15

142 25 1
                                    

Pagi hari kemudian, abelano terbangun dari tidurnya, menatap ke sekitarnya dan mendapati jeremy yang tengah tertidur pulas di sampingnya.

Perlahan air mata abelano menetes dengan sendirinya, entah kenapa ia merasa sedih saat melihat jeremy yang tengah tertidur menyamping dan menghadapnya, perlahan abelano pun mengusap lembut pipi jeremy dengan posisinya yang saat ini juga tengah tertidur menyamping menghadap jeremy, dengan beberapa luka di tubuhnya khususnya di bagian kaki kanannya.

Abelano pun mengganti posisi tidurnya menjadi telentang dengan lengan yang menempel di kedua matanya, menutupi matanya yang tengah menangis histeris sambil menahan suaranya agar tak membangunkan sosok sang kakak yang tengah tertidur di sampingnya tersebut

"Menangislah yang kuat, jeremy tidak akan terbangun karna tangisanmu yang tidak berguna itu, dosis obat tidur yang di minumnya lebih banyak dari punyamu" ujar javis di ambang pintu kamar dengan tangan yang terlipat di depan dada dan tubuh yang sedikit miring karna bersandar di ambang pintu.

Perlahan abelano menghentikan tangisannya tepat setelah ia mendengar suara dari orang yang paling di bencinya tersebut, abelano menatap sosok javis dengan mata sembab, bekas air mata yang tidak di lap dan tatapan penuh kebencian miliknya yang sanyangnya malah terlihat lucu di mata javis.

Sepertinya abelano memang tidak di anugrahi wajah sangar untuk membuat seseorang takut pada amarahnya, jadi sekali pun abelano benar benar murka, orang orang mungkin akan salah paham dan menganggapnya hanya sedang merajuk atau ngambek

"Aku suka tatapan itu, bagaimana keadaanmu?" Balas javis pada respon berupa ekspresi dari abelano tersebut, sambil berjalan mendekati sosok yang di tanyanya

"Sepertinya sudah lebih baik" jawab javis pada pertanyaanya sendiri karna abelano hanya memilih diam dan tidak menjawabnya sama sekali, masih dengan tatapan kebencian yang sama

"Aku akan membantu mencuci mukamu, tubuhmu masih sangat lemah, jadi kau belum bisa bergerak bebas dulu" ujar javis sambil menyentuh beberapa bagian tubuh abelano.

Terlihat abelano yang melakukan penolakan berkali kali karna tak ingin di sentuh oleh orang yang paling di bencinya tersebut, tapi tentu penolakan itu berakhir dengan sia sia, karna tangan javis masih mendominasi di tubuh abelano

"Khususnya di, sini!" Sambung javis dengan penekanan di akhir kalimatnya sambil menekan sedikit kaki abelano yang di balut perban, terlihat abelano yang langsung merintih kesakitan sambil meremas seprai kasurnya.

Javis nampak begitu menikmati ekspresi kesakitan dari sang adik tersebut, terbukti dari dirinya yang saat ini tengah tersenyum penuh kepuasan, tidak! Mungkin itu adalah senyum psikopat? Intinya itu adalah seringaian yang menyeramkan.

"Kakak.. ampun..ampun..hiks.. sakit! Tolong lepaskan..hikshiks.. jangan di pegang" pinta abelano dengan wajah memelas dan menahan sakit, javis pun melepaskan genggamannya dari kaki abelano, terlihat abelano yang langsung menarik nafas lega dengan tangisan sesenggukannya.

Seorang maid wanita pun datang ke kamar yang tengah di tempati abelano sambil membawa baskom yang sedikit besar di tangannya dan juga sebuah washlap atau yang biasa di kenal dengan sarung tangan handuk.

Javis pun memakai washlap tersebut, membasahinya dengan air di baskom, meremas sedikit washlap tersebut dengan genggamannya untuk mengurangi air yang tertampung di washlapnya dan setelah itu javis pun mengelap wajah abelano dengan washlap di tangannya, dia melakukannya dengan pelan dan lembut, sedangkan abelano sendiri masih tengah sesegukan dalam tangisnya, yang tentunya sama sekali tidak di pedulikan oleh javis.

Setelahnya, javis pun memberikan abelano makanan, tentu sambil menyuapinya juga, terlihat abelano yang terduduk di atas ranjangnya sambil menyandarkan punggungnya di kepala ranjang yang kebetulan terasa empuk karna terbuat dari spons.

ABELANO and the crazy FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang