Dorm(2)

7 2 0
                                    

Hi^♡^

***

"Mosnya besok. Bawa ciki yang udah ditentuin terus minuman. Pengenalan sekolah dan organisasi sekolah hari pertama, ditutup dengan ceramah agama oleh Ustad Younghoon. Hari kedua pbb terus games ditutup sama ceramah lagi oleh Ustad Yoshi. Hari ketiga festival musik dan bakat."
Jae mengeja setiap kata yang tertulis di surat yang tentang kegiatan mereka selama tiga hari kedepan. "Mulai masuk sekolah kayak biasa, tanggal 4." Lanjutnya.

Aku buat jadwalnya sekenanya aja guys:) soalnya bukan gara-gara nggak inget masa mpls, yang paling diinget itu ya baris 🔜 kena marah kakel 🔜 kakel ceramah 🔜 panas-panas🔜 sholat 🔜 baris lagi🔜 kakel marah-marah 🔜 gitu terus selama tiga hari
Dah itu aja kecuali hari terakhir ada games

Semuanya hanya manggut-manggut sambil mengunyah makan malam mereka. Brian dengan 'senang hati' memasak untuk para curut itu, ya meskipun hanya masak mie instan milik Wonpil saja.

"Guys kalian ketendang kesini karena apa?" Jae memulai percakapan. "Beasiswa." Jawab Sungjin singkat.
"Abi udah pensiun, ummi saja yang kerja. Kebetulan sekolah ngasih tahu bahwa ada beasiswa dari Day6 HS, syukur alhamdulillah. Sekolah sekarang nggak nyusahin ummi lagi." Jelasnya. Semua kepala hanya mengangguk, diantara mereka semua hanya Sungjin yang paling mulia cara masuknya. "Kalau kamu sendiri Jae?" Jae berdehem, "he'em. Gue mah ditendang ayah. Gara-gara yah you know lah, tuh si Brian."
"Heh kutil anoa! Kok malah gue? Kan lo nya udah banyak kasus, kok ke gue lo lemparin?" Brian tak terima disalahkan oleh Jae. "Kalo Bri sendiri?"
"Gue...muak sama mama. Sibuk kerja trus nyari cowo. Apa salahnya fokus sama gue aja?" Brian kesal ketika mengingat mamanya yang terus saja membawa laki-laki. Ia mendengus kesal kemudian menatap Wonpil, "kalo lo pil?"
"Gue? Emang udah tradisi keluarga. Semua anak Kim harus melewati masa asrama. Udah itu aja."
"Kalo Doun?"
"Gue mah jangan ditanya. Semuanya gara-gara anjing gue, si Toriq mati. Yaudah gue nggak mau bersedih ngeliat kuburan dia di belakang rumah makanya gue pergi." Jelas Dowoon. Ia sangat sedih atas kematian anjing penjaga ternak miliknya itu. "Trus kucing lo?"
"Kan ada mamak gue yang jaga. Jadi santai ae lah."

"Guys-"

Zrashh

Keran air di salah satu kamar mandi berbunyi deras.

"Jae lo kalo mau boker jangan deres-deres dong airnya. Hemat air!" Seru Brian. Acara makan seketika terhenti. Wonpil Dowoon dan Sungjin melirik ke arah Jae dan Brian secara bergantian.
"Apa?"
"Sejak tadi gue ada disini, dasar gorila. Yakali gue cepirit."

Mulut Brian terbuka lebar. "Trus siapa yang keran airnya masih dibuka?"
"Lah itu kan dari kamar lo Bri!" Seru Wonpil. Brian menggeleng, "kagak! Gue udah matiin keran air di wc kamar kok. Periksa aja kamar semuanya."

Semuanya menyetujui usulan Brian untuk memeriksa semua kamar.

Tidak ada. Tidak ada satupun kamar mereka yang airnya masih terbuka.

"Nggak ada. Gila, merinding gue." Desis Dowoon. Jantungnya mendadak ingin melompat keluar. "Dua kamar yang sisa udah diliat?" Tanya Brian. Jae dan Sungjin saling melempar pandangan kemudian menggeleng serempak. "Cek bareng-bareng aja."

Mereka berbaris di depan pintu kamar dengan Jae di urutan pertama, selanjutnya Wonpil, kemudian Sungjin, Dowoon dan yang terakhir Brian.

"Yaudah gih siapa yang hapal ayat kursi? Jadi pemimpin." Usul Wonpil. "Yaudah lo aja yang baca Pil."
"Nggak ingat aku."
Jidat Wonpil dijitak oleh Jae. Sungjin menunjuk dirinya, "Saya aja Jae."
"Yaudah, lo mimpin." Jae dan Sungjin bertukar posisi.

Sungjin memutar kenop pintu sambil menggumamkan ayat yang paling agung di sisi Tuhan tersebut. Begitu juga dengan Jae dan yang lainnya, mereka menirukan Sungjin.

Krieeet

Pintu kamar tiga terbuka, menghasilkan suara yang persis sama dengan suara pintu di film-film horor.

Tak

Tangan Sungjin tak sengaja menghentakkan pintu ke dinding. Saat mereka sudah masuk, perlahan pintu kamar mulai tertutup, menghasilkan bunyi yang menyeramkan bak tawa salah satu makhluk halus.

"Anjir pintunya ngeselin banget sumpah. Bisa ngompol gue dengernya." Celetuk Brian.

Keran air tiba-tiba mati.

"Lah?"
Semuanya saling berpandangan. "Horor banget ish!" Seru Wonpil. "Itung-itung pengalaman Pil, uji nyali." Kekeh Dowoon.

Mereka semua mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Menelisik setiap inci kamar yang sangat rapi ini.

"Keluar kuy. Lukisannya ngeri banget." Ajak Jae. "Lukisan yang mana?"
"Lukisan yang ada di deket meja." Usai menunjukkan lukisan yang dimaksud, Jae pergi membawa daksanya keluar dari kamar ketiga tersebut. Ia merasakan hawa tak enak dari kamar yang design nya sangat aestheticㅡya kecuali lukisan seorang wanita berambut panjang yang terpampang di dalam sana. Wonpil beserta yang lainnya juga mengekori Jae yang sudah keluar dari kamar.

"Perasaan-ah udah deh."
Batin salah satu dari mereka.

"Kamar itu kok nggak ada jendelanya ya?"

Semuanya tersentak. Menoleh ke arah si penanyaㅡJae. "Perasaan tadi ada tuh jendelanya."
"Jendelanya di wc kali."
"Yasudah. Kita siap-siap ke mushalla yuk. Bentar lagi mau sholat Isya."

Semuanya mengangguk kemudian bersiap-siap menuju mushalla untuk menunaikan ibadah rukun islam yang pertama.

Selepas sholat dan berdzikir bersama, salah seorang dari mereka menemui seseorang.

"Assalamualaikum Ustad Yoshi." Sapanya. "Ah iya waalaikumussalam. Ada apa?"
"Ustad ada masalah. Asrama macam mana lah yang keran air idup mendadak trus mati lagi, jendela ganti jadi lukisan, mana lukisan setan pula. Lama-lama bisa ngompol aku." Yoshi sebagai pengawas asrama lima sekawan terdiam sejenak. "Kamar yang mana Pil?"
"Kamar nomor tiga deket lukisan, lantai dua Ustad."
Mendengar hal itu Yoshi bergeming. Ia tak tahu harus bagaimana.
Atau...
Ia tahu tapi berpura-pura tidak tahu? "Kayaknya kalian doang yang kelelahan makanya liat yang nggak-nggak."
"Istirahatlah. Kalian mos besok kan?" Lanjut Yoshi, sesaat kemudian ia pergi meninggalkannya. 
"Macam apa pula ustad satu ni." Desisnya sesaat setelah kepergian Yoshi. Menghilangkan rasa pedulinya dengan sikap Yoshi, ia melenggang pulang ke asrama bersama teman-temannya.


Jam dinding di kamar Dowoon merangkak perlahan, jarum yang menunjukkan secon berdetak bak jantung manusia.

Jam 23.00

Brak
Brak
Brak

Gruduk
Gruduk
Gruduk

"Jae...gue tahu lo males turun tangga, tapi seenggaknya jalan yang bener dong anjing." Lirih Dowoon.

"Heh anjing ya. Astagfirullah maafin Dodo ya allah. Heh tiang lampu kalo mau turun tangga yang bener dong! Ribut nih!" Seru Dowoon dari dalam kamarnya.

Sementara di kamar Brian, si empu hanya menggeleng. "Dowoon ngapain yak? Ngigo dia?"

***

Hai guys
Makasih udah mau mampir ya^^

Danar, Pejuang Matahari di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang