Keesokan harinya, kelasku sempat heboh karena akan ada kedatangan murid baru. Aku sebal setengah mati ketika beberapa teman laki-lakiku malah sibuk menerka-nerka.
Kira-kira cakep gak ya, bro?
Pasti anak kaya.
Kira-kira sexy gak ya?
Widihh, gue harap sih, dia tuh cewe yang feminim, lembut.. Gak kayak noh, si Dysti.
WOY, PAAN TUH NYEBUT-NYEBUT NAMA GUE?
Kabur woy! Kabur! Ada singa betina lagi ngamuk!
SEMBARANGAN LO YA!
Well, seperti itulah keributan di kelasku. Sudah dapat kupastikan kalau anak baru itu adalah si Iyuh-Ratih.
Namun aku juga begitu penasaram, bagaimana penampilan atau wajah Ratih. Yang kutakutkan adalah, Bayu. Aku takut kalau dia lebih menarik dibandingkan aku. Sehingga nanti, Bayu akan lebih memilih bersama Ratih .
Tapi tentu saja aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi.
Tak lama, Bu Witri masuk dengan seorang gadis. Gadis itu cantik. Manis.
"Anak-anak, ini ada murid baru. Namanya Ratih. Tolong bantu ia beradaptasi ya..." kata Bu Witri. Ratih tersenyum lalu maju menuju bangku kosong di sebelah kanan Dysti.
Aku mendengus melihat beberapa laki-laki langsung menghadap kearahnya hanya untuk berkenalan.
Sebaiknya aku tidak terlalu memerhatikan dia.
***
Begitu bel istirahat, aku buru-buru keluar kelas hanya untuk menemui Bayu. Aku harus lebih cepat daripada Ratih. Walaupun aku masih ragu bahwa Ratih mengetahui kelasnya Bayu.
Pas sekali, aku langsung berpapasan dengan Bayu. "Bay, Ratih itu beneran kesini, ke sekolah ini, dan parahnya, dia sekelas sama gue!"
"Ya udahlah, trus apa masalahnya?" Bayu menjawab dengan santai.
"Kalau dia buat masalah untuk misahin kita gimana?"
Dahi Bayu sedikit berkerut, "Jadi, maksudnya, ada kemungkinan gitu, gue bakalan suka sama dia? Lo gak percaya sama gue?"
"Bukannya gitu, Bay. Gue gak bisa nebak kedepannya kita gimana. Lagian, kemungkinan itu akan selalu ada. Gue takut Bay, apalagi seminggu liburan ini gue gak bisa nemenin lo. Itu waktu yang cukup buat dia lebih deket sama lo"
"Percaya sama gue. Cuma ada lo, Bell. Cuma ada lo. Lo harus percaya sama gue, okay?"
Aku mengangguk ketika Bayu menggenggam tanganku.
"Janji?" tanyaku memastikan.
"Janji"
***
Aku menyeruput jus jambuku sambil bersandar di pilar koridor.depan kelasku. Aku mendapatkan giliran jaga di depan kelas. Hal yang selalu kami lakukan saat menunggu guru-guru killer masuk ke kelas. Karena ku yakin, keadaan kelas didalam lumayan kacau. Jadi, ketika aku melihat guru sedang berjalan kemari, aku dapat memperingati teman-temanku untuk membereskan kekacauan yang mereka buat.
Aku melihat sekilas Ratih keluar dari kelas. Dia menatapku. Aku tahu itu. Ia pun berjalan melaluiku, ia menyenggolku keras.
Aku nyaris terjatuh, tapi jusku tidak. Ia langsung jatuh dan tumpah mengenai sepatuku.
"Oh my... I'm so sorry... Gue minta maaf, ya?" Ratih meminta maaf dengan nada yang dibuat-buat. Aku tahu ia tidak benar-benar meminta maaf.
"Iya, gapapa kok" jawabku sekenanya lalu membersihkan sepatuku dengan tissu.
Ratih berjongkok dan berbisik, "Gue tau kalo lo pacarnya Bayu. Tapi itu untuk sementara ini. Karena gue bakal ngerebut dia, dari lo!"
Aku hanya tersenyum. "Just see"
Aku melihat Bu Dewi, guru matematika kami berjalan ke arah kelas kami. Buru-buru aku masuk ke dalam kelas setelah membuang botol jusku.
"Bu Dewi! Bu Dewi!" kataku.
Teman-temanku yang sedang asik main bola di belakang kelas seketika berhenti dan buru-buru menyembunyikan bola kaki mereka.
Hanya dalam waktu singkat, semua murid di kelas sudah duduk semanis mungkin. Aku baru ingat ketika melihat di meja mereka semua sudah ada dua lembar kertas folio.
Hari ini ulangan harian Matematika.
"Dys, minta dong, kerta folionya, gue lupa bawa" bisikku pada Dysti.
Dysti mengeluarkan kertas folio dari tasnya dan menaruhnya diatas mejaku. Aku gugup. Entah bagaimana bisa aku melupakan ujian ini.
"Kita ujian hari ini. Gak ada buku diatas meja dan siapkan kertasnya" Bu Dewi langsung memberikan instruksi dan membagikan kertas ulangan.
Aku melirik Ratih yang tampak tenang-tenang saja.
"Ibu gak mau tau kalau kamu anak baru atau bukan. Tapi, dengan menjadi anak murid ibu, kamu juga harus bisa dapat nilai bagus di pelajaran saya" ujar Bu Dewi ketika membagikan kertas ulangan di meja Ratih.
"Siap bu" jawabnya.
Ketika semua sudah mendapatkan kertasnya, kami pun mengerjakannya dengan serius.
Aku menelan ludah susah payah ketika melihat soalnya. Rumus-rumus soal ini tak dapat kuingat.
Aku melirik sekilas kearah Ratih yang sepertinya dapat mengerjakannya dengan mudah.
S**t!
***
"Lo bayangin, Dys. Dalam sehari, dia udah jadi bintang kelas! I can't believe it" keluhku.
"Mau gimana lagi? I think, she's so awesome"
Kami berdua terdiam selama beberapa detik sampai akhirnya ku berteriak.
"Aargh!! Dia dapet nilai tertinggi mtk, dia bisa jawab semua pertanyaan Pak Armadi, she's got everything! Even the last pudding in the canteen. Dysti, this is not fair!" teriakku.
Dysti menepuk-nepuk pundakku.
Aku terduduk di bangku taman belakang sekolah.
"Dan kupikir, akan mudah baginya untuk merebut Bayu, Dys..." Aku menutup wajahku. Aku mulai meneteskan air mata.
Aku sayang sama Bayu.
Gue sayang sama dia...
Dan tiba-tiba, aku merasakan sebuah lengan memelukku. Aku mendongak dan menemukan wajah Bayu.
Ia mengusap air mataku. "I've told you. Semua bakalan baik-baik aja, okay?" ia tersenyum.
Aku memeluknya erat.
"Gue takut dia ngambil semuanya dari gue" kataku.
"Mungkin dia bisa ambil semuanya kecuali teman, keluarga, dan gue"
Aku melepaskan pelukanku dan tersenyum. Dan saat itu pula, aku melihat Ratih di balik gedung sekolah. Ia melihat kearah kami.
Dan ia sedang mematahkan ranting se kecil-kecilnya lalu menginjaknya.
***
Mulmed : Ratih
6 May 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabella
Teen FictionKetika seorang gadis manja harus meninggalkan posisi nyamannya. Copyright © 2015 by Lizz-chan