WARNING!! MENGANDUNG KONTEN DEWASA, BANYAK KATA KASAR, KEKERASAN.
👑👑👑👑👑
"Ibuuu! Ayah! Tidakkk!" Suara Eva pecah, serak, dan penuh keputusasan bergema di pekuburan kecil yang sepi.
Tangannya mencengkeram tanah basah seolah mencoba menarik kembali kedua orang tuanya dari dunia yang telah merenggut mereka.
"Bagaimana mungkin kalian meninggalkan aku seperti ini? Ayo, bangun! Ibu, Ayah!" Ia menggeleng keras, rambut emasnya yang kusut dan basah menempel di wajahnya yang pucat, matanya merah dan bengkak karena tangis yang tak henti sejak pagi.
Langit di atasnya mendung, kelabu seperti perasaannya yang tercabik-cabik.
Eva menengadah, air mata bercampur lumpur mengalir di pipinya yang dingin. "Jika seperti ini, apa yang harus aku lakukan?" suaranya melemah, nyaris hilang ditelan angin.
Bahunya yang sempit bergetar hebat.
"Kita baru saja merayakan ulang tahunku... dan sekarang aku harus kehilangan kalian?"
Semalam masih terasa seperti mimpi yang terlalu indah untuk nyata. Mereka duduk di meja kayu kecil di rumah sederhana, lilin tunggal menyala di atas kue apel yang ibunya buat dengan cinta. Ayahnya tertawa, sementara ibunya mencium keningnya berbisik, "Kau sudah besar, Eva. Kami bangga padamu."
Ulang tahunnya yang ke-18 adalah malam terakhir kebahagiaannya. Pagi ini, kabar datang seperti petir, kecelakaan tragis di jalan serta tubuh mereka yang tak lagi bernapas.
"Harusnya aku tidak berulang tahun," ratap Eva, tangannya terulur gemetar ke arah gundukan itu, seolah menyangkal kenyataan.
"Harusnya aku tetap jadi anak kecil yang menunggu kalian pulang kerja, kita bermain di taman bersama, dan aku memetik apel untuk kalian."
"Harusnya aku menyusul kalian saja," bisiknya, suaranya parau, matanya kosong menatap langit.
Memeluk tubuhnya sendiri, lututnya tenggelam lebih dalam ke lumpur, gaunnya kini menempel lengket di kulitnya yang dingin.
Dada Eva terasa sesak, seperti ada batu besar yang menghancurkan paru-parunya. Bahkan lupa caranya bernapas, lupa caranya hidup.
"Tidakkk! Aku tidak mau seperti ini! Seseorang tolong aku!" Jeritannya memecah udara, tapi tak ada yang datang. Hanya angin, hanya daun-daun yang berdesir, hanya kesunyian yang menertawakannya.
Eva menengadah lagi, berharap petir menyambar, membawanya pergi dari dunia yang tiba-tiba menjadi asing ini.
"Untuk apa aku hidup jika begini?" ratapnya, tangannya mencengkeram rambutnya sendiri, menarik hingga sakit.
Kematian orang tuanya terasa janggal, mobil mereka baik-baik saja kemarin, dan jalan itu tak pernah berbahaya. Tapi dia tak punya tenaga untuk mencari jawaban, tak punya siapa pun untuk ditanya.
Tiba-tiba, bayangan tinggi melingkupi tubuhnya yang gemetar.
Eva membuka mata perlahan, matanya yang sayu bertemu dengan sepasang mata cokelat tua yang datar, tanpa kehangatan.
"P-paman," gumamnya, menelan ludah kasar.
Fritz, saudara ibunya, berdiri di depannya, wajahnya keras dan penuh kerutan, rambutnya yang mulai menipis tersapu angin. Laki-laki itu mengenakan mantel tua yang sudah pudar warnanya, tangannya terselip di saku dan ekspresinya tak menunjukkan belas kasih hanya kelelahan.
"Kita tidak punya banyak waktu untuk bersedih, Eva," sapanya tak ramah.
"Berdirilah. Paman mungkin akan menampungmu di rumah atau kau harus mencari kerja."

KAMU SEDANG MEMBACA
ROYAL PRINCE AND HIS INNOCENT MAID
RomanceHOT, SPICY, DARK, OBSESSION HISTORICAL ROMANCE. CONTAIN MATURE THEME, HARSH WORDS, MORALLY GREY CHARACTERS, SLOW BURN, CHEATING. READ ON YOUR OWN RISK!!! YOU'VE BEEN WARNED⚠️⚠️⚠️ ____ Earl benci kekacauan! Setiap tumpahan, setiap pecahan, setiap...