4. Tahun 2015

325 33 1
                                    

-ELVARETTA 1993-

👻👻👻

---•••---

Sayup-sayup terdengar kicau burung, sejuk dari angin sore melintas menghantam seluruh tubuh Elvaretta. Sejenak, terhenyak dirinya lalu bangun. Menatap sekitar yang tampak sepi, memutar arah tatapan pada danau. Saat ini dirinya bersandar hingga terlelap di belakang pohon besar nan rindang.

Air liurnya tertelan kasar. Bangun Elvaretta dan kembali memutar penglihatan. Kenapa banyak ilalang di depan sana, di mana ia berada? Dan kapan gadis itu sampai?

Plak...

"Tak ada gunanya kamu hidup. Untuk mendapatkan benda itu saja, tak bisa!"

"Yah, aku gak mau jadi seorang pencopet. Aku gak mau mengikuti jejak Ayah."

"DIAM KAMU. DASAR ANAK TAK TAHU DIUNTUNG!"

Bugh...

Bugh...

Aaakhh...

Elvaretta menutupi mulutnya yang menganga, lelaki dengan seragam sekolah masih melekat di tubuhnya terus dipukuli babak belur hingga batuknya mengeluarkan darah segar. Berdiri sedikit berjarak dari kejadian itu, Elvaretta justru membeku tak bisa bergerak. Sekadar berlari saja, kakinya seolah diikat kuat dengan rantai.

"MATI SAJA!"

Mata kejam dengan amarah bergejolak, tarikan napasnya memburu kian hebat, hingga urat-urat dalam jemarinya terlihat. Melengos lelaki itu memandangi Elvaretta yang membeku, melirik dengan tatapan kian geram.

"Kalau kamu tak mau mengikuti keinginan Ayah, gadis di sana akan mati!" cetusnya dan berlalu begitu saja. Ia yang tergeletak di tanah, mulai mendongak, tanpa sebab yang jelas kenapa bisa bertemu gadis ini di danau yang berdekatan dengan rumahnya.

"Kamu gak papa."

"P-pergi dari sini. K-kamu bisa terluka... Elvaretta."

Ia mengenali nama gadis dengan seragam yang sama dengannya. Ia tahu nama gadis dengan surai tergerai dengan wajah yang oval. Ia tampak akrab dengan Elvaretta yang justru dilanda rasa bingung.

"Kamu gak papa," ulang Elvaretta, kali ini ia mendekat hingga lelaki tadi mulai mencoba bangkit. "Tadi, kamu tahu namaku?"

"Kita satu kelas."

"Hah?"

Elvaretta tersentak, bangun lagi lalu mengangkat ujung seragam sembari memperhatikan begitu lekat. Ini tahun berapa?

"Nama kamu siapa?" Elvaretta bertanya serius. Sedangkan laki-laki yang duduk di tanah mengusap habis lelehan darah serta menyugar rambutnya ke belakang.

"Aku yang dipukul habis-habisan sama Ayah, kenapa kamu yang amnesia, El?"

"Tapi aku beneran gak tahu kamu siapa?"

"Aku pacar kamu, Elvaretta."

Lagi dan lagi. Pening merundung meresapi benaknya. Entah benar ia sedang lupa ingatan atau ingatan ini tak pernah ada sama sekali.

"Tahun berapa sekarang?"

"Hah?" dalam keadaan terbatuk ringan Gazlie mengernyit. "El, kamu kenapa?"

"Ini bukan 1993, kan?"

"Jangan bercanda, kita aja belum lahir di tahun itu," bangkit Gazlie meski tertatih, diikuti oleh Elvaretta yang masih betah termenung dan membeku. "Ayo pulang, nanti Ibu dan Ayahmu marah-marah lagi anak gadisnya keluyuran sampai sore."

"Ayah?" beonya. "Apa katamu? Ayah?" ulang Elvaretta meyakini ucapan Gazlie. Laki-laki itu mengangguk dengan cepat. "Kalau begitu, aku pamit-" kaki yang ia ayun tiba-tiba terhenti. Kembali ia melirik Gazlie dengan senyum tenangnya. "Pacar. Siapa nama kamu? Aku serius bertanya?"

"Gazlie. Gazlie Grazio."

"Aku pulang Gaz. Sampai jumpa," saat lambaian jemari terangkat, Elvaretta berlari tak terarah, meninggalkan Gazlie bersama rasa pedih yang kian menjalar.

"Ya, kamu memang sudah kembali seperti Elvaretta yang aku kenal," katanya singkat. Namun, sangat berarti.

Jalan sempit yang Elvaretta lalui, tak mengubah gerak cepatnya. Terhalang beberapa helaian kain yang tergantung, dihadang motor bahkan sepeda meminta dirinya menyuruh meminggirkan tubuh, bahkan bersitatap dengan orang-perorang saat mereka selisih langkah.

Hingga sampai pada rumah berpagar yang hanya dimiliki oleh keluarganya, halaman sedikit luas dan terletak paling belakang. Sudut bibirnya melengkung kala melihat pemandangan indah tepat pada hadapan dirinya, sang Ayah, lelaki itu tengah memotong beberapa rumput liar di sana.

"Ayah," Elvaretta memekik dengan suara bergetar, tenggorokannya terasa sempit ketika isak tangis ia coba untuk hentikan, sedangkan lelaki paruh baya di sana, mengembangkan senyum paling manisnya, meletakan benda tajam yang ia pegang lalu berdiri tegap.

"Yah. El boleh peluk?"

Permintaan aneh dari sang putri, membuat ia menggaruk kening bingung, tanpa sebab dan alasan yang jelas, Elvaretta bersikap berbeda kali ini.

"Kenapa tiba-tiba Nak? Kamu ada masalah di sekolah? Ada yang menyakiti kamu?"

"Enggak," gelengannya justru menumpahkan air bening yang menumpuk. Saat sejengkal dari tegaknya, Elvaretta mulai memeluk begitu erat. "Ayah, El rindu Ayah. Tolong kembali."

"Kembali ke mana? Ayah di sini sayang."

"Ke tahun 2022. Tolong pulang Yah. Ibu sendirian, Ibu kesepian dan dia menangis dalam diam. Ayah, tolong jangan pergi, tolong jangan menghilang begitu saja. Ayah."

Lintang terdiam kikuk, pelukan Elvaretta cukup kuat, bahkan tangisannya juga semakin keras. Terisak bersama kepiluan yang terasa sangat asing baginya.

"El, kenapa memeluk Ayah begitu? Kamu ada masalah?"

Suara lembut nan merdu mulai mengurung pendengaran Elvaretta. Terlepas dekapan tadi lalu melengos memandangi sang Ibu yang keluar dari dalam, isak tangisnya kembali meluncur deras lalu berjalan mendekat. Hal yang sama, Elvaretta lakukan pada wanita paruh baya itu.

"Ibu... Hiks, ayo pulang Bu. Jangan pergi terlalu lama, jangan tinggalin El sendiri di rumah besar ini. El ketakutan. Tolong kembali."

Yanti memandangi sang suami dengan sorot tak paham. Kedua tangan Lintang bahkan terangkat bersama dengan kedua bahunya. Lintang tampak pasrah, ia tak bisa memahami isi hati seorang anak remaja.

"El. Sayang, dengerin Ibu," Yanti melepas pelukan sang Putri, mengusap surai sebahu milik anak gadisnya, mengelus lembut wajah oval nan cantik di sana. "Kenapa? Kok tiba-tiba meluk sambil nangis gini? Ada yang jahat di sekolah? Ada yang mengusik El?"

Gelengan pelan tercetak. Elvaretta menunduk memperhatikan apa yang ia pijak. Kenapa pulang di tahun 2015, di tanggal dan bulan tepat pada ulang tahunnya bahkan hari ini.

Matanya terbuka nyalang, degupan kencang mulai berlomba untuk naik dan sesak kembali mengurung. Setelah ia mendongak lalu menoleh pada sang Ayah, tangis itu kembali turun, panik dan segala hal lain dalam benaknya berdatangan.

"Enggak. Kenapa harus hari ini? Kenapa datang di tanggal ini? Enggak!" Elvaretta lagi-lagi terpekik frustrasi.

"El-"

"Elvaretta!"

Gadis itu membuka paksa pintu besar di rumahnya, melangkah masuk dan menatap hal yang pernah ia alami. Hari ini, tanggal ini, tahun ini bahkan jam segini, akan ada kejutan paling ia benci berdatangan. Karena...

Brak...

"ENGGAK!"

"AYAHH!"

"AYAH!"

"IBU!"

"Kenapa tak hari kemarin mendatangkanku ke sini, aku tak butuh bertahun lamanya, cukup sehari saja untuk bersama dengan Ayah. Kenapa harus hari ini. Kenapa Tuhan?"

-ELVARETTA 1993-

Jangan lupa vote dan komennya..

ELVARETTA 1993 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang