Bab 7 Sisip

179 3 0
                                    

Byurrrr.......segayung air di siramkan oleh seorang sekuriti tepat di wajah Danu yang lebam lebam parah dan noda darah hampir menutupi seluruh bagian mukanya.

"Happp.....auhhhh....!!!" Kata Danu yang langsung meringkuk memegang bagian bawah perutnya.

Danu yang masih terkapar di lantai kamar dengan tanpa sehelai pakaian pun menutupi tubuhnya, berusaha untuk bangun namun kaget ketika terlihat olehnya beberapa orang berkerumun di dekatnya.

Tiba tiba saja pandangannya nanar menatap wajah yang sama sekali tak asing buatnya, karena wajah itu adalah wajah Pak Seno yang seorang pimpinan di divisi di mana ia bekerja.

Danu tertatih menuju centelan baju tempat ia menyampirkan bajunya. Dan tanpa menghiraukan rasa malunya pada orang orang yang pasti memperhatikan gerak geriknya, ia mengenakan pakaiannya satu persatu, tanpa berani menatap balik orang orang itu.

"Kau ga kenapa kenapa Dan?" Tanya Pak Seno pertama kali.

"Hancur boss..." Jawab Danu datar sambil menatap wajah pimpinannya itu.

"Dan..Dan..kamu kok tega bener, sama teman sendiri begitu..." Ujar Pak Seno lagi.

Danu hanya diam saja namun kepalanya celingak celinguk seakan mencari sesuatu.

"Wanitamu sudah pergi dari tadi, istriku tadi memberinya ongkos buat sekedar dia pulang." Ujar Pak Seno lagi seakan menjawab dari pertanyaan Danu dalam hatinya.

"Kok boss bisa ada disini?" Tanya Danu pada Pak Seno, sementara beberapa orang mulai keluar dari ruang kamar itu.

"Aku ada urusan. Bukankah tempo hari aku juga sudah bilang ke kamu bahkan nawarin kamu untuk pulkam bareng." Ujar Pak Seno.

"Maaf pak saya lupa.." Kata Danu.

"Lupa apa sudah ga tahan ingin mengencani istri temanmu..??" Balas Pak Seno lagi ketus.

"Memalukan...apa kau paham akibat perbuatanmu itu?...Iwan itu kan yang membuatmu bisa kerja di pabrik selama ini. Apakah bagimu itu hanyalah semacam hal yang sepele?" Tanya Pak Seno cukup keras.

"Kami saling mencintai pak...sebab saya dan Ambar juga telah kenal sejak lama." Balas Danu sambil menundukkan kepalanya.

"Itu tidak tau diri namanya, dzalim namanya, yang kau cintai itu istri temanmu sendiri, seandainya kau yang ada di posisi Iwan kira kira gimana perasaanmu? Ah sudahlah, sebaiknya segera selesaikan urusanmu...saranku minta maaflah pada Iwan dan bertanggung jawablah..." Ujar Pak Seno.

"Baiklah pak, saya permisi..." Kata Danu lirih kemudian berlalu meninggalkan tempat yang telah memberinya sejuta kenikmatan beberapa bulan belakangan ini namun pada akhirnya menggoresnya pula dengan sejuta noda pada wajah dan hatinya.

Danu segera membungkus kepalanya dengan helmnya, lalu tanpa menoleh lagi segera melajukan motornya dengan hati di penuhi amarah dan dendam yang bergolak golak serasa mendidihkan jiwanya.

Sesaat masih terbesit Ambar di pikirannya, namun lekas di buangnya jauh jauh, dari awal Danu sama sekali tak pernah berniyat ingin mempertanggung jawabkan apapun atas perbuatannya bersama Ambar. Karena ia hanya tertarik menikmati tubuh Ambar semata mata karena rasa iri hatinya pada Iwan.

"Persetan pelacur itu." Gumamnya berkata pada diri sendiri, yang dalam batinnya sakit hati karena Ambar meninggalkan dirinya dalam keadaan yang sangat memalukan. Kenyataan itu tiba tiba membuatnya menjadi sangat membenci Ambar.

Lalu teringat bagaimana Iwan begitu bernafsu memukulinya, membuat hatinya semakin di penuhi amarah.

"Cuihhh...tak sudi aku minta maaf pada si dungu itu." Ujarnya dalam hati.

GERBANG MASA DEPAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang