1 - Dare

182 19 0
                                    

Dare

"Dare" jawab Renjun. Menantang balik Haechan yang sejak tadi menatapnya dengan wajah menyebalkan.

"Ah, padahal gue pengen nanyain tentang Saeron!" Kata Haechan, nampak kecewa

Renjun menatap lagi botol di atas meja yang menghadap kepadanya. Gapapa, setidaknya dia membutikan kalo Renjun berani tuh, milih dare.

Dan syukur juga Renjun ngga milih truth. Bakal jawab apa dia kalau ditanya tentang Saeron?

Terlebih Haechan kan sepupunya Saeron, dan Haechan tuh dikenal bakal membela keluarganya mati-matian.

Ngeri bro.

"Udah ah, udah lewat juga" Renjun berkilah

"Ganti deh jun, truth aja udeh" rayu Haechan lagi. Renjun menggeleng. Sampai waktunya tepat nanti, baru dia akan menjawab pertanyaan Haechan tentang dia dan Saeron. Yang putus sekitar setengah tahun yang lalu.

"Udah si dare aja. Ribet lo!" sahut Jeno. Yang duduk di single sofa diantara tempat yang mereka book malam ini di salah satu cafe kota Bandung.

Haechan mencibir ke arah Jeno "Huu sensi mulu"

Emang bener sih. Jeno emang sensi mulu. Dia adalah seorang sadboy. Julukan itu melekat di Jeno sejak satu setengah tahun lalu. Sampai sekarang, masih betah aja dengan statusnya dan belum ganti. Jadinya Haechan selalu menganggu Jeno dengan fakta itu. Snagking seringnya, Jeno udah males banget mau naggepin. Udah terima-terima aja dikatain sadboy.

"Yaudah deh. Kalo dare... hmm.." Haechan memegang dagunya, seolah berpikir. Lalu matanya mencari-cari, memandangi seluruh ruangan cafe "Lo minta nomor cewe deh. Random" putusnya kemudian

"Ah elah, yang lebih lakik kek" Jaemin menyahut "Masa minta nomor doang, ga seru"

Renjun otomatis mendorong kepala Jaemin yang berada di sisi kirinya. "Gue bukan elo" ucapnya. Lalu kembali menoleh pada Haechan "Yaudah. Accepted. Cewe random kan?"

Haechan hampir saja mengangguk sebelum Jaemin menyela lagi "Gak. Gak. Gampang banget! Orang paling cupu di kelas gue juga berani ditantang beginian"

"Yaudeh yaudeh" Haechan bersuara lagi.

"Noh, yang ono noh. Yang pake baju putih. Rambutnya digerai. Duduk di meja samping meja barrier"

"Dia lagi sama cowonya anjir!" protes Renjun setelah mendapati cewe yang dimaksud Haechan

"Justru karena itu. Ini baru namanya dare. Minta nomor cewe yang udah ada cowo"

"Nah, cakep tuh, Jun. Ntar bagi lah kalo udah dapet" celetuk Jaemin

"Yaudah sekalian aja lo gantiin gue"

"Eeeee mana bisaaa"

"Jun, buru. Dia mau pergi tuh!" Haechan mendesak

"Yaudah biarin dia pergi. Ganti cewe yang lain"

"Samperin atau ganti truth?"

Renjun mendengus. Udah bete sendiri. Kenapa sih?

"Udah sih samperin aja. Buruan biar cepet kelar" Jeno yang tak sabaran menyahut.

Hih. Ini anak ya. Bawaannya ngga asik banget. Semuanya kena semprot.

Renjun akhirnya mau tidak mau melesat dan tiba di depan pintu kaca cafe. Tepat saat sasarannya ini ingin membuka pintu.

Gadis itu menaikkan satu alisnya, menatap Renjun dengan heran

"Sory, gue boleh minta nomor lo?" kata Renjun sambil menjulurkan handphone nya pada cewe itu.

"Kenapa?"

"Nomor lo. Gue minta nomor lo" ulang Renjun.

Cewe itu mendengus. Ia dengar apa yang dikatakan laki-laki ini sebelumnya "Iya, maksud gue, kenapa? Kenapa lo minta nomor gue?"

Renjun melirik sebentar pada cowo yang sedang bersama gadis ini. Dia menatap interaksi antara cewenya sendiri dan Renjun. Ekspresinya tersenyum miring. Tapi dia diem aja

Adrenalin Renjun tertantang.

"Minta aja" ia kembali menyodorkan hpnya. Yang akhirnya diambil oleh cewe itu. Dan mengetikkan nomornya disana

Begitu hp kembali ke tangan Renjun, dia spontan menekan tombol memanggil. Dan saat suara panggilan masuk terdengar dari dalam sling bag yang dipakai cewe itu, Renjun memutuskan panggilan dengan senyum di wajahnya.

Kedua orang didepannya nampak kaget, tapi Renjun tersenyum senang. Ada letupan kecil di dadanya mengetahui bahwa gadis itu memberinya nomor asli.

"Udah, thankyou ya"

Cewe itu tidak membalas, juga tidak memberi ekspresi apapun selain kaget barusan. Ia langsung maju membuka pintu cafe, dan langsung keluar diikuti cowo yang sejak tadi bersamanya.
















---

"Kenapa lo kasih nomor asli?" tanya lelaki jangkung disebelahnya. Yang sudah menyetir sejak lima menit lalu

"Kenapa lo ladenin dia?"

Lia mendengus. Emang cowo ini tuh bawel banget. Lia bahkan belum sempat menjawab pertanyaan yang pertama. Yang akhirnya dibalas dengan hanya mengangkat bahunya. "biar cepet aja. Males lama-lama urusan begituan."

Cowo disebelahnya terkekeh mengejek "Lo bisa langsung pergi. Atau minta gue ngehalangin dia"

"Ya terus kalo gitu, kenapa lo ngga ngehalangin dia?"

"Ya lo-nya ngga minta (??)" si supir terkekeh lagi. Berkilah ngga mau disalahin. Nyebelin banget di mata Lia

"Terus, kenapa lo kasih dia nomor asli?" Tanya cowo itu lagi, membombardir.

"Ck. Banyak tanya lo. Nyetir aja yang bener bisa gak sih?" sewotnya

"Atau jangan-jangan lo demen ama dia?"

"Berisik banget sumpah"

"Huuu lemah lo. Liat yang cakep dikit aja udah ambyar. Rela ngasih semuanya"

"Cogor lo!" Lia menggeleng ngga abis pikir.

Dia juga sebenernya ngga tau, kenapa tadi malah ngasih nomor asli ke cowo ngga jelas itu. Bukannya ngasih nomor sembarang atau ngasih nomor cowo yang saat ini lagi ada disampingnya ini. Jadi nyesel kan.












---


"Kalo kata gue sih jun, dia ngga cocok buat lo"

"Heh, kenapa??!?"

"Woy, santai dong. Nge-gas amat"

Renjun menghela nafasnya. Gerakannya untuk memutar kembali botol diatas meja terhenti, teringat atas aksinya barusan. Renjun juga ngga ngerti. Kenapa barusan dia jadi nge gas gitu. Kesannya jadi kaya ngga terima dikata ngga cocok sama cewe barusan.

Dan, lebih ngga ngerti lagi, ngapain dia segala sok agresif tadi? Sampe-sampe mendial nomor yang diketik cewe itu untuk ngebuktiin kalo itu nomor asli?

"Yaa feeling aja" Jaemin melanjutkan pendapatnya tadi. "Soalnya lo kaya gini. suka ngegas. Ngga sabaran. Emosian. Sedangkan itu cewe keliatannya lemah lembut gitu. Penyabar dan penyayang. Bakal mental mulu tu cewe kalo sama lo"

Renjun berdecak, "Teori dari maneee"

"Yeuu, lo masih ngeraguin gue soal cewe? Jun, gue udah biasa menganalisa kepribadian cewe dari pandangan pertama"

Renjun geleng-geleng aja. Masi kesel karena abis dikerjain. Bukan Cuma dikerjain sama ketiga temannya, dia juga kesal sama cewe yang tadi memberi nomor padanya.

"Kalo kata gue sih cocok-cocok aja. Kayanya lo bakal jadi sih, sama dia" Haechan nimbrung

Kali ini Renjun memutar bola matanya malas. "Ini juga. Teori dari mane?"

"Ya firasat aja sih. Gue, Radhitya Haechan Ananta, bin Suhodibyo Ananta, punya feeling atau firasat yang ampuh banget lhooo. Jangan salah lo"

"Serah kalian dah" Renjun udah pasrah aja.

Satu Diantara SejutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang