"Saya terima nikah dan kawinnya Aeyla Pradipta binti Syafiq Pradipta dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAHHHH!!!"
***
Aeyla Pradipta, seorang gadis yang belum genap 22 tahun itu masih termenung di depan cermin, ia masih tidak percaya bahwa sekarang ia sudah resmi menjadi istri seseorang.
Bagi Aeyla ini terlalu cepat, ia masih merasa banyak kurangnya untuk menjadi seorang istri, terlebih pernikahan ini terjadi karena perjodohan.
Ayela di jodohkan dengan anak dari sahabat orangtuanya, Fattan Dirlangga, seorang lelaki yang hanya Aeyla tau tidak Aeyla kenal, karena mereka berada di satu kampus yang sama, sedangkan bagi Fattan, Aeyla benar-benar orang asing.
"Sayang, ayo keluar, yang lain udah pada nungguin di bawah." Aeyla tersentak dari lamunannya, lalu mengangguk pelan pada bunda nya yang sekarang sedang menuntunnya untuk turun ke bawah.
Jujur saja, hati Aeyla berdegup kencang, ia tidak berani mengangkat kepalanya, bahkan saat orang-orang berbisik dan berkata ia terlihat begitu cantik, membuat jantungnya semakin berpacu kencang.
Kakinya tiba-tiba melemas saat bundanya menyuruhnya berdiri di hadapan Fattan yang kini sudah menatap Aeyla.
"Jangan nunduk terus dong, nanti cantiknya ngga keliatan." Ucap bunda sambil mengangkat dagu Aeyla pelan, "nah gini kan keliatan anak bunda yang cantik ini."
Kini hanya tersisa Aeyla dan Fattan di atas pelaminan, untuk melaksanakan beberapa prosesi pernikahan.
"Jangan nunduk, lo cantik." Bisik Fattan saat menyadari istrinya itu akan kembali menunduk.
Kecanggungan tiba-tiba menyergap mereka, untung saja suara MC yang menggema menolong mereka dari rasa canggung yang ada.
Namun baru saja kedua sejoli itu bernapas lega, lagi-lagi sekarang harus merasa canggung.
Karena acara pernikahannya di lakukan secara tertutup yang hanya di hadiri oleh keluarga dan kerabat serta beberapa teman kedua mempelai, jadi acaranya cepat selesai, karena mereka memang sengaja tidak ingin berlama-lama.
Aeyla merasa aneh dan kaget saat melihat ada yang merebahkan diri diatas kasur miliknya, karena biasanya hanya ia sendiri dan bunda jika sedang ingin ditemani.
"Ekhem." Deheman Aeyla membuat Fattan membuka matanya, sebenarnya ia tidak tidur, hanya memejamkan matanya karena kepalanya terasa sedikit pening.
"Sorry gue ketiduran."
"Gapapa, emang wajar kalo kecapean— itu, air di kamar mandi udah gue setting biar anget, baju lo juga udah gue siapin di dalem." Ucap Aeyla sambil menunjuk pintu kamar mandi yang sedikit terbuka.
"Thank you." Aeyla mengangguk lalu melanjutkan berjalan menuju meja rias, ia akan menunggunakan skincare — Aeyla sudah mandi lebih dulu, sebelum Fattan datang ke kamarnya, oleh sebab itu ia kaget saat keluar kamar mandi dan melihat Fattan sudah merebahkan tubuhnya.
Acara pernikahan mereka memang di laksanakan pada sore hari, karena pagi-paginya mereka harus mengikuti ujian terlebih dahulu di kampus.
Aeyla mengalihkan pandangannya dari ponsel ke arah kamar mandi saat mendengar pintu kamar mandi di buka.
"Lo mau makan?" Tanya Aeyla, basa-basi agar tidak terasa canggung.
"Ngga, gue ga laper, gue boleh kan ikut tidur di kasur lo?" bukannya menjawab Aeyla malah menatap tidak suka, kenapa juga Fattan bertanya seolah Aeyla tidak mau membagi tempat tidurnya.
"Ngga boleh ya? Kalo gitu sor—
"Tidur mah ya tidur aja, lagian sekarang kamar gue udah jadi kamar lo juga, gausah minta izin." Fattan tersenyum kikuk lalu berjalan menghampiri Aeyla sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Lo punya balsem atau apa ngga yang anget-anget?" Tanya Fattan sebelum benar-benar merebahkan tubuhnya.
"Lo sakit?"
"Ngga, cuma sedikit pusing aja."
"Gue ngga punya yang kaya gitu, tapi biar gue minta ke bunda dulu." Siapa sangka saat keluar dari kamar kaki Aeyla langsung melemas, dan gadis itu ambruk di depan pintu.
"Sumpah gila, lemes gue, degdegan banget, aneh, canggung, tapi ga secanggung yang gue pikirin sih." Ucapnya pada dirinya sendiri, ia masih duduk di lantai sambil memegang dadanya sendiri.
"Eh? Kakak ngapain duduk di lantai?" Aeyla tersentak mendengar suara dari belakangnya,
"Bundaaa kaget!" Rengeknya sambil mencoba berdiri, "suara bunda ngagetin aku." ucap Aeyla dengan nafas yang terputus-putus, sedangkan bunda-nya malah terkekeh sambil menepuk pelan pundak anak sulungnya itu.
"Kenapa di luar? Bukannya temenin suami kamu." Goda bunda yang membuat Aeyla mencubit pelan lengan bunda nya.
"Heh ga sopan sama bunda!"
"Suttt diem bun jangan berisik, aku keluar mau cari bunda, mau minta itu loh yang kaya balsem tapi bukan balsem, fresh fresh apa itu gak tau."
"Buat siapa?"
"Fattan."
***
"Nih, sorry lama, tadi bunda ngajak ngobrol dulu."
"Eh, mau gue pakein ngga?"
"Ck, pake ditanya lagi Ay!" Desisnya pelan pada dirinya sendiri, ia ingat ucapan bunda saat tadi mereka mengobrol, bunda bilang meskipun belum memiliki rasa apapun pada Fattan, setidaknya ia harus memperlakukan Fattan dengan baik, agar segala sesuatunya menjadi berkah dan mendapatkan pahala.
Sementara itu Fattan menahan nafasnya saat Aeyla berada tepat didepannya, hanya berjarak beberapa senti saja.
"Ih lo demam!" Pelik Aeyla saat nafas Fattan mengenai lengannya dan terasa panas.
"Sttt, jangan berisik udah malem, gue gapapa, mau tidur aja."
"Yaudah yaudah cepet tidur, jangan pake selimut yang tebel, lo lagi demam, biar gue matiin aja AC nya."
"Maaf jadi ngerepotin lo di hari pertama kita hidup bareng." Ucap Fattan dengan suara paraunya, sungguh Aeyla tidak merasa di repotkan apapun oleh lelaki itu.
"Gausah banyak omong, tidur aja." Entah hasutan dari mana, tapi tangan Aeyla tiba-tiba terulur dan menepuk-nepuk pelan bahu Fattan.
Dalam ruangan yang sudah gelap ini tidak Aeyla ketahui bahwa ada seseorang yang tersenyum tipis karena perlakuannya.
***
Harapanku saat ini cuma dua, semoga cerita ini banyak yang suka dan semoga aku bisa selesaiin ini sampai ke chapter terakhir🥺😭
aamiin..
if u read this, don't forget to klik vote! thanks for your feedback love!💘
KAMU SEDANG MEMBACA
love countdown [END]
Teen FictionAeyla Pradipta dan Fattan Dirlangga. Kedua mahasiswa yang belum genap berusia 22 tahun ini harus rela tak rela melepas masa lajang mereka karena tuntutan orangtua yang meminta keduanya menikah. Perjodohan yang tiba-tiba yang membuat mereka tidak b...