11 -END

155 21 9
                                    

...

Histeris. Itulah yang terlihat dari orang orang yang telah berjumpa pada korban yang telah ditemukan. Mereka senang namun juga sedih lantaran satu dari mereka belum 'pulang' ke dekapan mereka.

Jangan sampai Bokuto didekap oleh gunung. Kata itu merujuk. Berpulang di gunung ini maksudnya. Mereka tak mau sampai semua berakhir disini. Rasa cemas tak henti henti nya muncul. Setelah mengetahui itu pun keluarga Bokuto menyusul. Disana mereka tak kuasa m melihat keadaan Bokuto yang tak sadar.

"Kita gak bisa ikhlasin dia pak!" Ibu Bokuto nampak histeris melihat anaknya dihadapannya kini terbaring kaku. Disampingnya terlihat Daichi dan Sugawara yang menunduk tanpa sepatah katapun.

Saat itu sebagian anak perusahaan sudah pulang demi melanjutkan tugasnya, terkecuali Sugawara dan Daichi yang masih menemani Bokuto yang tak sadarkan diri.

"Iya Bu tenang! Dia sedang mengelana. Sebentar lagi pulang." Ayah Bokuto mengelus punggung dengan menenangkan ibu Bokuto. Daichi menelan ludah. 'Kita harus gimana.'

"Daichi.. Bokuto bakalan pulang kekita kan.." Ujar Sugawara dengan raut hendak menangis. Dia seperti menyesal semenyalnya mengenai hal ini. Daichi tersenyum sendu. "Iya tenang aja. Kita doa banyak banyak buat rekan kita."

...

Bokuto menengok kesekitar warung yang kini dia kunjungi. Persis seperti sebuah warteg yang biasa ia kunjungi semasa bekerja. Keramaian yang tak asing ini yang membuatnya kebingungan sebenarnya apa yang tengah ia alami?


Bapak tua itu memakan makanan dengan santai. Bokuto tidak menyentuh sedikit pun makanan yang ada dihadapannya. Meski didepannya kini terlihat ayam goreng, lalapan serta sambel yang membuatnya tergiur. Rasanya ia hampir khilaf oleh rasa lapar yang saat ini ada di perutnya.

"Saya bisa nunggu sampai bapak selesai makan." Ujar Bokuto dengan sopan dan tersenyum kecil. Membuat lelaki itu berhenti dari aktifitas nya. Dia mengangguk. "Iya tunggu saya ya?"

Bokuto mengangguk dengan sabar. Dia kini terdiam. Begitu dirinya melamun. Seseorang nampak duduk disampingnya. Membuat Bokuto menoleh dan memberikannya tempat disamping Bokuto.

Sreet...

Bokuto tertegun. Seorang pendaki yang terlihat tinggi sekali duduk disampingnya tanpa menampilkan ekspresi apapun. Bokuto menengok kearah Bapak tua dengan tanda tanya. "Pak.. maaf apa saya buat kesalahan?"

Dia menggeleng. "Coba tanya dia saja." Bapak tua itu menunjuk kearah lelaki itu. Otomatis Bokuto mengaduh. Nampak repot seperti nya harus bicara dengan mahluk disampingnya.

Sudah jelas disampingnya bukan manusia. Tubuhnya nampak tak wajar meski dengan ciri ciri selayaknya manusia. Lelaki itu bergidik namun pura pura biasa saja.

"Mas. Sudah lama disini?" Tanya Bokuto dengan sok kenal sok dekat. Begitu mendengar ucapan Bokuto lelaki tinggi semampai mulai menengok kearahnya dan menunduk kearah Bokuto. Tatapan yang membuatnya membeku dan merinding karena gak main main suasana yang ia buat. Dia mengangguk dan tersenyum kecil. "Iya mas. Lama. Lama sekali."

Bokuto melihat mata kosong itu dan perasaan sesak tiba tiba datang. Dia mengelus dada. "Semoga tenang mas." Ujar Bokuto tiba tiba. Entah apa yang ada dipikirannya.

"Apa yang kamu rasakan begitu melihat dia?"

Surai abu itu terdiam sejenak. Dia menghela nafas. Menggeleng. Sebenernya perasaan sakit, dingin, putus asa ia rasakan. Tak ada takut. Hanya sedih yang membuat dadanya ngilu.

"Apa.. mas itu bisa pulang bareng saya pak?" Tanya Bokuto. Merasa bersalah. Disana si jangkung itu hanya berdiam diri. Tak menyentuh makanannya juga. Sayangnya bapak itu menggeleng. "Ada hal yang harus dia bayar disini. Akibat perbuatannya."

Iba ia rasakan begitu mendengar ucapan tersebut. Tak ada kata kata lagi yang mampu keluar dari mulutnya. Entah apa perasaan seseorang yang tak bisa pulang. Atau terjebak disini entah sampai kapan. Membuat Bokuto tanpa sadar melafalkan sebuah doa untuk ketenangan masnya.

"Nak, waktunya kamu pulang."

Bokuto tau tau membuka matanya. Begitu berdoa dia tak sadar menutup matanya dan bangun bangun berada di hutan lagi. Kali ini hutan terakhir kali ia masih didunianya. Tatapan tak percaya ia lontarkan ke lelaki sepuh itu. "Saya akhirnya bisa kembali pak?"

Dia mengangguk. "Tentu. Perjalanan kamu tidak sampai disini saja. Ingat bahwa kamu tersesat dengan teman teman kamu juga itu akibat ulah kalian sendiri. Jangan buat sesuatu yang gak bisa dimaafkan dan melanggar etika dimana pun kalian berada." Setelah berucap itu ia mulai menghilang dari pandangannya. Namun sebelum itu nampaknya ia melihat seseorang yang tadi bersamanya. Mas mas tinggi semampai yang berdiri tak jauh darinya.

Bokuto melangkah dengan cepat dan meraih lelaki itu. Jaketnya ia tarik. "Mas! Ayo pulang sama sama! Kebetulan Bapak itu udah ga disini!"

Sreet!!

Tangan dingin itu sampai digenggam oleh Bokuto. Erat. Lalu yang ia rasakan adalah pandangan yang mengabur. Bokuto tak percaya dia akan tak sadarkan diri untuk kesekian kalinya. Perasaan menggenggam pun mulai hilang dan ia tak sadarkan diri setelah nya.

...

Doa bersama sama tengah dilakukan oleh rekan Bokuto dan keluarganya. Sudah seminggu nampaknya Bokuto belum sadar. Lelaki itu tetap menutup matanya dirumah sakit kota dimana keluarganya tinggal. Disana bolak balik rekannya menghampiri. Melihat keadaan temannya yang tak kunjung sadar.

Hingga suatu ketika pada malam hari. Dimalam Rabu. Semua orang yang berkunjung dibuat kaget karena Bokuto tiba tiba membuka matanya dari tidur nya yang lama.

"Bokuto?!! Pak, Bokuto sadar!"

Orang orang yang tengah berdoa di ruangannya otomatis berhenti dan bangun dari duduknya. Mendekat kearah bangsal rumah sakit yang saat ini Bokuto tiduri. Lelaki bersurai abu abu itu membuka mata lemah dengan ekspresi linglung.

Haru terasa. Disana Aone, Kuroo, serta Daichi yang berada disana mengelus dada dengan berucap didalam hati mereka. Kuroo menutup wajahnya. Gemetar melihat Bokuto yang sadar.

Daichi tersenyum dan menepuk punggung kawannya. "Bokuto udah sadar. Lu gak perlu nyalahin dirilu terus Kur." Kuroo terisak. "Akhirnya bro lu sadar.." Paraunya.

Beberapa perawat menghampiri Bokuto dan dokter memeriksa keadaannya. Bokuto menengok keberbagai arah. Dia berujar dengan suara serak. "Mas itu.. kok gak ada."

Ibunya menggeleng. "Nak, istirahat dulu." Dia memegangi tangan Ibunya dan menurut. Dia lalu menengok kearah kawan kantornya. Melihat kawannya baik baik saja dan jelas itu Kuroo yang asli membuat Bokuto bernafas lega. Dia tersenyum lemah. Dia pun mulai mengejek.

"Minimal jangan pincang.."

Aone membelak dan menutup mulutnya. Hendak tertawa. Kuroo membelak. Wajahnya memerah malu. Daichi yang heran hanya menepuk jidatnya. "Hadeh baru juga siuman."

"Untung lu masih sakit ya. Ntar tunggu di kantor gua bully Lo!" Ujar Kuroo. Setelah itu kembali menangis.

Dan setelah itu kejadian itu membuat sebuah kisah yang membekas. Tak ada lagi pemikiran hendak ke gunung sama sama saat liburan. Siapa yang akan mengalami hal serupa dua kali. Tentu itu mimpi buruk bukan.

Entah siapa yang salah diantara semua orang yang ada disana. Yang jelas, mereka tau sebuah hal yang tak baik telah mereka lakukan dan membuat penghuni gunung marah. Itu sebabnya mereka mulai intropeksi diri dan berharap tak mengulanginya lagi.



Dan cerita ini pun tamat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PENDAKIAN - HAIKYUU AU! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang