#4 - Highway

124 10 0
                                    

A/N:
Gak pernah buat sudut pandang Yunho. Jadi, ini mungkin yang perdana.

🎨Tema: Malam Frustrasi.

.
.
.

"Aku lelah."

Ketika kita terdiam di tengah semilir angin musim panas, keheningan yang damai itu kamu hancurkan.

Kelelahan. Semua orang pernah merasakannya. Tidak hanya kamu.

"Bertahan." Aku berujar tanpa ingin memandang ke ruang hampa di balik manik jernihmu.

"Sampai kapan?" Kamu menuntut padaku. Selalu begitu.

Kembali pada keheningan. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menatap matamu.

Menyakitkan.

Aku selalu menyadari jika cintamu untukku telah pergi, tergantikan oleh kekosongan tanpa arti.

"Sampai kamu kembali padaku." Aku mendengus panjang. Membuang pandangan dari wajah yang akrab namun tak bisa kukenali. "Kamu sudah pergi terlalu jauh. Cepatlah kembali padaku."

"Aku masih bersamamu di sini."

Itu membuatku tersenyum kecil. "Hatimu tidak."

Tidak ada kata yang bisa kamu ucapkan selanjutnya.

"Aku benar, 'kan?" Kecut sekali di hati. Getir rasanya di bibir.

Kulihat, kamu menutup mulut rapat-rapat.

Tanpa sadar, kamu telah menjawab segalanya.

Aku menyayangkannya.

Setelah hari itu, genggaman tanganmu tidak lagi terasa. Hanya dingin yang menyapu telapak tanganku.

Meski begitu, aku tetap menjalani hari-hariku selanjutnya. Menyusuri jalanan yang dulu sering kita lewati bersama.

Tidak ada yang berubah.

Meski aku sendirian di sini dan menangis sampai muak, tak peduli apa pun yang akan terjadi di masa depan, kamu telah terbang bebas sementara aku masih terjebak di dalam sangkar yang sama.

Kamu sangat egois. Tak mau mengerti bagaimana aku selalu berusaha ada untukmu di tengah kepenatan.

Kamu terlalu egois. Tak mau berhenti menepis genggaman tanganku dan berlari sendirian.

Kamu begitu egois. Tak mau membawaku untuk pergi bersamamu.

Setiap kali menyusuri jalanan ini sendirian, aku terus menghadapi hari-hari yang melelahkan.

Seperti yang selalu kamu katakan, dunia nyatanya hanya dipenuhi ketakutan dan penyiksaan.

Dunia ini terlalu ramai dan berdesakkan untukku yang suka menyendiri. Namun, keramaian yang berdering keras itu tidak bisa menggantikan suara halusmu di kepalaku.

Sejujurnya, aku hampir tidak punya harapan untuk bernapas. Kamu telah mencuri segala harapanku dan menciptakan ruang hampa di dalam hidupku sebelum meninggalkannya begitu saja.

.
.
.

Ketika terbangun sendirian di pagi yang mendung. Dalam selimut besar yang tak lagi hangat, aku mengutukmu tanpa keraguan.

Aku terus berusaha membencimu dengan harapan itu akan membuatku menjadi pemenang.

Seolah apa yang sudah kulakukan itu benar, nyatanya aku hanyalah pecundang.

Kamu masih di sini, seakan memang begitu adanya. Aku tertawa lalu menangis lagi. Sadar bahwa kamu tidak ada di mana pun.

Sekarang, aku harus berlari sendirian di jalanan ini sampai mati.

Hujan yang mengguyur kota telah meredam bisingnya dunia. Di bawah payung yang dulu menaungi kita bersama, kini hanya aku yang berdiri di bawahnya.

Selalu menghindari setiap genangan di jalanan tanpa menyadari jika tali sepatuku yang terlepas telah basah. Sama seperti ketika aku ingin menghindari segala rasa sakit. Sialnya, aku malah mengambil semuanya.

.
.
.

"Sampai jumpa di malam berikutnya," suara halusmu berdering dalam lamunanku.

Teringat pada senyuman yang mengembang di bibirmu untuk pertama kalinya.

Langit malam dan mentari senja yang saling bersentuhan bertumpang tindih dengan figurmu. Sungguh, itu adalah hal paling indah yang tersimpan di memoriku.

Di momen yang sama, aku tidak bisa mengatakan apa pun untukmu. Aku mencoba meraih tanganmu sekali lagi, namun kali itu reaksimu berbeda. Kamu tidak menepisnya dan malah menarikku untuk jatuh ke pelukanmu.

Air mataku yang luruh di pundakmu, kehangatan singkat dalam pelukanmu, dan sentuhanku pada tubuh hangatmu.

Malam itu telah berganti menjadi kenangan yang selalu ingin kuhapuskan. Aku benci malam itu. Semuanya enggan lenyap dari kepalaku.

Aku juga benci kepada siapa pun yang kamu cintai di tempat lain. Aku iri pada mereka yang bisa memiliki hatimu sepenuhnya. Rasanya, aku ingin membunuh mereka.

Aku bahkan membenci diriku sendiri. Pecundang ini terlalu bodoh untuk memahamimu. Terlambat menyadari segalanya dan tenggelam dalam penyesalan selamanya.

.
.
.

Kesalahanku hanya satu; aku hanya terlalu mencintaimu.

Hatiku terlalu lelah untuk merasakan keberadaanmu yang semu.

Aku menyesal telah melepaskan pelukanmu.

Peninggalanmu hanyalah rasa sakit dan ketakutan yang membekas dalam diriku.

Hanya ingin pergi dari jalan raya ini. Kemana pun, sejauh apa pun.

Aku sudah muak berlari di dalam labirin mimpi buruk yang mereka sebut sebagai dunia.

Pergi bersama angin dan terbang tinggi. Melayang di angkasa tanpa kecemasan.

Melepaskan bayangan tergelapmu yang mengikat kepala dan hatiku, lalu menikmati keindahan cinta lagi.

Segala kenangan yang selalu kusembunyikan dan ingin aku lupakan, apa pun itu akan kuleburkan di keabadian malam.

Persis seperti yang sudah kamu lakukan, aku ingin melarikan diri dari jalanan ini dan terbebas selamanya.

Sebelum fajar menyingsing dan kebisingan kota berdering, di malam yang hangat penuh ketenangan itu, aku akan berlari menuju ke dunia di mana kamu berada.

Dan jika kita berjumpa di malam berikutnya, aku berjanji akan memelukmu lebih erat dari sebelumnya.

.
.
.

[✿SELESAI✿]

Keputusasaan, rasa frustrasi, dan cinta yang mendalam di sini terinspirasi dari lagu hit "Yoru ni Kakeru" / "Racing Into The Night" oleh YOASOBI (aku ngefans banget sama mereka wkwk).
Lagu ini juga based on cerita pendek berjudul "The Temptation of Thanatos" / タナトスの誘惑 karya Maya Hoshino di Monogatary.

Couturier [YunGi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang