-Happy Reading-
Hari ini adalah hari ulang tahun Xenara yang artinya menjadi hari ulang tahun untuk Zenard juga. Seketika Xenara ingat masa-masa dulu sebelum ibunya meninggal. Zenard sangat menyayanginya. Saat hari ulang tahun, keduanya—Xenara dan Zenard—bertukar kado. Masa-masa itu adalah masa-masa terindahnya. Namun setelah ibunya meninggal hari ulang tahun bagaikan hari kematian, benar-benar menyeramkan. Zenard yang membencinya akan menjadikan hari ulang tahun seperti neraka bagi Xenara. Tentu Xenard juga ikut berpartisipasi atas air mata yang berjatuhan di hari ulang tahunnya.
Kebencian mereka terhadapnya sangat mengerikan. Mereka terobsesi untuk melihatnya menderita. Memang sekarang dia sudah keluar dari rumah itu. Akan tetapi terror ulang tahun tak akan pernah dilewatkan dua bersaudara itu kan? Zeenard mempunyai banyak cara untuk menjadikan hari ini adalah hari penderitaannya.
Untuk itu, demi menghindari hari sialnya dia meminta izin bekerja lembur di café. Kebetulan hari ini adalah hari libur. Tak mengapa dia bekerja dari pagi sampai café ini tutup, terpenting hari ini dia tidak bertemu dengan manusia-manusia gila dari keluarga Heinz.
Tidak seperti biasanya, hari ini ada yang berbeda dari Dhita—pemilik café Dannia. Wajah yang biasanya super ceria hari ini sedikit ditekuk. Membuat Xenara bertanya-tanya dan juga penasaran tentang hari Dhita. Apakah wanita itu baik-baik saja? Atau jangan-jangan Dhita terlalu lelah, jadi raut wajahnya sedikit berbeda dari biasanya. Niat hati untuk berbicara dengan Dhita diurungkan. Takut sekali menganggu waktu wanita itu.
"Xenara!"
Itu suara Dhita. Spontan Xenara membalikkan badannya menatap si pemanggil.
"Iya kenapa, Kak? Ada sesuatu yang Kak Dhita butuhin?" sahut Xenara balik bertanya. Siapa tahu Dhita sedang butuh sesuatu atau meminta dibelikan makanan di luar? Biasanya wanita hamil selalu meminta yang aneg-aneh.
Dhita menggeleng lalu sedetik kemudian wanita itu melambaikan tangan, memberi isyarat Xenara agar menghampirinya. Xenara mengangguk patuh. Kakinya bergerak membawa badannya menuju meja paling ujung dekat jendela kaca. Tempat yang menjadi favorit Dhita.
"Kata Seline kamu mau lembur?"
Ah, Seline benar-benar tidak bisa dikontrol mulutnya. Itu terdengar tidak sopan. Seolah-olah dia tidak berani menyampaikan langsung permintaan di depan Dhita dan malah menyuruh orang lain. Mau tidak mau, sekarang sudah di penghujung akhirnya Xenara mengangguk.
"Duduk dulu," titah Dhita. Canggung, Xenara duduk.
Kini mereka berdua duduk berhadapan.
"Kamu sama saya santai aja. Saya enggak pernah nakutin kamu kan? Kenapa kamu harus takut dan minta Seline buat ngomong ke saya."
Niat Seline mungkin baik, tapi di mata Dhita ini tidak sopan. Terlihat jelas di mata wanita itu dan Xenara menyadarinya.
"Maaf Kak, sepertinya Kak Dhita salah paham. Saya tidak meminta Seline untuk mewakilkan saya, baru saat ini saya ingin meminta izin. Maaf kalau ini sudah menyinggung Kak Dhita," jelas Xenara. Berharap Dhita tak memandang buruk tentangnya. Sungguh, baru kali ini dia merasa begitu dekat dengan orang asing. Padahal sebelumnya dia begitu susah akrab dengan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Xenara
Teen Fiction"Satu hal yang perlu kamu tahu. Kamu bukan anak kandung Papa." Bagaimana jika tiba-tiba mendapatkan pernyataan seperti itu? Marah, kecewa atau sedih? Atau seperti ini, "Aku membencimu. Selamanya akan sangat membencimu. Kamu yang sudah membunuh ma...