#8 - Rooftop

140 11 5
                                    

A/N:PoV Yunho yey!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N:
PoV Yunho yey!

🎨Tema: Malam Frustrasi.

.
.
.

Belakangan ini, duniaku terasa semakin sempit saja. Jika aku pergi menaiki atap, akan ada sesuatu yang menunggu di sana. Aku tidak tahu mengapa, namun rasanya kami memang ditakdirkan untuk saling menyapa.

Pemandangan langit senja ini terlalu bagus untuk bertabrakan dengan figurnya yang berlapis pagar pembatas setinggi satu meter.

Ini ketiga kalinya dia berdiri di luar sana. Pun, ini juga kesekian kalinya aku diabaikan oleh dia. Entah apa yang mengisi pikirannya, tetapi aku berharap dapat melihatnya sedikit saja.

Pria ini, entah mengapa selalu datang dengan kondisi begini. Sempat aku bertanya beberapa kali, namun selalu saja didiamkan lagi dan lagi.

Aku cukup lelah melihat wajahnya yang keruh. Cukup kesal dengan semangatnya yang rapuh. Seandainya dia orang yang teguh, mungkin aku tak akan pernah bertemu dengannya di tempat kumuh begini.

"Hei, hentikan. Tidak ada gunanya mati hari ini." Kalimat yang sama dan akan selalu begitu. Aku selalu berusaha menahannya agar tidak melakukan hal yang bodoh di hadapanku.

Pun, setiap kali dia memandang ke arahku. Ada sesuatu yang hilang di dalam dadaku. Aku tidak tahu apa itu, akan tetapi rasanya ini mungkin sebagian kecil dari emosi asing yang layu.

Teduh dan sendu. Tatapan matanya yang seakan membuat duniaku nyaris rubuh. Aku bisa melihat bagaimana bibirnya bergerak, bersuara dengan nada sedu. "Tidakkah kamu bosan menghadapiku?Kamu selalu datang ketika aku begini."

Aku menggelengkan kepala. Tentu saja aku tidak pernah bosan melihatnya. Meski pun harus terjebak di dalam situasi begini, sebisa mungkin aku ingin menariknya perlahan-lahan untuk keluar dari jeratan putus asa.

Asalkan bukan aku yang melihatnya jatuh, tidak akan jadi masalah buatku. Namun, setiap kali aku tiba, dia ada di sana selalu. Sehingga, mau tak mau, aku perlu membuat keinginannya untuk mati segera berlalu. Agar aku tidak perlu menjadi orang terakhir yang menatapnya hidup dan menyaksikan bagaimana dia berakhir dengan pilu.

Itu menyedihkan dan merepotkan. Aku tidak kemari untuk itu.

"Aku mengerti sedikit." Aku mencoba mendekatinya dengan hati-hati. "Orang-orang yang datang kemari mungkin memiliki masalah yang berbeda. Akan tetapi, mereka punya satu persamaan."

Dia belum melengoskan wajah dariku. Mimiknya masih sama sendu. Namun, sorot matanya berubah penuh tanya padaku. Apa itu? Mungkin akan bersuara begitu.

"Tidak bisa bercerita ke siapa pun," jawabku hati-hati.

Dia menatapku lama. Aku pun terdiam di dekatnya.

"Mungkin memang begitu." Suaranya terdengar pelan.

"Jadi, maukah kamu bercerita sedikit padaku?" Inilah tujuanku.

Dia belum juga bicara. Aku pun masih menunggu kalimatnya. Siapa tahu, dia akan menceritakan semua masalah yang selalu dia bawa.

"Aku selalu ... ditinggalkan."

Cukup terkesiap, namun aku senang dia mau berbagi. Sehingga, aku pun menyambut ceritanya. "Jika boleh tahu, siapa yang meninggalkanmu?"

"Orang-orang yang kucintai, satu per satu mereka pergi dariku." Lelaki muda ini menunduk dalam. Bagi semua orang, mungkin saja ini adalah cerita yang begitu kelam.

Miris. Di suatu masa, aku pun pernah merasakannya. Namun, memang begitu dunia bekerja, 'kan? Orang-orang akan datang dan pergi sesuka hati mereka tanpa mau peduli bagaimana kita sekarat menunggu mereka di tempat yang sama.

"Maaf kalau begitu ...." Aku tak punya kata-kata untuk menghiburnya. Meski begitu, aku cukup bersimpati padanya.

"Aku selalu ingin melakukan hal ini. Tapi kamu selalu saja datang ke sini. Sebuah kebetulan yang ... menyebalkan," keluhnya sembari mendengus kasar. Aku mengerutkan dahi tersinggung.

"Bisakah untuk kali ini kamu pergi?" pintanya sembari memandang kembali kepadaku.

"Tidak," balasku menatapnya teguh. "Coba pikirkan sekali lagi."

Jika mata adalah jendela hati, maka yang kudapatkan dalam dirinya hanyalah kekosongan. Hatinya begitu kosong.

"Kenapa kamu peduli sekali, sih?" Kerutan di dahinya hadir. Aku cukup paham ekspresi ini.

Dia melengos pada langit kemerahan yang kini telah melebur dengan legamnya malam.

Sejujurnya, aku tidak ingin peduli padanya. Cukup kesal sebenarnya mendapati dia di sini ketika aku datang kemari untuk tujuan yang sama. Keberadaannya hanya menghambatku saja.

"Dengarkan aku," balasku tegas, "Ditinggalkan bukan akhir dari semuanya. Masih banyak cinta dan kasih sayang yang bisa tercurah untukmu jika kamu bisa bersabar. Tidak sekarang, mungkin besok, luas, atau di masa depan kelak. Jadi tolong, bersabarlah sedikit lebih lama lagi."

"Sampai kapan?" tuntutnya.

"Sampai kamu menemukan seseorang yang bisa mengerti dirimu. Teruslah mencari. Mereka tidak akan pernah hadir jika kamu terus berdiri di sini dan merana," pungkasku.

Dia termenung.

Kuharap dia mengerti maksudku.

"Apakah masih ada seseorang seperti itu di kehidupanku ini?"

Aku tersenyum lembut. "Tentu saja. Hidupmu baru saja di mulai. Ditinggalkan adalah sebuah permulaan."

Laki-laki itu pun membalasku. "Begitu, ya? Jadi, masih ada harapan?"

Mengangguk untuk meyakinkannya. "Kamu mungkin kecewa karena ditinggalkan. Namun, masih ada banyak harapan di sekitarmu. Berkeliaran di sekelilingmu. Cari dan ambil satu atau beberapa. Kamu akan merasa lebih dari baik setelahnya."

Untuk pertama kalinya, senyuman kecil terbit dari bibirnya. Cukup senang mendapatkan itu darinya.

"Terima kasih. Aku merasa lebih tenang setelah menceritakan ini padamu." Dia masih tersenyum sama. "Semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu. Tidak di sini, mungkin di tempat yang lebih baik. Aku harap kamu selalu bahagia."

Bolehkah aku terpana? Aku menyukai ekspresinya yang begini.

Setelah mengucapkan salam perpisahan dan masuk, lelaki itu pun berpaling dan melangkah pergi hingga punggungnya hilang di balik pintu yang tertutup baik.

Aku masih terdiam di tempat yang sama. Kemudian memandang bentangan langit malam yang cerah dengan senyuman puas. Sekali lagi, aku berhasil mengusirnya.

Mungkinkah aku juga harus kembali? Mungkin inilah alasannya aku di sini. Mungkin juga aku belum bisa melakukannya kali ini. Mungkin saja bukan hari ini.

.
.
.

[✿SELESAI✿]

Couturier [YunGi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang