Epilogue

295 21 10
                                    

"I told you. As much as it is a destiny, I also acknowledge, and consciously admit, that it was a choice."

.

.

.

TW: Self-harm, Self-deprecation, Suicidal thoughts, Suicidal acts

Δ Read at your own risk Δ

.

.

.

Pagi itu Zhan terbangun. Sekeliling ruangannya terlihat kabur, ia bahkan tidak bisa membedakan barang yang satu dengan yang lain. Ia benci ketika ia bangun. Akhir-akhir ini, bangun tidur bukanlah suatu hal yang ia nantikan. Ingin rasanya ia tetap tertidur. Setidaknya, ketika ia tertidur, ia bisa kembali melihat dalam mimpinya.

Namun apa daya, sekali ia terbangun, akan sangat tidak mungkin baginya untuk kembali tertidur. Ia tidak merasa ingin meminum obat tidur lagi. Obat tidur dosis normal tidak lagi berfungsi untuknya. Entahlah, mungkin karena beberapa bulan ini ia selalu kesakitan, ibuprofen yang setiap hari diminumnya pun semakin lama semakin kekurangan fungsi. Awalnya 100mg cukup untuk membuatnya merasa nyaman dan bahkan membuatnya tertidur. Saat ini ia harus mengonsumsi 1000mg ibuprofen ditambah 500mg obat tidur agar ia bisa tertidur. Dan dosis itu pun sejatinya masih kurang. Tapi ia sengaja membatasi dosisnya agar tidak ketergantungan... 

Itu semua dusta. Bahkan ia sudah sengaja meminum 50mg amlodipine bersamaan dengan kedua dosis obat tersebut agar kinerja jantungnya bisa menjadi lebih lambat.

Tidak hanya penyakit fisik, sekarang penyakit mentalnya pun kambuh. Tidak mudah untuk lepas dari lingkar setan ini. Sudah lama ia tidak mengalami mental breakdown, sudah bertahun-tahun ia menjalani kehidupan yang lebih sehat. Tapi semua usahanya hancur akibat penyakit yang tidak diketahui ini. Ha! Luar biasa. Luar biasa! Ia sampai kehabisan kata-kata.

Tidak hanya itu, tentu saja tendensi dan pikiran untuk mengakhiri hidupnya kembali muncul. Bahkan jauh lebih kuat dibandingkan dahulu. Minum obat-obatan –yang seharusnya hanya boleh dikonsumsi sesuai resep dokter dan tidak boleh dikombinasikan sembarangan– diatas dosis normal? Oh tentu. Itu adalah metode self-harm yang paling sering ia lakukan. Kenapa? Karena ia tidak ingin mengotori kulitnya dengan sayatan-sayatan. Selain itu, tentu saja ia juga sengaja tidak makan. Ia merasa tidak layak untuk makan. Ha. Manusia tidak berguna seperti dirinya ini mana layak menikmati makanan.

Self-harm as a coping mechanism? Who are you even kidding here?

Who are you? You are no one. No one wants you here.

This disease probably a death card for you anyway. That's why no doctor could figure out what the fuck is happening with you.

'Shut up. Just shut up...'

Or what? Or you'll kill me when I'm not even real?

You know you can shut me down once and for all, right?

You just need to kill yourself. Just die. You could just hang yourself. Or maybe how about overdosing as usual? You know you're a pro in that field.

'I didn't overdose to kill my self, you shithead. I did it in order to NOT kill my self'

Pfftt— What a joke.

Not a Disney Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang