Laksa baru mengetahui ada pesan masuk dari Noura setelah kembali dari luar negeri.
Aku menelpon berkali-kali namun tidak ada jawaban, aku datang untuk meminta maaf dan memberitahu bahwa selama ini aku pulang ke Jakarta. Ini hari kedua aku mengunjungi apartemen, tetap sama tidak ada yang membukakan pintu.
Selama 3-4 tahun ke depan, aku tidak bisa datang karena melanjutkan studi bisnis di luar negeri. Tapi aku akan pulang begitu selesai.
Terimakasih atas pengertiannya.
Laksa melemparkan ponselnya hingga mengagetkan seseorang yang baru keluar dari kamar mandi.
"Terjadi sesuatu?"
Ia tertegun melihat wajah panik Kalina.
"Bukan." ah maksudnya tidak, jawaban apa yang akan diberikan laki-laki itu pada Kalina?
Gadis sialan itu pergi begitu saja dan nekat mengirimnya pesan seperti itu?
Kalina memungut ponsel Laksa dan mengembalikan pada laki-laki itu. Karena tidak ingin membuat Laksa risih ia tidak bertanya lagi.
"Apa yang jatuh?" Luna baru saja mengakhiri panggilannya dengan seseorang.
"Kamu tidak tidur di apartemen?" tanya Laksa mengabaikan pertanyaan adiknya.
"Tidak."
Laksa menarik nafas dalam dan mengembuskan dengan kasar, ia tidak bisa memarahi Luna. Lagi pula bukan adiknya yang menyebabkan masalah ini.
"Kenapa, terjadi sesuatu?" sepertinya tidak, Luna tidak merasa apartemen mereka kemalingan.
"Aku hanya khawatir." Laksa tidak bebas memperjelas ekspresi marahnya karena ada Kalina di antara mereka.
Luna bisa mencium amarah kakaknya, tapi dia belum tahu kenapa sang kakak marah.
"Tapi Luna baik-baik saja." Kalina menatap gadis itu. "Selama sepuluh hari kamu tidur di mana?"
"Rumah mas Lintar," jawab Luna enggan, kenapa wanita itu yang bertanya?
"Aku pergi sebentar."
Kalina segera menyambar tas miliknya yang tergeletak di sofa. "Aku ikut."
Laksa tidak bisa melarang wanita itu padahal dia sedang ingin sendiri untuk meluapkan amarahnya, untuk hal ini Luna tidak bisa membantu karena tahu hal yang tidak bisa dilakukan oleh kakaknya adalah membantah atau menolak keinginan Kalina. Lihat saja, Laksa mendengarkan perintah wanita itu dengan membawa serta Zaila saat perjalanan bisnis.
Heran, apakah karena pekerjaan dan apartemen ini membuat kakaknya tidak berani sekali saja menolak wanita itu?
Bukan tidak bersyukur, dari dulu Luna sudah memperingatkan kakaknya agar tidak tergesa-gesa membuat keputusan dengan menerima bantuan orang lain apalagi seorang wanita.
Mungkin aku harus bertanya pekerjaan seperti apa yang dilakukan oleh mas Laksa.
Laksa tidak pernah masuk ke klub, ini pertama kalinya, ia menyetujui ucapan Kalina yang mengatakan bahwa klub adalah pilihan terbaik untuk melepaskan amarah.
Banyak pilihan minuman yang akan membuat masalahnya hilang seketika begitu ujar Kalina, Laksa yang sedang marah tidak berpikir panjang dan segera meneguk minuman itu.
Benar seperti kata Kalina, perlahan kepalanya menjadi ringan Laksa yang tidak pernah tersenyum kini bisa tertawa. Perlahan minuman itu mulai menggerogoti kesadarannya, ini sungguh nikmat. Tak ada lagi bayangan Noura, gadis yang selalu membuatnya marah tidak terlintas juga masa kelam tiga tahun mendekam di balik jeruji. Dia seperti terbang, bahagia dan tidak ada beban hidup.
Laksa tidak tahu ada rencana besar yang sudah diatur oleh Kalina.
Setelah cukup mabuk wanita itu membopongnya ke sebuah hotel.
******
Luna tidak bodoh dia tahu tanda apa yang berbekas merah di batang leher kakaknya.
Ada kesedihan sendiri dan ia tidak bisa menahan lagi.
"Mas tidak pulang semalam, tidur dengan wanita itu?"
Laksa sedang sarapan kunyahannya terhenti ketika mendengar tanya sang adik.
"Dia memamfaatkan Mas?"
Perlahan Laksa kembali menguyah nasi goreng buatan adiknya.
"Mas sendiri yang bilang tidak akan pernah percaya pada orang-orang berkuasa, Mas juga berjanji akan mencari pekerjaan halal, boleh kutahu kenapa sekarang berubah?"
Laksa tidak bisa memberikan jawaban yang jelas selain fakta bahwa Kalina yang selama ini membantunya selama di penjara hingga dia keluar.
"Aku bekerja dan digaji sesuai dengan keringatku."
"Lalu bagaimana dengan semalam?" ah tidak, Luna akan bertanya langsung apa yang dilakukan Kalina sampai kakaknya itu tidak berani berkutik di depan Kalina.
"Hukuman Mas sesuai yang dituduh, jadi apa yang dilakukannya ketika Mas di penjara?"
"Dia sering datang dan kami berkenalan di sana, dia yang memberikan Mas uang, kamu ingat pernah bertanya dari mana Mas mendapatkan uang padahal Mas di penjara?"
Rasanya Luna ingin memuntahkan semua isi perutnya.
"Baju yang kamu pakai dan sekolahmu. Dia mengurus semuanya."
Luna menangis bukan karena terharu melainkan marah karena selama ini apa yang dimakan dan dipakai olehnya berasal dari wanita itu. Tiga tahun, bukan waktu yang singkat saat itu jika tidak ada bantuan dari Laksa bagaimana cara bertahan hidup dengan Zaila.
"Dan sekarang dia meminta Mas membayarnya?"
"Tidak." Laksa yakin Kalina tidak seburuk itu. "Semalam Mas mabuk."
Tangis Luna terdengar menyakitkan, dia yakin wanita itu memanfaatkan Laksa.
"Mas sedang membalaskan dendam pada orang berkuasa tanpa sadar Mas mengikat diri pada mereka, pernah berpikir seperti itu?"
"Kalina wanita baik."
"Wanita baik mana yang berani datang malam-malam ke apartemen laki-laki, setidaknya dia menjaga harga dirinya sebagai atasan."
Luna menyeka air matanya.
"Dia juga berani mengatur Mas." Luna tidak rela kakaknya dijadikan budak.
"Bisa kita kembalikan dan membayar semua yang pernah diberikan kepada kita?"
"Luna!"
"Aku serius Mas." Luna terisak. "Dulu kita juga hidup apa adanya, sederhana tapi bahagia."
Dulu kakaknya bekerja serabutan, membawa hasil keringat 50-100.000 sehari. Pergi pagi, pulang siang untuk makan lalu berangkat lagi. Bahkan sore kadang Laksa juga pulang membawakannya makanan baru pergi lagi dan pulang sekitar jam sembilan malam. Masa-masa itu masih diingat Luna, bahkan sampai kakaknya menikah. Tidak ada yang kurang dengan penghasilan Laksa, mereka tidak pernah ribut hidup rukun di rumah sederhana.
"Tidak bisa kita kembali ke kehidupan seperti dulu?" Luna tidak keberatan jika dia tidak sekolah lagi.
"Mas tidak mau kamu putus sekolah, kita hanya tinggal berdua Luna, Mas mau kamu jadi orang sukses."
"Tapi aku tidak mau, aku tidak tega melihat Mas bekerja seperti ini." juga bekerja pada orang seperti Kalina, dia tidak tega.
"Sekolah yang rajin dan jadilah orang sukses, setelah itu lakukan apa yang kamu mau."
Laksa tidak ingin memperlihatkan kesedihannya pada sang adik, ia tidak menghabiskan sarapannya dan bergegas masuk ke kamar bersiap untuk kerja lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksa cinta Noura
RomanceTiga tahun yang lalu gadis itu hampir diperkosa oleh segerombolan pemuda, Noura tidak menghafal satu persatu wajah mereka ketika kakaknya membawa seorang laki-laki ke depannya Noura mengatakan dia salah satu pelakunya. Dia Laksa, pria tertuduh yang...