23. Big mistake

11.2K 467 6
                                    

Mobil itu melaju dengan cepat membelah jalanan kota Milan yang sedikit basah akibat sapuan hujan ringan. Didalam mobil itu seorang gadis tak henti-hentinya resah dengan duduknya.

"Apa yang kau resahkan, Mona? Pria itu tidak akan bisa menemui lagi." Dion tergelak pelan melihat tingkah sahabatnya itu. Mona menatap Dion meringis.

"Aku berubah pikiran. Kau harus mengantarkan ku kembali ketempat itu!" Yakin Mona sambil memohon kepada Dion. Dirinya merasa bersalah dan ini semua tidaklah benar.

"Untuk apa kembali ketempat yang seperti kurungan itu?" Dion makin mempercepat laju mobilnya.

"Ku mohon Dion, aku merasa bersalah." Cicit Mona di akhir kalimatnya. Dirinya sangat-sangat merasa bersalah sekarang. Apalagi mengingat dirinya meninggalkan Sean di kamar seorang diri.

"Oh Tuhan, aku lupa dengan bocah kecil itu!" Panik Mona lalu kembali memaksa Dion untuk mengantarkannya kembali ke mension Alex.

"Untuk apa kau mengkhawatirkan anak kecil itu. Di mension sebesar itu mungkin memiliki seratus pelayan yang bisa mengurusnya."

"Karna itu sudah menjadi tugasku untuk mengurus nya." Dion menatap Mona tidak suka.

"Aku sekarang menjadi curiga jika anak itu adalah anakmu." Mona menatap Dion tak percaya.

"Apakah aku akan berbuat seperti itu menurutmu?" Dion hanya mengangkat bahu acuh. Mona kesal dan menatap jalanan yang ramai dari kaca spion.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu lagi, aku akan bertanggung jawab." Mona kembali menatap Dion. Bukannya Mona tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Dion, tapi saat ini pria yang Dion hadapi adalah seorang yang sangat berpengaruh.

"Apa aku terlihat kurang meyakinkan bagimu?" Tanya Dion tatkala Mona terus memperhatikannya. Mona mengangguk.

"Tidurlah, aku akan membangunkanmu jika kita sudah sampai."

"Memangnya kau akan membawaku kemana?"

"Tempat dimana pria itu tidak akan menemukanmu." Mona menghela nafas berat. Dirinya merasa bersalah karna telah meninggalkan pekerjaannya dan merasa sedikit senang karna tidak berurusan dengan Alex.

____________-_

Door!

Sepuluh menit setelah kepergian Mona dengan mobil Dion. Bunyi suara tembakan terdengar di halaman mension Alex. Tepatnya, peluru itu mengenai kepala seorang penjaga tua yang tadinya membukakan pintu untuk Mona.

Siapa bilang Alex tidak mengetahui semuanya? Alex mengetahui semuanya, karna hampir di seluruh sudut mension tersimpan mata Alex disana.

"Jadi pria tua ini yang berani menantang perintahku?" Alex meludah tepat di wajah pria tua itu yang sudah terbujur kaku dengan darah yang sudah mengering tepat di pertengahan dahinya.

"Menurut rekaman cctv, nona Mona terlihat berbincang-bincang dengan seorang pria sebelum ikut pergi dan meninggalkan mension." Alex tersenyum tipis mendengar penuturan seorang penjaga mensionnya yang memang diperintahkan untuk mengawasi gerak gerik Mona.

"Bagus." Satu kata namun berhasil membuat bingung pria yang memberi penjelasan kepada Alex.

"Terus ikuti mereka dan jangan berbuat sesuatu yang mencolok." Ucap Alex kemudian memasuki mensionnya.

Alex pergi menuju lantai dimana biasanya Mona berada disana bersama Sean. Dilihatnya kamar yang didalamnya ada Sean yang sedang tidur di kasur king size seorang diri.

Alex menghampiri anak kecil yang terlihat sudah besar itu lalu membawanya keluar kamar tanpa membangunkannya. Alex membawa Sean memasuki mobilnya dan berlalu pergi keluar dari mension dengan kecepatan penuh.

________

"Berhentilah meminta sesuatu yang sudah tidak bisa aku ulangi lagi, Mona!" Bentak Dion kesal kepada Mona yang tak henti-hentinya merengek agar dirinya dikembalikan ke mension itu.

"Tapi aku merasa bersalah." Tangis Mona menutup wajahnya yang sudah memerah karna sedari tadi terus menangis.

Dion menatap sebal lalu duduk disamping Mona. Dirinya sedari tadi sudah meyakinkan Mona jika dirinya akan baik-baik saja jika bersamanya. Namun gadis itu tetap saja kekeh ingin kembali ketempat itu.

"Dengar Mona, ini untuk terakhir kalinya aku berbicara seperti ini. Kau tidak bisa kembali lagi ketempat itu, karna semuanya sudah terjadi." Jelas Dion.

"Bisa, kita bisa kembali. Kau hanya perlu mengantarkanku lalu kau bisa pergi tanpa kita harus berpamitan. Dan semuanya akan menjadi seperti semula."

"Apa kau tidak merindukan ayahmu? Kau lebih mementingkan pria itu daripada ayahmu?"

"Bukan begitu, tapi aku memiliki alasan untuk ini." Mona terisak pelan. Dia sangat menyesali keputusannya untuk pergi bersama Dion.

"Selalu begini, kenapa kau selalu merahasiakan sesuatu seperti ini kepadaku? Cobalah jujur maka aku akan mengerti denganmu Mona." Mona terisak dengan sesegupan, dirinya sudah tak tau lagi membalas ucapan Dion seperti apa. Pikirannya kacau.

" Tidurlah, besok kita akan pulang ke Indonesia." Ucap Dion lalu pergi memasuki kamarnya. Mona masih berada di tempatnya, air matanya tak henti-hentinya mengalir membuat mata cantik itu bengkak.

Dion membawanya pergi menuju hotel yang yang sudah dia sewa selama tinggal di Italia pada empat hari yang lalu. Mona tidak mengetahui dimana lokasi mereka saat ini. Yang jelas, perjalanan ini menempuh jarak 5 jam dari dari tempat Alex.

"Ini semua salahku!" Gumam Mona mencengkram rambutnya yang sudah terlihat kusut.

'kuharap ini semua akan baik-baik saja' batin Mona lalu berjalan pelan menuju kamarnya. Mungkin tidur dapat menghilangkan sedikit beban pikirannya walaupun setelah kejadian ini semua tidak dapat membuat dirinya tidur dengan nyenyak.

>••••••<
03.10 p.m

"Kesempatan yang bagus untuk menghancurkan iblis sombong itu."

"Tapi bagaimana jika kita kembali dikalahkan?"

"Tidak akan, karna iblis sedang kehilangan malaikatnya."

"Apa maksud anda, Tuan?"

"Alex sedang berada di titik lemahnya, dan ini kesempatan kita untuk menghancurkannya."

"Bagaimana anda tahu?"

"Apa yang tidak aku tahu? Lihat dan perhatikan dengan nyaman, karna sebentar lagi aku akan melenyapkan iblis itu." Seringai tercetak jelas dibibir pria dengan topi yang hampir menutupi sebagian wajahnya.

MAFIA & BABY SITTER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang