#5 - Love Letter

129 14 5
                                    

A/N:Ini sudut pandang Mingi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N:
Ini sudut pandang Mingi.
Niatnya mau ngasih surat cinta sesuai saran temannya, tapi yang nerima malah ketar-ketir.

🎨Tema: Momen yang Indah, Waktunya Jatuh Cinta

.
.
.

Aku terus menerus mencoret segala macam kata-kata manis yang kutulis. Sialnya, aku tidak punya carikan kertas baru untuk menggantikannya, jadi satu kertas ini nyaris penuh dengan goresan kata-kata menggelikan.

Menulis surat cinta itu ternyata cukup susah. Aku baru paham sekarang.

"Tulis aja begini. Setiap lihat kamu, aku salting nyaris salto."

"Kalau gak niat bantu, mending belikan aku Pocari sana." Aku mendengus sembari mencoret ke sekian kalimat yang kutulis.

"Males banget," katanya dengan enggan.

"Makanya, diam dulu." Aku kembali fokus, mencari-cari inspirasi kalimat yang pas untuk 'surat cinta'. Tapi milikku ini lebih mirip coret-coretan anak SD, sih.

"Kamu niat kasih surat cinta apa coretan abstrak, sih? Surat cinta anak SD aja lebih rapi dari itu."

"Gak butuh komentarmu."

"Kalau gitu, nih aku kasih tips. Coba tulis apa yang ada di hatimu. Sejujurnya aja. Gak usah sok puitis. Nilai bahasamu aja remedial."

Meski menyebalkan, dia ada benarnya. Aku mendengarkan saran temanku dan mulai menulis apa yang hatiku ingin sampaikan.

Di carik kertas yang hampir penuh coretan itu, aku menuliskan kalimat-kalimat dengan sepenuh hati. Gak lupa kukotakin biar terpisah dari coretan di sekitarnya.

"Selesai! Nih. Makasih," kataku sambil mengembalikan pulpen miliknya yang segera mendengus.

"Kamu nulis apaan? Lihat dong."

"Gak perlu tahu." Aku segera pergi keluar kelas. Tidak lupa juga aku membawa setangkai cokelat murahan yang kubeli di warung depan sekolah sebelum bel masuk.

Aku akan menyampaikan perasaanku pada seseorang yang kusukai sejak beberapa waktu lalu. Aku tidak peduli meski baru menyukainya, aku hanya ingin menyampaikan apa yang ada di hatiku tanpa ingin menahannya lebih lama lagi.

Jika ditolak, tidak masalah. Toh, yang penting aku sudah usaha.

.
.
.

Aku melihat dia sedang mengobrol dengan teman-temannya di lorong kelas 12.

"Hei!" Aku mengambil seluruh atensi di sekitar terutama miliknya. Dia menatapku heran.

Kuangkat cokelat dan carikan kertas yang telah kusatukan dengan tali rafia jambon sebagai ornamen pita tambahan. Tanpa ingin menghampirinya lebih dekat dan memberikan benda ini baik-baik.

Couturier [YunGi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang