Chapter 7 : Makan Siang

327 48 9
                                    

"Enak saja! Aku tak akan kalah darimu!" Suara Hanbin terdengar begitu lantang saat membalap Jiwon. Mereka sedang berlomba menuju kantin dan taruhannya adalah pudding caramel sebagai menu dessert hari ini. Taruhan itu direncanakan dadakan oleh Jiwon saat jarak mereka dengan kantin hanya tersisa 10 meter.

Sementara itu, Valerie, Chaewon dan Haein, memilih berjalan santai lantaran tidak tertarik mengikuti lomba kekanakan. Dan entah sejak kapan, mereka menjadi satu kelompok begini. Pasalnya, Valerie hanya menuruti permintaan Jiwon yang ingin pergi makan di kantin dengannya. Jika tidak, perempuan itu tidak akan berhenti bicara hingga waktu makan siang selesai. Sebenarnya ia punya rencana lain, yaitu pergi ke ruangan Yoojin karena barangkali ia bisa menemukan lelaki itu disana. Tapi bisa saja dia sibuk mengurus anak-anak perusahaannya dan itu sebabnya ia tidak hadir ke sekolah.

Begitu tiba di depan pintu masuk kantin, Valerie bisa melihat deretan meja dan kursi panjang yang tersusun rapi dari depan hingga ke belakang. Lalu di bagian ujung ruangan-berseberangan dengan pintu masuk-terdapat meja panjang dengan atap penutup di bagian atas, berisi berbagai makanan yang dijaga oleh para petugas kantin. Para murid mengantre dengan rapi meski sesekali bercanda bersama temannya sambil membawa wadah makanan yang masih kosong. Dan di urutan paling terakhir antrean itu, ada Jiwon dan Hanbin yang sedang memperdebatkan siapa pemenangnya. Tak lama, Haein dan Chaewon pun ikut mengantre di belakang mereka.

Ketika Valerie ingin ikut bergabung, mendadak ia merasa ada yang sedang mengawasi dirinya. Ia pun menolehkan kepalanya tanpa menimbulkan gerakan yang mencurigakan, dan dia menemukannya. Disana, di meja kantin paling sudut. Ada sekelompok murid perempuan, tanpa memakai jas dan rompi sekolah, terang-terangan melihat ke arahnya.

"Sebaiknya jangan berurusan dengan mereka." Bisik Haein.

Valerie kembali menatap ke depan, ke arah teman-teman sekelasnya, terutama Haein. "Mau bagaimana lagi? Aku sudah menjadi pusat perhatian dari hari pertama. Bukan salahku, jika mereka tertarik denganku, kan?" Jawabnya seraya mendekat.

Haein mengangkat kedua bahunya acuh-tak acuh. "Aku hanya memberi saran."

"Apa posisi mereka sepenting itu di sekolah ini?"

Haein mengambil wadah makanan yang terbuat dari stainless steel beserta peralatan makan lainnya yang telah tersusun rapi di bagian awal meja prasmanan. "Tidak terlalu, mereka hanya para pembully biasa." Jawabnya seraya menyodorkan wadah miliknya ke arah petugas kantin yang menjaga konter khusus nasi. "Tapi kebanyakan murid memilih untuk tidak mencari masalah dengan mereka."

"Bukannya ketua mereka mengincar Doyoung?" Sahut Chaewon yang berada di depan Haein, diam-diam menyimak obrolan mereka berdua. "Kudengar, dia sudah menandainya dan mengancam siapapun agar tidak berani mendekati berandalan itu."

"Tamatlah riwayatmu."

Valerie berjengit kaget dan bersiap-siap untuk menyerang siapapun yang melakukan itu menggunakan wadah makanannya sebagai senjata. Ia sudah dilatih untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap siapapun yang kemungkinan bisa menjadi ancaman, tapi ia memilih menahan diri karena ini adalah lingkungan sekolah dan dia tidak ingin menimbulkan keributan dengan murid yang bahkan belum menemukan jati diri.

"Halo sobat!" Valerie menatap tidak suka ke arah dua murid lelaki yang berdiri dibelakangnya, salah satunya kini sedang menepuk bahu Haein dengan kencang. Ekspresi wajahnya begitu ceria seolah tidak ada beban sementara teman yang berdiri di belakangnya memiliki raut wajah datar dan sorot mata gugup. Si wajah ceria memiliki potongan rambut yang serupa dengan Haein, yaitu membiarkan poni menutupi seluruh dahinya, hanya saja bentuk rambutnya lebih ikal, tidak seperti milik ketua kelas yang lurus dan tipis. Sedangkan temannya menggunakan model buzzcut sebagai gaya rambutnya. Dan rambut itu lumayan cocok dengan kepribadian dan raut wajahnya.

Her Name | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang