentuh kemejaku begitu saja? Mungkinkah orang tuanya tidak pernah mengajarinya?
Aku membuang pikiranku yang tidak pantas dan kembali menuju ruang makan yang ternyata semua orang telah berkumpul. Pelan-pelan kami mulai makan. Aku menatap mustard di sisi piringku. Pikiranku masih terus terusik oleh hal-hal tentang prinsip agama dan etika. Apa mungkin mereka ini hanya penganut agama Islam yang hanya berlabel Islam saja? Kemudian tidak paham dengan aturan dalam agama? Apa benar demikian? Aku makan dengan perasaan gelisah. Daging ini apa halal? Tanpa kusadari semua orang di meja makan menatapku yang sejak tadi hanya memakan sedikit bagian roti lapis dan memisahkan daging ke pinggir piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEX SMITH
FanfictionEliza adalah seorang sarjana muda yang lulus SM-3T sebagai pengajar relawan ke pulau terpencil. Takdir menempatkan Lisa berkumpul bersama satu keluarga harmonis yang menjadi tempat tinggalnya selama bertugas. Keluarga yang tidak benar-benar warga lo...