Arm bukan orang yang suka kerumitan. Ia suka segalanya sederhana, cepat, dan mudah, termasuk memasak. Karena itu kau tidak akan menemukan bahan masakan seperti sayuran di kulkas mereka, terlebih-lebih, rempah-rempah.
Jadi, Pol tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya ketika Arm menyajikan sepiring masakan rumahan.
Sebenarnya hanya nasi goreng, tapi itu jauh terlalu tidak biasa bagi Arm yang biasanya mencukupi dengan mi instan untuk makan malam.
"Apa ini?" Pol memandangi nasi goreng di meja dengan curiga.
"Nasi goreng."
"Bahkan nenekku tahu ini nasi goreng."
"Kalau begitu kenapa bertanya." Arm bersungut-sungut, menarik kursi bagi dirinya sendiri untuk duduk, "Kau mau makan atau tidak? Aku akan memberikannya pada pengawal yang berjaga, kalau kau tidak mau."
"Hei, kata siapa aku tidak mau?" Pol berkata sebelum membungkuk untuk mengecup pipi kekasihnya, dan menarik kursi di seberang Arm.
"Tapi, serius, Arm. Untuk apa ini? Ini bukan ulang tahunku, bukan juga ulang tahunmu. Dan... Ini bukan hari peringatan hubungan kita. Jadi, untuk apa ini semua?"
Arm mengunyah sesendok masakannya sebelum mengernyitkan hidung, "Terlalu asin."
Pol menatapnya sebelum menuangkan segelas air untuknya.
"Oke, kita langsung saja." Arm berdeham, "Kau ingat aku ini masih pacarmu, 'kan?"
"Jelas aku ingat!"
"Oke. Jadi, ada apa dengan anak ini?"
"Anak yang mana?"
"Anak kesayanganmu, yang mengikutimu kemana-mana tiap kita tidak melakukan tugas yang sama, yang memberikanmu makanan kemarin."
"Oh, Bright." Pol mengangguk-angguk paham. Jadi untuk inilah nasi goreng itu.
"Ada apa dengan dia? Orang-orang bergosip bahwa dia adalah 'mainan'mu." Arm menyuap nasi ke mulutnya.
"Dia bukan—Kau tahu aku tidak akan melakukan itu."
"Melakukan apa?"
"Bermain-main dengan perasaan orang."
Arm mengangguk dan mendengus tertawa, "Aku percaya, kau tahu, 'kan? Aku selalu percaya padamu."
Pol menghela napas, "Baru-baru ini ia belajar membuat nasi goreng, ternyata ia membuat terlalu banyak untuk dimakan sendirian. Aku tidak tahu ini benar atau tidak, tapi dia bilang aku adalah senior kesukaannya, jadi ia memberiku sebagian."
Tidak, ia jelas tidak akan melakukan itu. Ia tidak akan pernah melakukan itu, apalagi pada Arm. Lagipula, mereka sudah membuatnya jelas sejak awal bahwa mereka akan percaya satu sama lain, dan jika ada kecurigaan di antara mereka, mereka akan membicarakannya saat itu juga.
Dan terlebih lagi, mereka sudah melewati masa-masa cemburu tak beralasan. Selalu ada alasan valid di balik kecurigaan mereka.
"Bagaimana denganmu?" Pol bertanya, akhirnya mencoba nasi gorengnya. Arm benar, rasanya agak terlalu asin.
Tentu ia tidak akan mengatakannya.
"Aku? Ada apa denganku?
"Anak baru itu, yang membawakan dan membukakan botol air minum untukmu."
"Kenapa dengannya?"
"Aku tahu tatapan di matanya," Pol tertawa meledek, "jelas sekali ia tergila-gila padamu."
"Ah," Arm menutup matanya sebentar dan berhenti, "Ya, kau benar. Ia suka padaku."
Senyuman Pol sedikit meredup.
"Kau jelas tahu aku tidak akan membiarkannya jauh lebih dari itu." Arm mendelik.
"Aku mengajaknya bicara lebih dulu. Aku tidak bodoh, aku sudah melihat tatapan itu dalam matamu terlalu banyak."
"Maksudmu ia mirip denganku?"
"Bukan begitu!" Arm menentang, "Kalaupun iya, dia bukan orang yang memastikan aku baik-baik saja tiap selesai latihan. Sebotol air bukan apa-apa."
"Yah, oke." Pol meneguk airnya setelah memakan beberapa sendok nasi.
Lidahnya mulai mati rasa.
"Lalu, bagaimana? Setelah kau mengajaknya bicara."
"Aku bertanya apa tujuannya, ia tidak langsung menjawab, tentunya. Ia berusaha menghindari pertanyaanku, tapi ia mengaku juga akhirnya, bahwa ia menyukaiku."
"Dan jawabanmu adalah...?"
"Apa lagi? Aku sudah punya pacar, jelas saja."
"Kau tidak minta maaf?"
"Kenapa aku harus minta maaf karena punya pacar?" Arm mengerutkan kening.
"Yah, benar juga." Pol mengangguk-angguk.
"Apa? Kau pernah minta maaf karena sudah punya pacar?"
"Tidak!" Pol menengadah dari piringnya.
"Oke." Arm menyuap lagi nasinya, "Serius, Pol."
"Apa?" Pol, sebenarnya, sedikit panik sebentar.
Dimana lagi kesalahannya?
"Kau tidak harus memakan ini."
Pol menghela napas lega.
"Kenapa?"
"Kau tidak bisa merasakannya? Ini rasanya seperti ketumpahan setoples garam!"
"Rasanya baik-baik saja untukku." Pol melanjutkan makan.
"Tapi—"
"Tidak apa-apa, Arm." Pol memotong, tersenyum, "Kau yang membuatnya, 'kan?
Arm bersandar di kursinya dan menghembuskan napas, "Punya Bright pasti lebih enak."
"Hei," Pol menaruh sendoknya di atas piring, "Arm, lihat aku."
Ketika Arm tidak mengangkat pandangannya dari pangkuannya, Pol bangun dari tempat duduknya untuk berlutut di samping kursi dimana kekasihnya duduk.
"Sayang, lihat aku." Pada panggilan itu, Arm akhirnya menoleh pada Pol.
"Nasi goreng buatan Bright memang lebih enak, harus aku akui, tapi bagaimana kalau aku lebih suka buatanmu? Dia yang lebih sering mengikuti kemana-mana, tapi bagaimana kalau kau yang ada di pikiranku?" ujar Pol sambil menatap mata Arm lamat-lamat.
Pol mengambil tangan Arm yang lebih kecil dan mengenggamnya, "Ada banyak orang sempurna di dunia ini, tapi bagaimana kalau aku ingin kau yang menemaniku?"
Arm setengah tertawa, menghapus air mata yang menggenang di matanya. Pol cepat berdiri dan mencium matanya yang basah oleh air mata.
"Bagaimana kau bisa selalu menemukan kata-kata yang tepat untuk dikatakan pada waktu yang tepat? Bukankah kau harusnya jadi si pacar bodoh dan aku si pacar pintar?"
Pol berdecak, "Tidak, kau sudah cukup mendapat bagianmu pamer kecerdasan saat bekerja. Biarkan aku dapat bagianku, setidaknya di hadapanmu."
Arm menjulurkan lidahnya mengejek.
"Tapi, serius, Pol. Ini benar-benar asin." Arm berkata ketika Pol sudah kembali ke kursinya.
"Ini masih bisa dimakan." Pol menyuap lagi.
"Ini bukan makanan manusia."
"Kalau kau tidak mau punyamu, biar aku yang habiskan."
Arm menatapnya, "Kau bisa terkena tekanan darah tinggi setelah memakannya."
"Lalu?"
"Itu tidak sehat."
"Kau bisa merawatku hingga aku kembali sehat." Pol terus saja makan.
"Pol!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Simple Things (KinnPorsche The Series Fanfiction)
FanfictionTidak seperti Kinn dan Porsche atau Vegas dan Pete dengan latar belakang dan perasaan mereka yang rumit, Pol dan Arm hanyalah dua pengawal yang jatuh cinta. Dengan segala kesederhanaannya, mereka hanya mencintai satu sama lain. (PolArm/Armpol Fanfic...