Jangan lupa vote yaaa..
Follow for follback ✨✨🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟
Hari itu, Zora sampai di sekolah hujan masih turun dengan derasnya. Dari dalam kelas terdengar bunyi air benar-benar kaca jendela."Woi, Zora. Ada cowok pindahan baru ke kelas kita. Anaknya cakep, lho." Sahabat baikku, langsung saja nyerocos sambil duduk di bangku sebelahku yang kosong.
"Tenang sedikit kenapa, sih. Lagi asyik baca, nih," sahut zora tak peduli.
"Jangan sok tenang, ya. Awas aja kalau lo sampe naksir sama tuh cowok "
Sembari tersenyum. "Kita lihat aja nanti," jawab Zora yang masih tak peduli.
Fay mendengus kesal. Tapi ia tak sempat berkata-kata lagi karena pak Hamzah sudah masuk ke dalam kelas. Dan.. oh! yang berdiri sendiri itu kan anak baru.
Mulailah kelas itu menjadi ricuh karena kedatangan murid baru. Setelah anak-anak tenang, pak Hamzah mulai memperkenalkan murid baru itu kepada Zora dan teman-temannya. "Anak-anak, kalian sekarang mempunyai teman baru. Ayo, Nak. Perkenalkan dirimu dengan teman-teman barumu," kata pak Hamzah mempersilahkan.
Terlihat jelas raut wajah Zora yang tidak tenang.
"Mampus lah gue. Kok jadi tegang gini. Nih jantung napa dag dig dug Mulu sih. Ini beneran kah? Dia bukannya cowok yang tadi di pantai?" Zora membatin.
"Hai, nama gue Nathaniel Gio Alfaro. Panggil aja Nathan." Sambil tersenyum.
"Tuh, kan?! Apa kata gue," bisik Fay dari seberang tempat duduknya.
Zora hanya terdiam, tak mampu berkata-kata. Cowok yang beberapa jam lalu dia lihat di tepi pantai, sekarang sedang berdiri memperkenalkan dirinya di depan .
"Gue emang ngerasa bakalan ketemu dia lagi, tapi gk nyangka aja ketemunya hanya berselang beberapa jam. Hadeh, bisa gitu ya." Zora membatin lagi.
Nathan pindah ke sekolah Zora pada awal semester tiga, setelah pelajaran berlangsung lebih dari seminggu. Aneh! Kenapa pindah sekolah tidak pada waktunya? Apa mungkin tangisannya di pantai ada hubungannya dengan penyebab kejadian hari ini? Jika dilihat dia berbeda sekali pada saat di pantai tadi. Nathan sama sekali tidak menampakkan kesedihan. Bahkan memberi kesan sehat, periang, dan bahagia.
Pak Hamzah, wali kelas, lalu menunjuk bangku kosong di sebelah Zora. "Nah, kamu boleh duduk di sana, Nathan." Dengan bersemangat, Nathan mengiyakan. Lalu berjalan menuju bangku kosong itu.
Deg! Deg! Deg!
Jantung Zora sepertinya tidak aman. Bangku disebelah Zora memang kosong. Pada akhir semester dua, murid yang duduk disebelah Zora pindah sekolah. Tapi sekarang, bangku itu akan diduduki cowok yang dilihat Zora menangis di tepi pantai. Wow!
"Aduh, moga aja dia gk nyadar kalau gue yang ngeliat dia nangis di pantai tadi." Ucapnya dalam hati.
Dua meter lagi... Satu meter lagi... Dia semakin dekat.. Zora makin panik. Namun, dengan langkah ringan Nathan terus berjalan ke arah Zora.
"Hai, kenalin . Nama gue Nathan." Sambil tersenyum lalu menarik kursi yang ada di sebelah Zora dan duduk.
"E-eh, iya. Nam..." Ucapan Zora tiba-tiba terhenti. Karena dengan cueknya Nathan langsung menghadapkan wajahnya ke arah papan tulis. "Kok jadi kesel ya." Gumamnya tanpa mengeluarkan suaranya.
Walaupun telah melihat Zora, tampangnya sama sekali tidak berubah. Padahal Zora sudah tidak bisa menahan diri. Apakah Nathan tidak mengingatnya? Wah, nih cowok pikun kali ya. Padahal baru aja ketemu. Atau tampang gue nggak layak diingat? Nggak cukup cantik untuk diingat cowok? Pikir Zora. " Aduh, kok gue jadi mikir yang macem-macem sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at the First Sight (END)
Short StoryKuy, follow for follback ✨✨ follow author dulu sebelum baca .. Jangan pelit buat vote yaa.. ~Zora Sheila Jayanti. berusia tujuh belas tahun. tinggal di kota kecil di pinggir pantai. termasuk perempuan sederhana dan bukan dari keluarga kaya. *** "wo...