05. Belenggu Kasih Sayang

3.5K 410 100
                                    

Note : Chapter ini nyaris 3000 kata, jadi
bacanya pelan-pelan aja, ya? Kalau bosen boleh diskip dulu :) thx u!

Hari senin merupakan hari yang penuh kontroversi, di mana pada hari tersebut banyak orang berlomba membual keluhan bahkan mengutuk siapapun yang telah menciptakannya. Memang, tak sedikit pula yang mendamba serta antusias dalam menunggu hari senin tiba.

Contoh saja empat serangkai di hadapan Dirga sekarang, meski waktu masih menunjukan pukul 05.00, tetapi wajah anak-anak kembar itu terpantau segar—ya, walau tetap saja sih aura khas bangun tidur dari ke empatnya masih melekat.

“Galen, maju ke hadapan Ayah dan tunjukan isi tasmu.”

Pemeriksaan tas, kegiatan tersebut sudah biasa dilakukan setiap senin, bahkan nyaris setiap hari Dirga mengecek barang bawaan sekolah milik empat anak kembarnya. Bukan karena tidak percaya, akan tetapi ia sedikit ragu.

Pasalnya dulu saat Galen, Ganta, Genta, dan Gala duduk di bangku Sekolah Dasar, isi tas ke empat putra itu selalu saja di luar nalar.

Mulai dari Galen yang diam-diam membawa pistol asli miliknya, Ganta yang dengan polos membawa tiga pasang anak kucing, juga Genta yang sama sekali tidak membawa buku pelajaran dan lebih memilih membawa setumpuk makanan ringan, buruknya lagi Gala yang begitu santai mengangkut semua pomade, parfum, bahkan deodorant kepunyaan sang Ayah untuk dijual pada teman-temannya.

Waktu itu, semua terasa kacau.

Sudah cukup, Dirga tidak ingin terulang untuk ke dua kali.

“Apa mata pelajaran hari ini di kelas?” tanya Dirga sembari membuka resleting tas berwarna abu milik Galen.

“Matematika, Fisika, Kimia, sama Bahasa Inggris, Yah.” Dirga mengangguk paham, kedua tangannya sibuk mengeksekusi buku catatan dan buku cetak yang ada.

Setelah kurang lebih satu menit, pemeriksaan itu Dirga akhiri. Aman, isi tas putra kembar nomor satunya terdeteksi nihil dari bahaya, tidak ada lagi pistol asli miliknya di dalam sana.

“Baik. Semuanya sesuai, tepat. Ambil ini, Galen.” Dirga menyerahkan tas tersebut pada sang empu, penerimaan diiringi senyum pun menjadi balasan kontan untuknya.

“Terima kasih, Ayah.” Setelah berucap demikian, Galen kembali dengan perasaan teramat lega. Iris cokelatnya pun ditinjau congkak pada tiga saudara kembar di belakang.

“Ganta, bawa tas kamu ke depan.”

Mendengar namanya dipanggil, Ganta segera mendekat. Ia melangkah pelan dibantu tongkat kruk yang menghimpit lengan kirinya. Baik sang Ayah ataupun saudaranya yang lain merasa tak tega harus melihat hal tersebut, bahkan salah satunya tergerak untuk membantu. Namun sayang, yang didapatkan hanyalah tolakan telak.

Ganta tidak mau dianggap lemah, pantang baginya untuk dikasihani. Laki-laki pemilik eyes smile itu lebih kuat dari yang mereka kira.

“Ini Ayah.” Dirga tersenyum tipis, meraih tas punggung bermerk itu sembari menatap sang pemilik cukup lamat.

“Ayah jangan lihatin Ganta kayak gitu, yang mau diperiksa 'kan tasnya, bukan Ganta.” Rupanya tatapan Dirga secara tak langsung membuat Ganta risih, kurva di wajahnya melengkung ke bawah. Bocah tampan itu mencebik gemas.

“Ganta—–”

“—–muka aku pucet ya, Yah?” Ganta menghela napas perlahan, punya Ayah yang sangat protektif memang terkadang menjengkelkan. “Emangnya kapan sih, aku nggak kelihatan pucet? Kan biasanya juga begini.” Akhirnya, senyuman tulus Ganta terbitkan. Ia tahu sang Ayah hanya khawatir.

Bentala & Jenderal [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang