Bagian 16

3 3 0
                                    

"Udah, Fi?" Tanya Reza.

Fia terdiam cukup lama di ruang ganti uks.

"Jadi gara foto ini gua dituduh yang engga-engga."

Fia baru saja membuka room chat grup sekolahan dan melihat foto pelukannya dengan Reza.

Tok tok

"Fi, lo ga pingsan 'kan?"

Fia langsung keluar dengan seragam baru.

"Bajunya kekecilan?"

Fia menggeleng, "Pas kok."

"Lo udah lihat semuanya?"

Fia tersenyum singkat. "Kasus yang sama, gua masih gapapa."

"Lo masih aja suka bohong, Fi. Gua tau kalau lo lagi ga baik-baik aja."

"Mau pulang atau ke perpus?"

"Balik kelas aja, Za. Bentar lagi pelajaran bu Ica."

"Hm, apa lo istirahat aja di sini? Ntar gua izinin ke bu Ica."

"Ga perlu repot-repot gini, lebih baik lo fokus belajar aja sana."

"Dengar gua menang olim aja bokap gua udah senang, bagi gua itu udah cukup. Gua juga butuh healing, Fi."

"Yang juara olim kemarin mah beda ya auranya."

Reza terkekeh pelan, "Bisa aja neng."

Fia menggenggam tangan Reza dengan lembut. "Maaf, gara-gara gua lo jadi ikut-ikutan di bully."

"Bukannya udah dari lama ya gua seperti ini?"

Fia langsung memasang wajah datar.

"Cie, marah. Mau dulu ataupun sekarang, ga ada bedanya. Semuanya bisa kita lalui bareng-bareng, okay?"

Fia mengangguk-angguk. "Lo memang sahabat gua yang terbaik."

"Masih dengan status yang sama ya bu, seperti dulu."

"Iya, pak. Lebih nyaman seperti ini aja."

Keduanya saling melemparkan senyuman.

Rumah Mikel

"Ini abang benaran sakit apa gimana? Coba deh jujur ke bunda."

"Duh, kepala Mikel sakit bun. Jangan ganggu dulu ya bun."

"Tumben abang sampai dua hari sakitnya? Biasanya mah cuma sehari doang udah sembuh." Ujar Gina di ambang pintu kamar.

"Anak kecil jangan sok tau, abang benaran ga enak badan."

"Adek boleh keluar dulu sebentar? Ada yang mau bunda omongin ke abang."

"Oke bunda, jangan lupa cubit abang sampai membiru ya bun."

"Kok kamu jahat, dek?"

"Abang suka bohong, makanya harus diberi pelajaran biar ga bohong lagi." Setelah mengucapkan itu Gina menutup rapat pintu kamar.

"Ada-ada aja." Mikel menggelengkan kepalanya.

"Bunda udah lihat semuanya."

"Lihat apa, bun?"

"Surat dari sekolah abang."

Mikel langsung terduduk di tempat. "Dari mana bunda bisa tau?"

"Ga penting abang tau bunda dapat dari mana. Kenapa bisa di skors? Seminggu pula lagi, apa yang sudah abang perbuat di sekolahan?"

"Mikel ga ngapa-ngapain, bun. Mikel cuma..."

"...Jangan buat alasan. Jawab aja pertanyaan bunda dengan jujur!" Seketika raut wajah Tya berubah menjadi serius.

Tender Relationship-EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang