*Plak!*
Ruang tamu itu luas dan sepi, membuat suara tamparan keras memenuhi seluruh ruangan dan menghasilkan sedikit gema yang menyakitkan.
Empat orang di ruangan itu terdiam. Satu orang penuh amarah, dua orang khawatir, dan satu lainnya diam acuh tak acuh dengan pandangan tajam yang sama sekali tidak luntur bahkan jika pipinya merah dan rasa perih merayap hingga ujung kepalanya.
"Ayo bilang sekali lagi!" pria dewasa itu menatap pemuda di depannya dengan tatapan menusuk, telapak tangannya di genggam erat, dan nafasnya terdengar berat saat berbicara.
Tama menatap wajah papanya dengan tenang, "kita pacaran,"
Papa Tama berseru kesal, "kamu udah gila!"
Tama menggelengkan kepalanya, "aku nggak gila,"
Papa Tama menunjuk Tama saat matanya melebar, "Papa selalu nyuruh kamu belajar dengan tekun, kamu harus masuk ke sekolah yang bagus biar pendidikanmu tinggi, tapi lihat kamu sekarang!"
Papa Tama menatap Kai yang berdiri di belakang Tama dan mendecakkan lidah, "Kai! Kamu sahabat Tama dari kecil, harusnya kamu ngasih tau Tama, buat Tama sadar dan cegah dia biar nggak salah jalan! Tapi lihat kamu, malah dukung dia berbuat seenaknya,"
Kai baru saja membuka mulutnya, ingin membalas ucapan Papa Tama setelah memikirkan baik-baik kalimat yang bisa dan tidak bisa dia ucapkan. Hanya saja sebelum suaranya keluar, suara Tama terlebih dahulu terdengar dengan lantang.
"Pa, aku pacaran sama Bian karena aku suka Bian, Kai nggak ada hubungannya," Tama berseru, suaranya tegas, dan manik gelapnya menatap mata papanya tajam.
Papa Tama mendengus sebelum mengangkat sebelah bibirnya, "lihat? Papa biarin kamu santai sebentar dan bukan cuma kamu berani pacaran tapi kamu juga udah berani bantah omongan Papamu!"
Tama menyatukan alisnya, "bukannya papa juga sering ngatur cewek buat ketemu sama aku? Apa bedanya sama nyuruh aku buat pacaran? Sekarang aku udah pacaran sama Bian, terus kenapa?"
Telapak tangan Papa Tama kembali terangkat, tetapi kali ini dia membantingnya di atas meja. Tamparan telapak tangan ke permukaan kayu tersebut mengeluarkan suara yang cukup keras hingga orang yang mendengarnya akan merasakan kulit tangannya panas.
Tetapi tatapan Papa Tama tetap dingin dan tajam, "setelah punya banyak waktu luang, apa matamu juga buta?"
Tama tersentak, alisnya yang menyatu mengendur dan bibirnya terbuka namun tak mengeluarkan suara apapun seolah pita suara di tenggorokannya telah ditekan dan dicabut paksa.
Papa Tama menutup matanya¹ dan melanjutkan ucapannya, "dia punya jenis kelamin yang sama denganmu! Apa kamu pikir papa bakal biarin kamu punya hubungan menyimpang?!"
¹: bukan secara harfiah
Maksudnya di sini Papa Tama pura-pura ga liat ekspresi Tama."Bian ini, dia benar-benar ngasih pengaruh buruk ke kamu!"
Tama berseru, "Pa!"
"Nggak hanya bikin kamu sering main-main, dia juga bikin pikiranmu bengkok, kamu pikir papa nggak tau kalau kamu pulangnya selalu lebih malam dari jam pulang sekolahmu?! Kamu pulang telat karena pergi sama Bian kan?!" Papa Tama melanjutkan.
"Kamu pikir papa nggak tau kamu selalu buang waktumu buat ketemu Bian, huh?! Apalagi kalau bukan bawa pengaruh buruk? Dia itu parasit yang makan waktu pentingmu!"
"Pa, cukup! Bian sama sekali nggak kayak gitu!" Tama berseru kencang, suaranya penuh emosi memenuhi ruangan.
Papa Tama membalas dengan cepat, "kamu diam aja pas papa bilang kamu buta tapi kamu nggak terima pas papa nyebut dia?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Coalesce [Taegyu]
RomanceSambil menyelam meminum air. Sambil belajar sambil melupakan masa lalu. Sambil mencari ilmu sambil mengalihkan perasaan. Kebencian dalam hati mengalahkan rasa rindu, tapi hasil tidak akan mengkhianati usaha. Bahkan sebuah gembok yang berkarat masih...