PART 2

0 0 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Waaa akhirnya bisa up jugaa, pengennya sih up tiap hari yaa tapi... Kuota nggak bisa diajak kerja sama sihh, kuota abiss🤧 padahal mah pengen bangett up tiap hari untuk mengisi masa-masa gabutku di liburan ini, tapi gapapa lahh yang penting masih bisa up sekarang

Happy reading gaess🥰

Oh yaa, kalo ada typo tolong komen yaa biar bisa diperbaiki lagii🤗

***

Azan Ashar  terdengar di antero pesantren Al-Munawir, semua santri berbondong-bondong menuju masjid pesantren. Alma bersama Santi menuju tempat wudu wanita yang sangat tertutup agar tidak ada seorang pun santri putra yang bisa mengintip santri putri ketika berwudu. Biasanya di saat seperti ini merupakan ajang pertemuan ataupun perkenalan antara santri putra dan santri putri. Biasalah, menjadi santri pasti sangat jarang bertemu dengan lawan jenis, sekalinya bertemu pasti heboh seantero pondok putri. Hal itu merupakan hal wajar, jadi kalau ada orang luar yang tidak suka perihal perilaku seorang santri, mereka harus berpikir seratus kali karena santri pun seorang manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Selain itu, menjadi santri bukanlah hal yang mudah, tapi hal tersebut bisa diselesaikan jika dijalankan dengan ikhlas karena Allah dan mengharap barakah dari para ustaz dan ustazah.

Shalat Ashar kali ini, dipimpin langsung oleh pengasuh Al-Munawir yaitu Kyai Hasan. Biasanya, kalau Shalat Ashar dipimpin oleh Kyai Hasan, pasti lama karena ada tausiahnya. Namun kali ini berbeda, tidak ada tausiah setelah wirid dan doa. Semua santri pasti sangat bersyukur karena mereka tidak harus berlama-lama berada di masjid. Bukan berarti mereka tidak suka berada di masjid, tapi sebagian dari mereka masih mempunyai pekerjaan yang belum terselesaikan.

Alma baru saja sampai di kamar saat Wulan datang ke kamarnya, kenapa Wulan sudah sampai di sini, padahal Alma belum sempat mencopot mukenanya.

“Kok cepet banget sih, Mbak, sudah sampai sini,” ujar Alma yang masih sibuk melipat mukena.

“Ya harus cepet-cepet dong ... selak dalu,” ucap Wulan, tak lupa dengan logat Jawa kentalnya. Alma tak menanggapinya, ia masih sibuk membenarkan jilbabnya.

“Mbak Wulan emang gitu Al, selalu on time dalam setiap hal.” Alma terlonjak kaget ketika mendengar ucapan Santi yang tiba-tiba itu. Pasalnya tadi ia berpamitan ingin pergi ke koperasi untuk membeli jepitan baju.

“Kamu sejak kapan ada di sini? Perasaan tadi belum ada kamu deh.” Santi yang mendengarnya hanya memutar bola matanya malas, bagaimana bisa Alma tak melihat Santi yang sebesar ini?
Tanpa banyak bicara lagi, Alma segera meninggalkan Santi sendiri karena temannya yang lain tidak ada di kamar entah pergi ke mana mereka sehingga tidak ada di kamar. Di perjalanan, Alma bertanya banyak hal mengenai Pesantren Al-Munawir, ia memang anak yang selalu penasaran dengan hal baru di sekitarnya. Tak heran jika Alma selalu menjadi juara kelas di sekolahnya sebelum ia mondok.

Setelah lima belas menit berkeliling, mereka pun sampai di taman pondok putri, mereka pun duduk sejenak sekedar menghilangkan penat setelah berkeliling. Di taman ini ada berbagai macam bunga, menurut informasi dari Wulan, taman ini selalu dirawat oleh beberapa santri putri. Seluruh santri akan bergantian merawatnya sesuai jadwal, jadi tak heran jika taman ini tampak begitu rapi dan terawat.

“Mbak Wulan, Mbak itu bekerja di ndalem ya?” tanya Alma penasaran, Wulan bukannya menjawab dia malah tertawa mendengar ucapan Alma.

“Kok Mbak malah ketawa sih, emang Alma salah ngomong ya?” Alma heran, mengapa Wulan tertawa? menurutnya tidak ada yang salah dalam ucapannya, karena ia tadi melihat Wulan mengantarkan hidangan untuk keluarganya saat sowan tadi.

“Bukan kerja Al, Mbak itu ngabdi di ndalemnya Kyai Hasan sekeluarga tanpa dibayar, dan Mbak ikhlas melakukannya sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Kyai Hasan karena sudah membimbing Mbak selama di Pesantren ini dan juga ingin ngalap barakah dari beliau,” jelas Wulan yang langsung diangguki oleh Alma pertanda kalau ia sudah mengerti.

“Kalau aku ikut Mbak Wulan ngabdi, apa boleh?” tanya Alma ragu.

“Ya boleh dong, Al, Umik pasti seneng kalau ada yang ingin mengabdi di ndalemnya, karena suasana rumah jadi rame.” Alma mengerutkan kening ketika mendengarnya, apa rumah seorang Kyai bisa sesepi itu?

“Kyai Hasan mempunyai dua putra, putra pertama sudah mempunyai istri dan memiliki pesantren sendiri di Rembang. Putra kedua, sekarang sedang menjalankan study-nya di Kairo.” Seakan tahu arti tatapan Alma, Wulan pun menjelaskan secara singkat alasan ndalem Kyai Hasan sepi.

“Berarti buya dan umik saat ini di rumah Cuma berdua dong?” tanya Alma, kemudian dibalas anggukan oleh Wulan.

“Iya, biasanya juga ada mbak ndalem yang menemani umik ketika buya mendapat undangan di luar. Kamu seriusan mau ngabdi juga?” tanya Wulan memastikan.

“Iya Mbak seriusan.”

“Ya sudah, besok Mbak kabari lagi ya, sekarang ayo balik ke Asrama.” Mereka pun kembali ke Asrama, karena sudah waktunya mengambil makanan.

●●●

Siapa pun pasti tahu, seorang santri pasti tidak luput dari belajar dan mengaji, tadi setelah mengambil makan Alma membeli beberapa kitab yang akan ia gunakan untuk mengaji. Sayup-sayup terdengar suara dari Kyai Hasan yang sedang menjelaskan sebuah hadis yang ada dalam kitab Jawahirul Bukhari, di sana dikatakan bahwa besok di hari kiamat, ada tujuh orang yang diberi naungan oleh Allah SWT. Di antaranya adalah pemimpin yang adil, pemuda ahli ibadah, seseorang yang hatinya selalu bergantung di masjid; maksudnya adalah orang yang selalu menantikan waktu Shalat, selanjutnya adalah dua orang yang saling cinta karena Allah dan pisah karena Allah, seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga seakan-akan tangan kirinya tidak mengetahui, yang terakhir adalah seseorang yang selalu mengingat Allah sehingga ia menangis tanpa diketahui orang lain. Semoga kita termasuk salah satu di antara tujuh orang tersebut.

“Wallahu A’lam bis showab.” Kalimat penutup pun terucap dari mulut Kyai Hasan, membuat siapa pun yang tidur akan terbangun, termasuk Santi. Kyai Hasan pun meninggalkan tempat pengajian kemudian diikuti oleh santrinya. Alma dan Tari yang melihat Santi terkaget pun terkekeh pelan, sedangkan Ratih malah terbahak-bahak karenanya. Setelah puas tertawa, mereka pun beranjak pergi dari tempat mereka mengaji.

Mereka berjalan menuju kamar mereka berempat dengan bercengkerama selayaknya teman dekat. Namun, saat mereka sampai di dekat kamar, mereka melihat ada seseorang berdiri di depan kamar. Empat remaja mengajak dewasa tersebut pun mempercepat langkah mereka.

“Mbak Wulan, ada apa Mbak?” tanya Alma kepada orang tersebut yang ternyata adalah Wulan.

“Eh, jadi begini Al, tadi kan aku udah bicara sama umik kalau kamu mau ngabdi di ndalem, ngendikane umik, kamu disuruh ke ndalem besok sore setelah ngaji diniah, kamu mau?” Wulan agak ragu karena pada waktu tersebut adalah waktunya mengambil nasi.

“Iya Mbak aku mau, kan tadi aku udah bilang ke Mbak kalau aku mau ikut ngabdi.” Mendengar hal tersebut, Wulan pun tersenyum lega.

“Ya sudah kalau gitu Mbak pamit ya, Assalamu’alaikum.” Wulan pun beranjak pergi setelah mendengar jawaban salam dari empat gadis di depannya.

“Loh, Al, kamu mau ngabdi di ndalem? Demi apa kamu baru aja sampai di pondok tadi siang Al,” ucap Santi antusias.

“Terus kenapa sih San, terserah Alma dong, emang apa urusannya sama kamu?” sahut Ratih, Santi pun hanya mendengus kesal tak mau menanggapi, karena jika ditanggapi tak akan selesai perdebatan mereka.

***

Fyuhh tarik nafass...jangan dibuang, mubazir hehe canda gaess, gimana part kali ini? Masih awal sih, sabar dulu gaess pasti ada kok adegan yang dijamin bikin kalian terbaper-baper Sampek penasaran pengen baca terus. Haha lebay banget ya, yaudah lah jangan lupa Vote & comment gaess terus pantengin notifnyaa and jangan lupa dimasukkan ke library dong masa enggak😆

See you di part selanjutnya👋

Roda WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang