Big, sambil berpura-pura memperhatikan senjata api yang dipajang, bisa merasakan pandangan Arm menusuk punggungnya. Itu membuatnya tidak nyaman, sejujurnya.
"Sialan, Arm. Bisa kau berhenti memandangku begitu?" Ia berbalik menghadap si pria berkacamata, menemukan Arm sedang menatapnya.
"Tolong bilang padaku, kau tidak menyuruhku melakukan ini hanya karena cemburu." Arm berkata. Di depannya, sebuah laptop terbuka menampilkan video yang sedang ditunda.
"Jaga mulutmu, kau—!" Big menahan diri dari menyumpahi pria di depannya. Ia masih butuh bantuannya.
"Aku tidak akan bilang pada siapapun."
"Kenapa aku harus percaya padamu?"
"Karena kau mempercayakan spekulasimu ini denganku?"
Big menutup mulutnya.
"Ini, kalau terbukti salah, bisa membawa kita berdua ke gerbang kematian. Atau lebih parah, jalanan. Dan teoriku tentang kau jatuh cinta pada Khun Kinn, meskipun akan membuat semua jadi canggung, sebenarnya tidak begitu berbahaya. Dan kau lebih bisa percaya padaku dengan teorimu daripada perasaanmu?"
"Itu cuma spekulasimu."
"Kau baru saja mengaku, lho. Kau bertanya padaku mengapa kau harus percaya aku tidak akan bilang pada siapapun." Arm bersandae di kursinya, tersenyum terlalu tulus untuk seseorang yang baru saja membongkar rahasia temannya habis-habisan.
Big membuang wajah, tangannya terlipat di dada.
"Aku janji tidak akan mengatakan ini pada siapapun, sungguh. Aku tidak ingin melihat diriku di sisi buruk Khun Kinn karena kebodohanku sendiri."
Big menghela napas kalah, "Oke, baik. Ya, aku menyukainya. Tapi, dengarkan aku, ini tidak akan memengaruhi dedikasiku, aku bersumpah. Dan soal ini, aku yakin kau akan paham kecurigaanku setelah melihat sendiri rekamannya."
Arm mengangguk-angguk. Big setengah duduk di meja di mana Arm sedang bekerja, kepalanya menangadah, menatap langit-langit.
"Yah, sebenarnya aku memang melakukan ini sebagian karena perasaanku juga." Ia meletakkan satu tangan dalam saku, "Aku tidak ingin melihat Khun Kinn sakit."
"Kalau kecurigaanku benar, berarti satu hari nanti, cepat atau lambat, Khun Kinn akan disakiti oleh Khun Tawan." lanjutnya.
Arm tertawa pelan.
"Kalau teori ini terbukti benar, dan mereka putus, apa yang akan kau lakukan dengan perasaanmu? Mengejarnya, atau menghilangkannya?"
"Aku tidak akan mengejarnya, atau menghilangkannya. Aku akan hidup dengannya."
"Kenapa?"
"Itu tidak patut."
Arm mengangguk paham. Seorang pengawal mencintai tuannya memang tidak patut.
"Aku tidak akan melakukan apa-apa dengannya. Kalau Khun Kinn menemukan orang lain yang baru, itu bagus. Kalau tidak, maka... Aku tetap tidak akan melakukan apa-apa. Yang bisa aku lakukan hanya berdiri di belakangnya, memastikan ia aman, menjaga kebahagiannya, itu saja. Lagipula, itu yang harusnya aku lakukan, 'kan?"
Ketika Big menoleh pada Arm, ia menemukan Arm menatapnya dengan aneh.
"Apa lagi sekarang?'
"Siapa kau? Dimana kau menyekap Big si Mulut Kotor?"
Big memukul keras lengannya.
"Itu lebih baik." ujar Arm, yang dijawab dengan pukulan kedua.
Mereka terdiam beberapa saat. Arm menonton rekaman CCTV dengan hati-hati, sementara Big menghibur dirinya sendiri dengan menatap senjata-senjata di depannya. Tapi ia bosan juga setelah beberapa saat. Ia lebih suka menggunakannya daripada mempelajarinya.
"Bagaimana denganmu?" Big bertanya tiba-tiba.
"Aku? Ada apa denganku?'
"Kau, dan Pol."
"Hah?"
"Jangan bilang tidak ada apa-apa di antara kalian berdua. Kau bukan satu-satunya orang bermata tajam di sini."
"Kami hanya berteman." Arm mengedikkan bahu.
"Ya, dan aku Rachmaninoff."
"Jangan membuatku sebal, kau masih butuh aku."
"Aku cuma butuh otakmu. Haruskah aku buka saja tengkorakmu dan mengeluarkannya?"
Arm memasang wajah meledek, sebelum keduanya tertawa.
Dipikir-pikir lagi, Big berhasil menepati janjinya, Arm membatin saat ia mendampingi Khun Tankhun dengan Pol di sebelahnya dalam upacara pemakaman Big.
Ia berjanji akan mencintai Kinn dengan caranya sendiri, dengan menjaganya tetap aman dan memastikan ia bahagia, yang ia penuhi.
Ia melakukan segala yang ia bisa demi kebahagiaan orang yang ia cintai.
Bahkan jika itu bukan bersamanya, bahkan jika itu akan menyakitinya, atau menyerahkan hidupnya untuk orang yang ia anggap saingannya.
Bahkan jika ia tidak lagi di sana untuk melihat Kinn.
Ia bisa mengatakan, Big tidak mati sia-sia. Dan Arm akan memastikan pengorbanannya tidak akan pernah sia-sia.
"Kau telah melakukannya dengan baik, Ai'Big." Arm berbisik pada angin saat tumpukan terakhir tanah menutupi makam di mana orang dengan cinta paling murni dalam hatinya beristirahat di bawahnya.
"Istirahatlah dengan tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Simple Things (KinnPorsche The Series Fanfiction)
Hayran KurguTidak seperti Kinn dan Porsche atau Vegas dan Pete dengan latar belakang dan perasaan mereka yang rumit, Pol dan Arm hanyalah dua pengawal yang jatuh cinta. Dengan segala kesederhanaannya, mereka hanya mencintai satu sama lain. (PolArm/Armpol Fanfic...