22. Bunuh Diri✨

832 40 8
                                    

Gak PHP, update kan? Wkwk~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gak PHP, update kan? Wkwk~

HAPPY READING,

Niat Davean ingin segera memberi tahu ayahnya secepat mungkin sirna tatkala melihat kebahagiaan keluarganya menyambut kehadiran anggota keluarga baru. Sepanjang hidupnya dia belum pernah melihat Davier sampai sebahagia itu sampai meloncat kegirangan bak anak kecil.

Begitu juga dengan ibunya yang seketika bahagia. Kesedihan karena Xenara pergi dari rumah langsung menghilang saat anggota keluarga baru hadir ke dunia ini. Apakah dengan fakta ini kebahagiaan mereka akan bertambah atau malah menghilangkan kebahagiaan yang sudah ada? Apalagi selama ini ayahnya berupaya melupakan putri keduanya. Mengubur anak bungsunya itu sedalam mungkin sampai tak ada secuil pun ingatan tentangnya.

Perlahan Dave masuk ke dalam ruangan. Melihat dari dekat anak pertama adiknya yang begitu mungil nan menggemaskan. Kini anak itu tengah berada di gendongan Davier. Tertawa, merasa gemas sendiri melihat sosok bayi mungil itu.

"Davean?!" sentak Dhita memukul keras lengan Dave. Tetap saja tenaga Dhita tak ada apa-apanya seperti sentuhan kapas, mungkin karena lemah?

"Davean, kamu ke mana saja? Berdebat dengan Gerald sampai bengkak matamu?" tanya Davier setelah memberikan bayi itu pada Daniel, suami Dhita.

Mata Dhita membulat, menarik tangan Dave agar menatapnya juga. Melihat dengan seksama wajah bengkak Dave. "Kamu menangis Dave?"

"Aku tidak menangis," selanya.

"Kamu menangis? Kenapa? Apa ada sesuatu? Baru saja aku ingin mengomelimu karena lama datang ke sini, tapi ... apa ada sesuatu? Apa Kakek sudah datang dan memarahimu?" tanya Dhita bertubi-tubi melemparkan pertanyaan karena khawatir.

"Tidak, aku tidak akan menangis hanya kena omelan. Memangnya berapa kali aku sudah mendengar omelannya?" elak Dave, "aku menangis sebentar karena merasa bahagia. Aku menangis karena aku bersyukur kamu baik-baik saja."

Dhita tersenyum, menarik sang kakak ke dekapannya. Dave membalas pelukan Dave. Hampir saja dia menangis lagi, begitu lemah batinnya jika berkaitan dengan anggota keluarganya. Kepada siapa dia mengadu saat ini? Apa dia bertindak lebih dulu, jalan sendirian setelah terbukti benar barulah dia membicarakannya dengan mereka?

"Sudah memberikannya nama?" tanya Dave melepaskan pelukannya, menyentuh pipi bayinya.

Cucu dan cicit perempuan pertama, pasti akan diperebutkan. Gemas sekali.

"Daniella Cowdree," sebut Daniel lantang.

Kening Dave mengernyit, menatap Daniel sinis. "Apa-apaan itu? Kenapa ada namamu dinama keponakanku? Kenapa tidak Dhiella saja?" protes Dave tak terima.

"Istriku yang memberi nama," ujar Daniel membela diri.

"Kamu mau protes nama yang sudah aku berikan, tadinya aku mau memberikan nama belakang Baga—"

XenaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang