Router Wi-Fi Asrama

1 0 0
                                    

Sepekan setelah Dowoon keluar dari rumah sakit.

Di hari Jum'at yang cerah ini, semua anggota asrama tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Contohnya Wonpil yang tengah mencuci, Dowoon sedang mengerjakan tugas yang tentu saja deadline nya esok, Sabtu. Sebagai anak yang rajin, Sungjin tentu saja ia belajar, Brian tengah memasak serta Jae yang sibuk dengan gamenya.

Tiba-tiba Wi-Fi gedung asrama mereka mati. Bagi mereka yang tidak berhubungan dengan gadget dan teman-teman, tentu saja hal tersebut belum berarti, berbeda dengan Jae yang gamenya sedang dalam keadaan genting.

Emosinya perlahan memuncak.

"Woi siapa yang matiin wifi asrama? Ngaku kelean semua!" Teriak Jae dari dalam kamarnya. Semua orang yang mendengar hanya mengendikan bahu dan kembali pada aktivitasnya.

Jae turun ke lantai satu. Ia mendapati sofa kosong tanpa ada makhluk yang bertengger disana. Ia langsung berjalan dengan tergesa-gesa keluar asrama dan mendapati Wonpil yang sedang asyik bersenandung sembari menjemur pakaiannya di bawah pohon besar nan rindang.

Langsung saja tanpa basa-basi Jae berjalan ke arahnya.

"I play the fool instead
How pretend I know that this the end
Oh congratulations glad to your regrade
Congratulation how are you okay?
How-"

"Pil, lu matiin wifi ya?" Tuding Jae. Wonpil menoleh kearahnya dengan tatapan kesal, "Heh enak aja lu nuduh gua."
"Trus siapa coba?"
Wonpil menjemur bajunya. Anak itu mengangkat ember, "Tanya ama yang lain. Dowoon lagi di kamar bikin pr, Sungjin lagi belajar, Brian lagi masak." Kemudian anak itu melenggang pergi meninggalkan Jae.

Menuruti apa kata Wonpil, Jae kembali masuk ke asrama berjalan ke arah kamar Dowoon.

Jae membuka pintu dengan tidak santai dan mendapati penghuni kamar itu sedang duduk bertapa, dengan pena yang diselipkan di telinga.

"Jangan ganggu pertapaan gua wahai manusia jahannam." Ucap Dowoon masih dengan pose bertapanya. Jae menyentil dahi anak itu, "Lu matiin wifi-nya?" Mendengar pertanyaan yang cenderung menuduh dan Dowoon merasa harga dirinya dicoreng, lelaki itu merubah posisinya menjadi berdiri di atas ranjang. "Wahai manusia jahannam. Lu nuduh gua anyink? Gua kagak tahu sama sekali letak router wifi. Tanya ama Brian sana! Gangguin pertapaan gua aja, lu. Hush!"

"Idih sok-sok an bertapa lu. Bilang aja lagi males bikin pr, dasar setan!" Setelah mengatakan hal tersebut, Jae keluar dari kamar Dowoon tak lupa pula ia membanting pintunya.

Terdengar sorakan Dowoon dari dalam kamar, "Pintunya dibuat dari bahan impor dasar manusia!"

Jae berjalan ke dapur. Matanya menangkap seonggok daging yang tengah sibuk mencicipi setiap makanan yang baru saja ia buat. "Wes...waktu yang tepat, panggil yang lain gih. Makan." Brian mendorong tubuh Jae keluar dari dapur untuk memanggil semua penghuni untuk makan.

Jae menghela napas gusar, kemudian ia bersorak untuk memanggil ketiga temannya yang lain untuk makan. Ketiganya datang dengan wajah senang yang kentara, tak sabar untuk mengisi perut yang sejak tadi sudah berdemo.

"Kalian ada yang tahu letak router wifi nggak?" Jae memulai percakapan saat makan. Semua temannya menggeleng sembari tetap mengunyah makanan.

"Wifi tiba-tiba mati anjir-eh astagfirullah. Padahal dikit lagi gua menang huh!" Kesal Jae. Semuanya hanya manggut-manggut, tak bisa memberikan komentar apa-apa lagi jikalau masalah game yang genting sedikit lagi menang. Brian menyuap sisa nasi yang ada di piringnya, "Gimana kalo kita cari aja? Lagian kan router nya ngga bakal jauh-jauh dari asrama kita." Tawarnya. Mata Jae berbinar, "Beneran nih? Gass!"

"Abisin dulu makanannya, Jae."
"Okeh pak ustad!" Jae merespon Sungjin dengan gesture hormat pada komandan.

"Sekarang masih jam 9.45 masih ada waktu nyari sebelum Sholat Jumat." Lirih Jae. Brian mengangguk dan mengambil ancang-ancang untuk mencari perangkat tersebut. Berkali-kali mereka mencari router wifi, sudah menjelajah setiap ruangan yang ada di dalam asrama, sampai kamar yang tak terpakai pun mereka jelajahi. Brian dan Jae duduk di sofa dengan perasaan gusar dan lelah. Sia-sia saja usaha mencari router wifi berdua, benda tersebut anehnya tak dapat ditemukan.

Wonpil yang melihat kedua sahabatnya yang tengah duduk di sofa dengan raut wajah kesal bercampur lelah. Anak itu berlari ke dapur dan mengambil beberapa kaleng minuman bersoda.

Wonpil menyodorkan minuman pada kedua temannya, "Nggak dapet ya?" Keduanya hanya menggeleng sambil menegak minuman mereka. "Kagak. Aneh banget tu router, kayak router gaib." Celetuk Jae. Wonpil memijat pelipisnya.

Ting!

Seperti di film kartun pada umumnya, jika sang tokoh memiliki ide akan ada sebuah bohlam yang muncul di atas kepalanya, itu juga yang terjadi pada Wonpil.

Haha. Tidak.

"Kan semua hp kalian terhubung sama tuh wifi, kalo jaringannya banyak, berarti deket sana routernya." Saran Wonpil. Keduanya menatap anak itu dengan tatapan sengit. Jae menghela napas panjang, "Lu terlalu banyak makan garem keknya Pil. GUA BILANG WIFI-NYA MATI ASTAGFIRULLAH! Pengen banget gua garemin tuh mulut." Cengiran terpampang di wajah Wonpil.

Anak itu kembali mengetuk dahinyaㅡgesture sedang berpikir. Jae memangku tangannya, membuat gesture berpikir ala-ala patung yang selalu ada di setiap cover buku filsafat.

"Kalian udah nyari di belakang lukisan apa belum?" Tanya Wonpil. Brian dan Jae mengalihkan atensinya pada anak itu. "Lukisan yang nyeremin itu? Gila. Deket-deket ama lukisan itu aja ngga mau gua." Ujar Brian yang juga disetujui oleh Jae. "Lagian ya Pil...mana mungkin tu router ada di balik lukisan, masa routernya di tanem gitu di dinding?" Imbuh Jae.

Wonpil hanya mengendikan kedua bahunya, "Gua kan nyaranin aja. Kalo ngga mau ya udah. Gua balik kamar dulu mau mandi buat shalat jumat." Wonpil melenggang pergi meninggalkan keduanya.

Jae dan Brian saling berpandangan.

"Sebenernya gua benci ngakuin ini...tapi yodahlah. Gua keknya setuju ama Wonpil." Desis Jae. Brian memutar bola matanya malas, "Yaudah nyari dibalik lukisan aja. Tapi ajak yang lain, bisa ngompol gua kalo kita berdua aja."

Akhirnya mereka berdua memanggil ketiga temannya yang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Wonpil dengan handuk tosca di lehernya berjalan malas mengikuti keempat temannya yang lain.

"Mau nyari disini Jae?" Tanya Sungjin memastikan. Jae dan Brian mengangguk, "Saran Wonpil." Jawab mereka serempak. Semua atensi beralih pada Wonpil dengan wajah tanpa dosanya. "Hehehe." Kekeh Wonpil.

Kelima sekawan itu merapalkan berbagai doa dan ayat-ayat saat Jae dan Brian menurunkan lukisan untuk melihat apa yang ada di baliknya.

"Bismika allahumma-"
"Bukan doa mau tidur goblok!" Wonpil mencubit lengan Dowoon. "Sakit anjir-eh astagfirullah!"

Saat lukisan telah diturunkan, terlihat sebuah router wifi yang terlihat berbeda dari kebanyakan router wifi yang lain. Routernya lebih canggih daripada router biasa. Jae berusaha melepas router yang tertancap di dinding tersebut.

"Wes ini dia! Tumben pinter lu Pil."
"Gua ngga tahu mau tersanjung apa tersungging, Bri." Wonpil memamerkan senyum tak ikhlas miliknya.

Saat keempat temannya tengah sibuk dengan router wifi, Sungjin berjalan ke arah dinding tempat router tersebut ditanam. Ada sesuatu yang menyembul dari dalam dinding, seolah sama dengan router benda yang menyembul tersebut seperti ditanam di dalam dinding.

Sungjin menyentuh benda hitam yang menyembul dari dalam dinding. Saat menyentuhnya, Sungjin tersentak. Hal itu membuat Brian penasaran.

"Apaan Sung?"
Bukannya menjawab, Sungjin hanya menunjuk benda yang ia sentuh tadi. Wajahnya berubah pucat, Sungjin melangkah mundur perlahan. Brian ikut menyentuh benda yang juga membuatnya penasaran.

Alangkah terkejutnya ia saat menyentuh benda tersebut.




























Benda yang menyembul itu adalah rambut panjang.



"Anjir itu ra-rambut astagfirullah." Cicit Dowoon. Tanpa aba-aba, mereka berlima mundur perlahan dan masuk ke dalam kamar masing-masing, membiarkan lukisan tersebut tergeletak di lantai.

Demi apapun, hal itu sungguh menakutkan.
















Siapa sangka, penemuan ini membuat kelimanya dalam bahaya.








***

Makin nggak jelas kan?

Danar, Pejuang Matahari di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang