21.Sedikit Tentang Jackson

164 27 0
                                    

━━━━━━━━━━━
W A R N I N G :
━━━━━━━━━━━
ʟᴇʙɪʜ ᴍᴇɴɢʜᴀʏᴀᴛɪ ʙɪsᴀ sᴀᴊᴀ ᴍᴇɴɪᴍʙᴜʟᴋᴀɴ ᴇғᴇᴋ ʙᴀᴡᴀ-ʙᴀᴡᴀ ᴘᴇʀᴀsᴀᴀɴ. ᴄᴏɴᴛᴏʜ ɢᴇᴊᴀʟᴀ sᴇᴘᴇʀᴛɪ ɴᴀɪᴋ ɴʏᴀ ᴛᴇᴋᴀɴᴀɴ ᴅᴀʀᴀʜ, ᴄᴇɴɢᴇɴɢᴇsᴀɴ ᴛᴇʀᴜs ᴍᴇɴᴇʀᴜs ᴅᴀɴ ʜᴀsʀᴀᴛ ɪɴɢɪɴ ᴍᴇɴᴇɴᴅᴀɴɢ sᴇsᴇᴏʀᴀɴɢ ʙᴜᴋᴀɴʟᴀʜ ᴛᴀɴɢɢᴜɴɢ ᴊᴀᴡᴀʙ sᴀʏᴀ.

Sᴀʏᴀ ᴍᴇɴɢʜᴀʀᴜsᴋᴀɴ ᴘᴀʀᴀ Gᴏᴏᴅ Rᴇᴀᴅᴇʀs ᴀɢᴀʀ ᴍᴇᴍʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ ᴅᴀɴ ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ, ʏᴀɴɢ ᴛɪᴅᴀᴋ ʙᴇʀʙᴀᴜ ʙᴜᴍʙᴜ ᴋᴇʙᴇɴᴄɪᴀɴ.

Tak suka ? Silahkan pergi Tuan/Nyonya  
sᴇᴍᴜᴀ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴋᴇɴʏᴀᴍᴀɴᴀɴ ʙᴇʀsᴀᴍᴀ.
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

❝   HAPPY READING FOR ALL    ❞

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━


Nama nya Jackson Wilson, anak cerdas nan tampan yang selalu bersikap ramah pada semua orang. Anak itu menunggu adik kecil yang sedang berada di rumah sahabat Ibu.

Menunggu penuh rasa bosan di kamar, Jackson memilih keluar dari kamar nya dan menuju dapur, perut nya kini terasa lapar.

Steff dan Elina tak ada, keduanya bersama si bungsu Victory. Sementara Jackson menunggu di rumah, anak itu menolak ikut.

Sesampai di dapur, Jackson bingung mau memasak apa, anak sekecil dirinya belum bisa apa-apa, tak ada makanan pula.

Dimana para Maid? Mereka di bayar bukan untuk bersantai, melainkan untuk bekerja. Namun kini majikan tengah di landa rasa lapar, maid-maid itu menghilang entah kemana.

Karena tak mendapati siapapun, Wilson itu menuju lantai dua, lebih tepatnya ruang kerja Steff.

Mata tajam anak itu menangkap gelagat aneh Seorang maid yang malah berada di ruang kerja sang Ayah, pintu ruangan terbuka lebar. Bukan menegur, Jackson memilih bersembunyi, mengamati apa yang di lakukan maid wanita berambut panjang itu. 

Bukan kah terasa sangat aneh, jika ada yang memasuki ruang kerja Steff, kecuali Steff sendiri dan keluarga kecilnya?.

Tangannya mengepal, kala melihat maid yang mengambil beberapa map kertas-kertas yang tentu saja lembaran penting milik sang ayah.

Anak itu keluar dari tempat sembunyi nya, wajah yang memerah karena marah, serta urat leher yang telihat mengencang, mata tajam itu menatap membunuh pada maid yang terkejut akan kehadiran nya yang tiba-tiba muncul dengan memecahkan guci mahal di dekat pintu. Menutup pintu dengan tangan kecil nya.

"Apa yang kau lakukan? Penyusup" Jackson mendesis kemudian, tatapan itu tak lepas dari gerak yang di lakukan seorang di depan.

"Tuan muda, bisakah anda tidak mengganggu saya? Saya sedang membersihkan ruangan kerja Tuan besar"

Maid itu membungkuk sebentar dan tersenyum ke arah Jackson, tentu saja itu hanya sebuah akting.  Senyum palsu nya luntur kala Jackson melempari nya dengan pecahan guci.

"Kembalikan barang ayahku!!" Pekik Jackson tak henti-henti melempari pecahan guci besar itu ke arah Maid yang menghindari pecahan dan menuju ke arah nya. Anak itu tak acuh pada tangan nya yang berlelehan darah, akibat pecahan tajam.

"Lepas!!" Pekik Jackson lagi ketika Maid itu menangkap nya.

"Tidak akan" ucap maid itu sinis, mendekap kencang Jackson yang tengah berontak.

"Akhh!"

Jackson  membelak terkejut saat pecahan guci tajam dan panjang di tangan nya tampa sengaja menancap dalam di mata maid kurang ajar itu, hanya terkejut beberapa detik dan kemudian seringaian terbit bersamaan pula aura aneh dari anak itu menguar memenuhi ruangan.

Maid itu mengerang sakit, mencabut pecahan guci di mata nya , menyebabkan tampa sengaja mata nya tertarik ikut keluar bersamaan dengan teriakan sakit  yang memekakkan telinga.

Tawa jenaka terdengar, berasal dari Jackson sendiri. Entah mengapa melihat orang di depan nya kesakitan menjadi kebahagian kecil bagi anak itu.

Anak itu berjalan santai mengitari ruangan ayahnya mencari barang yang di anggap akan berguna, kadang mendecih karena teriakan histeris itu tak henti juga. Siapa yang ingin melukai siapa? Siapa yang terluka oleh siapa? Lucu juga ternyata.

Tunggu! Mengapa ada pistol di balik laci? Jackson terkekeh. Anak itu ternyata menuruni sifat kejam dari Steff juga Elina.

"Pistol palsu?" Tanya Jackson pada diri sendiri,  menduduki kursi Steff dan mengarahkan pistol nya ke arah Maid di dekat pintu yang masih memekik kesakitan.

"Astaga. Padahal hanya matanya yang tercabut, dia seperti orang yang berhadapan malaikat maut" lirih Wilson itu mengarahkan pistol nya ke arah maid yang sekarang lebih seperti orang gila.

Terdengar bunyi letusan pistol.

Jackson melongo sejenak, pistol ini asli ternyata.

Bagaimana ini? Maid nya tak bergerak dan berbaring dalam kubangan darah yang mengenang, Jackson beranjak dari kursi dan menatap horor pada maid yang kini telah menjadi mayat saat di depan nya.

Padahal, hanya sekali tembak, dan hanya tertanam di kepala. Namun, Jackson bukan anak yang melakukan hal setengah-setengah, dari jarak nya yang hanya ada beberapa cm dari mayat itu, kembali mengarahkan pistol nya dan menembaki tubuh maid itu hingga darah menciprat ke Jackson sendiri.

beruntung tersamarkan oleh pakaian hitam yang dikenakan, sayang wajah putih nya terkena darah dari maid itu.

Ada untung juga ternyata kalau ruangan ini kedap suara.

Peluru habis, seketika Jackson menelan saliva nya kasar.

"Apa ayah marah karena Jekie menghabiskan peluru?" Tanya anak itu pada dirinya sendiri.

"Jackson Wilson" suara tegas itu membuat anak berusia delapan tahun itu menatap sang Ayah yang muncul tiba-tiba dari pintu.

Jackson dengan lekas menyembunyikan pistol di balik tubuh nya, menatap takut-takut kemudian menunduk. Berucap lirih.

"Maaf Ayah. Jekie tidak tau ini pistol asli, jadi Jekie tembakan. Lagi pula juga salah maid ini hendak curi barang berharga ayah" Steff menghela nafas.

Menutup pintu dan mendekat ke Jackson yang tubuh nya kini bergetar takut dengan tangisan. Menarik lembut pergelangan sang anak, Steff berjalan ke meja kerja nya.

Duduk di kursi dan mendudukan Jackson di pangkuan nya. Mengambil pistol miliknya dari tangan sang anak. Mengambil tisu dari laci, dan menyapukan nya pada wajah dan Lengan Jackson yang penuh darah, anak itu masih menangis.

"Kenapa menangis, hu'um?" Tanya ayah Wilson lembut pada sang anak yang bersandar di dada bidangnya.

"Jangan marah... Jekie tidak sengaja habiskan peluru nya... ayah tidak marah kan?"

"Tidak marah" jawab Steff sibuk dengan luka sang anak sebisanya dengan benda berguna di laci meja nya.

Simple saja, bekas sang anak tentu sang ayah yang akan membereskan.

"Temui Eyyi, adikmu tadi terus saja menanyakan mu" Jackson mengangguk saat tangan nya sudah di obati oleh sang Ayah entah kapan, dengan lekas ia turun dari pangkuan Steff dan berlari menuju kamar Adiknya, Victory.

Melupakan atau lebih tepatnya bertindak seolah tak ada kejadian barusan, anak itu tersenyum manis saat Victory menunggu nya.

My (D)evil BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang