4

535 95 12
                                    


Nigel's terletak di salah satu ruas utama Hongdae, daerah yang paling sering dikunjungi oleh anak-anak muda kelas atas. Kafe musik itu kental suasana kelas jazz tempo dulu.
Bangunnya sederhana, tetapi ruang didalamnya hangat dan menawarkan perjalanan waktu ke era 1980-an.

Ada dinding memanjang yang disulap menjadi galeri di lobi. Di dinding tersebut, tergantung puluhan foto musisi jazz Korea Selatan yang pernah meramaikan Nigel's. Salah satunya Second Day Charm.

Jennie tiba di Nigel's pukul delapan lebih beberapa menit, dalam balutan blus satin hijau pucat dan rok sifon warna tembaga. Ini Minggu malam. Ruang makan yang baru saja dimasukinya itu penuh. Hampir semua kursi terisi. Dia sempat celingak-celinguk mencari tempat. Seorang lelaki blasteran tidak dikenal bersetelan rapi mendatanginya, lalu mengantarkannya ke sebuah meja kosong di tengah, tidak jauh dari panggung.

Lelaki itu memberikan buku menu sambil berkata dengan ramah, "Kau pasti tidak minum koktail. Maaf, aku menebak dari penampilanmu. Ada daftar jus dan soda di halaman paling belakang. Daftar makanan ada di halaman sebelum itu. Panggil aku, ya, kalau kau mau pesan sesuatu." Lalu lelaki itu pergi ke bar.

Jennie meletakkan buku menu itu di meja. Tangannya sedikit gemetar. Dia memperhatikan suasana di sekelilingnya yang riuh dan ramai. Jennie pun mendekap tubuhnya sendiri, tidak nyaman berada di tengah-tengah keramaian seperti ini, ditempat yang sama sekali asing baginya.

"Penampilan berikutnya," kata pembawa acara Nigel's, "Kalian pasti menunggu-nunggu yang satu ini. Second Day Charm." seisi kafe menyambut dengan hangat. Tepuk tangan berderai begitu Irene, Seulgi, dan Jisoo naik ke panggung.

"Selamat malam." Irene menyapa penonton. "Bagaimana akhir pekan kalian? Semoga tidak ada yang memesan Dream karena koktail baru itu bisa merusak minggu kalian yang sempurna."

Penonton tertawa.

"Sorry, Wen," kata Irene lagi, "tapi aku serius saat mengobrol denganmu di bar tadi. Dream benar-benar tidak enak."

Tawa kembali pecah.

Gurauan Irene berhasil memancing senyum simpul di bibir Jennie. Jennie mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke depan, menemukan ketiga teman barunya di panggung.

Seulgi memberi kode kepada Irene. Irene mengangguk, lalu membawa dirinya lebih dekat ke mikrofon. "Selamat menikmati jazz dari Second Day Charm." setelah itu petikan gitar Jisoo mengawali lagu pertama.

Petikan gitar itu seperti sihir, pikir Jennie, karna mendadak suasana riuh di sekelilingnya tadi berubah senyap. Semua orang terdiam. Perhatian mereka terpusat ke panggung.

Bertiga, mereka mempersembahkan sebuah lagu yang sendu. Dan, seluruh lagu yang ditampilkan mereka malam ini memang menyerupai tangisan pilu.

Tepuk tangan kembali berderai di akhir penampilan Second Day Charm, bercampur dengan seruan yang mengelu-elukan Irene, Seulgi, dan Jisoo. "Lagi. Lagi. Lagi!" jerit beberapa penonton.

"Mau menjawab permintaan itu?" Seulgi bertanya kepada kedua temannya.

Irene mengendikkan bahu.

Jisoo menggeleng malas, tetapi pada detik berikutnya, mata pemuda itu menangkap sesuatu—atau lebih tepatnya seseorang—di tengah-tengah keramaian Nigel's.

"Jennie." gumamnya.

"Siapa?" Irene mengerutkan alis.

Jisoo tersenyum menyeringai, "Hei, kau tahu, Irene? Sepertinya, aku mendapat teman kencan malam ini." Dia menarik stool ke hadapan mikrofon dan berkata kepada penonton, "Oke, satu lagu lagi. Seulgi dan Irene sudah capai, jadi aku akan menampilkan solo gitar."

Selalu Ada Jeda Untuk Bahagia (Jensoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang