Hi^♡^
Apa kabar semua?>♡<***
Jae, Brian, Wonpil, Dowoon dan satu makhluk lagi sedang duduk di sofa yang ada di ruang tamu asrama mereka. Sebenarnya tidak hanya duduk, Jae sedang berdebat dengan Brian, Wonpil yang sedang menghitung uangnya, Dowoon yang sejak tadi hanya melihat Jae dan Brian berdebat dan satu lagi manusia yang entahlah.
Debat Brian dan Jae.
"Oh my goodness, kenapa hamba bisa se-asrama sama makhluk ini?!"
"Ah jinjja ya. Kok bisa gue se asrama sama anak ini sih? Pengap banget jadinya."
"Okay, get out. Gue juga nggak mau se-asrama sama orang kayak lo.""He'em"
"Hai semuanya. Assalamualaikum. Nama saya Park Sungjin. Kalian boleh memanggil saya dengan Sungjin." Sungjin memperkenalkan diri sebagai pembuka obrolan bersama. Semuanya menoleh ke arah Sungjin yang tengah menampilkan senyum sehangat mentari pagi.
"Waalaikumussalam. Hi I'm Park Jaehyung, Jae or eaJ, not Eyaj. Nice to meet you bro!"
"Gue Kang Younghyun, panggil aja-"
"Brian!" Sahut Jae. Brian menampar lengannya, dan pertengkaran kembali berlanjut.Dowoon dan Wonpil menggeleng pasrah. "Wa'alaikumussalam Sungjin, kenalin gue Wonpil."
"Dan gue Dowoon. Semoga kita bisa akur ya."
Sungjin tersenyum kemudian membuat gesture 'amin'."Woi! Udah! Ini kalian mau ikut bagi kamar nggak sih?"
Wonpil cape banget mama.Asrama mereka berlima cukup jauh dari asrama yang lain. Kira-kira 10 meter dari gedung asrama lain dan letak asrama mereka berada di ujung taman komplek asrama, langsung menghadap taman.
Asrama yang lain saling berhadapan satu sama lain serta bentuk bangunannya lebih mirip hotel dengan 4 lantai. Setiap lantai ada 10 kamar dengan fasilitas lengkap, dalam satu kamar maksimal diisi oleh dua orang anak, maklumlah sekolah mahal. Ada 7 gedung asrama, termasuk asrama Jae dkk. Akan tetapi bentuk asrama Jae berbeda dengan asrama anak lainnya. Asrama mereka lebih mirip seperti rumah minimalis bertingkat dua dengan dua kamar yang terletak 1 meter setelah ruang tamu, satu kamar sebelah tangga menuju lantai 2. Di lantai atas sendiri ada 4 kamar, satu kamar letaknya di sebelah kiri tangga, tiga kamar lainnya terletak berjejer berhadapan dengan kamar di sebelah kiri tangga.Anggap aja kayak gini yaㅠㅠ
Setelah berkeliling asrama bersama, akhirnya pemilihan kamar pun di mulai.
"Gue yang di sebelah tangga. Lantai satu." Dowoon menunjuk. Ia suka suasana di samping kamarnya yang langsung menghadap ke hamparan rumput, dan lagi ia benci jika harus menaiki tangga serta
Kamarnya tak terlalu dari dapur."Nah kalo gue di lantai dua sebelah kiri tangga." Jae menentukan pilihannya. Suasana yang ditampilkan jendela kamar tersebut cukup indah. Sebuah pohon rindang yang berdiri kokoh dan sebagian dahannya cukup dekat ke jendela, jika ia suntuk di kamar, ia bisa menaiki dahannya dan bersantai di sana.
"Gue di kamar deket ruang tamu yang nomor duanya." Pilihan Wonpil jatuh pada kamar tersebut. "Gue sebelah Wonpil. Bisa darah tinggi kalo kamar gue hadep-hadepan sama Jae."
"Nah kalau lo Sungjin?"
"Kamar nomor satu dari tiga yang berjejer, saya nggak suka liat lukisan yang ada di dekat kamar nomor tiga."
Semuanya terperanjat kaget. Sejak tadi merekaㅡkecuali Sungjin tak melihat satupun lukisan yang terpajang disana. Tanpa ba-bi-bu lagi, lima sekawan itu langsung menaiki tangga menuju lukisan yang dimaksud oleh Sungjin barusan.Benar saja, ada sebuah lukisan yang terpajang di dinding utama. Lukisan tersebut langsung menghadap ke jendela yang ada di dekat kamar Sungjin.
"Matahari terbit dari timur sana..." Jae mencoba bernalar. "Berarti cahaya terbenamnya langsung kena ke lukisan dong?" Tanya Brian memastikan. Jae mengangguk.
Lukisan itu sungguh menyeramkan jikalau ditatap lamat-lamat. Lukisan yang didominasi oleh warna merah darah itu memperlihatkan seorang wanita hamil dengan wajah yang ditutup dengan rambut panjangnya yang berjenis curly wave duduk sambil melipat kedua tangannya di atas paha. Jika diteliti lagi, punggung tangan wanita itu tampak membiru dan sedikit keunguan. Semuanya berwarna kemerahan, kecuali punggung tangannya.
Aku ngambil inspirasinya dari lukisan The Anguished Man ygy.
"Anjir ni lukisan ngeri banget ya?" Desis Jae. Wonpil dan lainnya mengangguk.
"Eh ada pelukisnya! Maksudnya ada tanda tangan pelukisnya."
Ibu.
Hamada Asahi."Pasti si pelukis rindu banget sama emaknya." Celetuk Dowoon. "Emaknya pasti bangga sih ini, punya anak pelukis hebat." Lanjut Jae. Sungjin berjalan ke arah lukisan dan menyentuhnya sebentar.
"Woy! Kalian laper nggak? Bentar lagi mau shalat ashar, makan bentar yuk." Ajak Brian pada semuanya. Mereka mengiyakan, toh bertengkar juga menghabiskan energi.
"Kenapa...lukisannya bau darah ya?"
Tak peduli lagi dengan lukisan menyeramkan itu, mereka makan dengan lahap.
Akan tetapi salah satu dari mereka masih saja berpikir ada yang aneh.
Ia ikut meneliti lukisan itu. Di balik rambut wanita itu, daging bukan mata.
"Ah pasti efek merah-merahnya. Makanya semua keliatan kayak daging."
Batin salah satu dari mereka.***
The Anguished Man itu setahu aku ya, lukisan warna merah terus kalo nggak salah ada semburat warna kuningnya juga. Anguished Man juga berarti lelaki yang menderita. Jadi ceritanya si pelukis bunuh diri setelah melukis lukisan lelaki yang tengah berteriak, but ada juga yang bilang si pelukis gunain darahnya buat ngelukis lukisan terakhirnya itu. Kalo nggak ngerti kalian bisa cari di google yep
Thank you guys^♡^
KAMU SEDANG MEMBACA
Danar, Pejuang Matahari di Kala Senja
Horror|Brian: Sungjin~ |Brian: main yok! |Wonpil: jangan mau Jin! Ntar sama Brian diajarin mainin hati cewek |Brian: Lama-lama gue cekokin juga lo sama kopi sianida |Jae: ngomong-ngomong kasus itu diadilin dimana? |Brian: di kafe |Dowoon: di pengadi...