Jangan lupa vote yaaa..
Follow for follback ✨✨🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟
Seminggu telah berlalu sejak kejadian hujan di hari Senin.
Tapi hari Senin ini udara cerah sekali. Zora duduk persis di dekat jendela, dia sedang makan siang bersama Fay, Sahabat karibnya. Selesai makan siang, murid-murid cowok bermain basket di lapangan sekolah. Tanpa sadar Zora terus memandang Nathan yang sedang asyik bermain basket.
Pikiran Zora melayang ke peristiwa hari Senin minggu lalu. Zora juga teringat perkataan Nathan sewaktu pertama kali masuk kelas, "Cantik. Ini keduanya kalinya kita ketemu." Walaupun jantung Zora serasa berhenti saking kagetnya, tapi.. Nathan sama sekali tidak bilang apa-apa mengenai kejadian di pantai.Zora juga tidak punya keberanian untuk menanyakannya, walaupun hal itu terus mengganggu pikirannya. Wajah Nathan yang diliputi kesedihan. Air matanya yang jatuh membasahi pipinya.
Dari jendela, Zora melihat cowok itu sedang mendribble bola basket. Syuuut! Bagaikan ikan terbang dia meloncat sambil memasukkan bola. Bola itu pun masuk ke dalam ring basket. Pluung! Yap! Dia memang jago berolahraga, terutama basket. Keringat membasahi dahinya. Tapi ia tidak memedulikannya. Nathan tertawa riang sekali. Aneh! Zora tak percaya dengan penglihatannya sekarang. Cowok yang dia lihat begitu sedihnya menangis di pantai, sekarang sedang bermain basket dengan gembira.
"Ekhem. Ngelamun, ya? Ngelamunin Nathan nih, ye."
"A... apa?"
Zora menatap ke depan. Fay sedang tertawa cekikikan. "Tuh, liat! Saos Lo kebanyakan. Ntar sakit perut. Pfft,"
Ups! Gawat! Bakso gue kebanyakan saos. Padahal gue paling anti makan saos. Soalnya kata mama, nggak baik buat kesehatan kalau kebanyakan makan saos. Pasti gara-gara gue mikirin tuh cowok. Tapi nggak mungkin gue bilang ke Fay. Malu sama Fay, kan?
"Eh, nggak yah. Siapa juga yang ngelamunin cowok nggak jelas itu."
"Ceilah, pake boong lagi."
"Siapa yang boong. Emang bener kok."
"Tapi gue liat mata Lo terus-terusan merhatiin Nathan."
"Dih, kagak. Orang gue lagi ngeliat si Devan kok."
"Udahlah nggak usah ngelak. Nanti dosa. Lo tau kan, kalau soal beginian, gue ahlinya."
"Bener kok. G..gue ngeliatin Devan lagi main."
"Ngaku aja deh. Gk usah malu. Tuh liat, muka Lo udah merah kayak kepiting rebus."
"Tau ah, Fay nyebelin."
"Tapi Nathan emang ganteng dan keren, sih. Gue gk nyalahin kalau Lo naksir. Nah, bener kan apa yang gue bilang dulu!"
"Bilang apa, sih?"
"Pura-pura lupa, ya. Makanya Lo jangan suka cuek gitu. Buktinya sekarang Lo naksir kan sama Nathan?"
"Dih, mana ada. Gue cuma..."
"Cuma apa, hayoo?"
"Gk.. bukan apa-apa."
Sebenarnya Zora ingin menceritakan semuanya kepada Fay. Tapi tidak jadi. Zora harus tetap menyimpan rahasia Nathan. Zora tidak boleh menceritakannya, walaupun kepada Fay, sahabat karibnya.
"Ayolah. Sebenarnya ada apa sih, Zora?"
Fay sepertinya tau apa yang sedang dipikirkan Zora.
"Nggak. Gk ada apa-apa, kok."
"Bener? Gk ada apa-apa? Tapi kayaknya Lo nyembunyiin sesuatu." Fay menatap tajam ke arah Zora memastikan sesuatu.
"Iya, gk ada apa-apa kok Fay."
Fay menghela nafas. "Zora, Lo tau? Lo itu gk pinter bohong. Makanya kalau mau bohong, belajar dulu sama gue. Gue kan ahlinya. Bohong yang gk merugikan tentunya."
"Ck. Membela diri rupanya. Emangnya bohong yang gk merugikan itu kayak gimana, sih? Setau gue semua bohong itu merugikan."
"Ya, bohong itu macam-macam. Bohong yang merugikan orang lain jelas gk baik karena ada pihak yang dirugikan. Lo tau sendiri contohnya, kan? Nah, bohong yang tidak merugikan itu maksudnya baik. Misalnya, ada orang yang lagi nyari musuhnya mau berantem. Terus dia nanya sama kita tempatnya. Nah, mending kita pura-pura gk tau, kan? Jadi, mereka gk jadi berantem. Wah, kok jadi ngelantur. Ayolah, zora. Ngomong dong kalau ada sesuatu antara Lo sama Nathan. Siapa tau gue bisa bantu."
"Gk ada apa-apa." Zora tetap bersikeras.
"Syukurlah kalau gk ada apa-apa. Tapi kalau Lo lagi ngelamunin Nathan, gk perlu malu juga kali. Cewek suka sama cowok itu hal yang wajar, kan? Tapi kalau itu pengalaman pertama Lo suka sama cowok, yah.. maklumlah."
Fay berbicara panjang lebar sambil memandang keluar jendela. Zora hanya diam, tidak terlalu mengerti maksud perkataan Fay. Mungkinkah karena Zora bodoh, atau berpura-pura bodoh? Atau karena kurang pengalaman dalam cinta-cintaan seperti ini? Ya, Zora akui. Dia memang belum pernah naksir berat sama cowok. Paling sekedar suka. Dan tentu saja belum pernah pacaran. Walaupun sebenarnya kepingin juga, sih. Seperti teman-teman lainnya. Tapi, di satu sisi merasa tidak terlalu peduli.
"Zor, liat tuh si Nathan masukin bola lagi."
Spontan Zora memandang ke luar jendela.
"Nathan jago banget ya main basketnya." Fay nampaknya kagum dengan kemampuan Nathan. "Dia juga hebat bisa langsung beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungan barunya."
"He'em, nggak kayak anak baru lainnya. Orangnya supel, sih," kata Zora, mengomentari perkataan Fay.
"Anaknya juga ramah dan nggak sombong. Coba aja kalau gue belum punya devano, pasti... " Fay tidak meneruskan kata-katanya. Dia menatap Zora dan sekarang tertawa cekikikan lagi.
"Wah, gk setia Lo. Ntar gue aduin ke Devan baru tau rasa."
"Iih, dasar tukang ngadu. Orang cuma becanda tadi. Masa gue tega ninggalin devano, cuma gara-gara Nathan. Banyak ruginya, tau."
"Maksud Lo?"
"Pertama, menurut gue devano cowok paling baik yang pernah gue kenal. Nathan walaupun keliatan baik, gue belum tau sifat aslinya. Kedua, devano nggak kalah ganteng dari si Nathan. Dan ketiga, kalau gue ikutan memburu si Nathan... Nanti ada yang sakit hati." Fay memandang Zora dengan tatapan penuh arti.
"Pinter banget lu ngomong."
"Lagi pula , gue tau diri kok. Ngasih kesempatan sama yang belum punya cowok, kan?"
Zora hanya tersipu malu. "Udahlah, jangan ngomongin dia terus."
"Tapi ngomong-ngomong, kalau Lo naksir sama Nathan, gue setuju banget. Tenang, gue bakal dukung Lo sepenuhnya."
"Beneran?"
Fay mengangguk tegas.
Zora kembali membayangkan saat nathan berada di pantai dengan kesedihannya. sangat lain dengan keadaannya saat ini. sore hari sinar matahari yang lembut dan cerah, Nathan sedang tertawa dengan teman-teman cowok sekelas. Sedangkan Zora? Hm, masih saja membayangkan peristiwa jatuhnya air mata Nathan di pantai. Cowok itu terus menganggu pikirannya. Kenapa saat itu dia begitu sedih? Kalau aja gue bisa berteman baik sama dia, kalau aja gue bisa mendekati dia, mungkin gue bakalan tau penyebabnya. Kesedihan apa yang tersembunyi di balik kegembiraannya?
Teng! Teng! Teng!
Bel berdentang, membuyarkan lamunan Zora. Mereka pun bergegas masuk ke dalam kelas.
TBC✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨
Thanks ya , buat kalian yang mampir..
Inget, gk boleh pelit vote yaa..
Makasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at the First Sight (END)
NouvellesKuy, follow for follback ✨✨ follow author dulu sebelum baca .. Jangan pelit buat vote yaa.. ~Zora Sheila Jayanti. berusia tujuh belas tahun. tinggal di kota kecil di pinggir pantai. termasuk perempuan sederhana dan bukan dari keluarga kaya. *** "wo...