6. Gadis Berikutnya

254 26 0
                                    

-ELVARETTA 1993-

👻👻👻
---•••---

"Ada yang datang. Tapi pergi lagi."

Gazlie berhenti melipat baju yang baru saja ia ambil dari jemuran. Melihat raut tak biasa Gian sehingga keningnya mengernyit.

"Siapa?"

"Pacar lo?"

Bangun Gazlie setelah adiknya berucap. Namun, belum sempat kaki itu melangkah keluar, Gian menghadang.

"Sekali aja nikmati hidup tanpa dia bisa gak? Kita cuma tinggal berdua, Ayah menjadi buronan sampai sekarang, Bunda udah mati beberapa tahun yang lalu. Gue ... Gue putus sekolah dan mengikuti untuk bekerja di pabrik. Dan lihat sekarang, hanya karena seorang perempuan seperti Elvaretta, lo nyaris dipecat."

"Gian," tak bisa ia meneruskan kalimatnya. Gazlie paham kemarahan Gian, ia mengerti dengan kesedihan yang dialami oleh dirinya dan juga sang adik, tapi. "Lo harus ngerti juga dengan Elvaretta, Gi. Dia juga sendirian, dan sekarang lo harusnya paham bahwa tempat dia tinggal lagi marak pembunuhan."

"Mau sampai kapan sih kak? Mau sampai kapan dia bergantung terus sama lo? Apa gak bisa lo melihat dari sisi gue. Laki-laki yang masih berusia 18 tahun dipaksa meninggalkan bangku sekolah, dipaksa mandiri. Lo menginginkan gue bodoh?"

Gazlie pandang wajah datar sekaligus kekesalan dari Gian. Netra sendu di sana membuat jiwanya terkoyak.

"Andai aja kita terlahir dari keluarga yang terpandang, lo dan gue, gak akan merasakan semua kerumitan ini, Gian. Lo bakalan hidup enak dan menginjak pendidikan lebih tinggi. Tapi siapa yang bisa mengatur takdir, siapa yang bisa meminta lahir di kehidupan mana saja? Hah?" Gazlie menekan kuat dahinya. Helaan napas terbuang kian gusar.

"Gue akan cari pekerjaan lain jika dipecat dari pabrik. Dan lo, terima kasih karena sudah ikut andil untuk mencari rupiah agar kita bisa makan. Maaf Gian, gue membuat lo merasa serba kekurangan seperti ini. Karena gue juga gak bisa mengikuti jejak Ayah, menjadi kriminal."

Gazlie memundurkan tubuhnya. Melangkah ia menjauh untuk mengejar Elvaretta yang sekarang entah pergi ke mana. Bahkan saat ia menelfon, panggilan gadis itu selalu terputus.

Kaki Gazlis terhenti. Suara orang-orang yang berbicara mulai mengusik pendengarannya. Berita ini, berasal dari Kampung Kendala, tempat di mana Elvaretta tinggal.

"Polisi masih di TKP. Mungkin sedang memasang garis polisi."

"Kasian Jia. Gadis malang anak dari Bu Kia. Harus mati dengan cara yang sangat menyakitkan."

"Lokasinya masih sama. Tepian danau."

"Elvaretta..."

---•••---

"Permisi, boleh saya masuk, pak?"

"Maaf Mbak, jangan melampaui garis polisi."

"Pak. Tapi saya ingin melihat jasadnya," Elvaretta membuat orang-orang yang berdiri bahkan beberapa polisi melongo, kurang yakin dengan pendengarannya kali ini.

"Jasad korban sudah dibawa ke rumah sakit untuk di otopsi."

"Apa pelakunya sama? Buronan yang hilang di tahun 1993?"

"Maaf-" ucapan polisi itu terjeda, ia pandangi salah satu rekannya lalu kembali pada Elvaretta. "Pelakunya sudah tertangkap, dan bukan buronan yang Mbak sebutkan tadi. Jadi tolong mundur, biarkan kami menyelesaikan pekerjaan kami hari ini. Terima kasih-"

"Enggak. Anda sudah tertipu. Kalian semua sudah ditipu oleh orang yang sama!"

"Apa bisa Mbak mendengarkan kami! Buronan di tahun 1993 itu sudah tidak ada lagi. Mungkin mati dan menghilang. Kejadian yang serupa, itu hanya orang-orang yang meniru."

Elvaretta menghela napasnya kian berat. Tertawa ia di sana seperti gadis gila. "Saya bertemu dengannya, Pak! Saya bertabrakan dengan tubuh lelaki yang Anda kira sudah mati! Dia masih hidup. Dia masih berkeliaran di Kampung Kendala. Sebentar lagi, pasti akan ada mayat dan pastinya berasal dari kampung kami. Jadi, saya mohon, lakukan pencarian pada buronan itu, jangan tutup kasusnya-"

"Apa Mbak sudah tak waras! Kami lebih tahu karena kami seorang polisi. Lagi pula, kejadian di tahun 1993 hingga sekarang sudah berjalan 29 tahun, bagaimana Mbak bisa mengenali wajahnya. Hah?"

"Apa Anda bagian dari pelaku?" rekannya bersuara jelas.

Kalimat yang serupa terdengar. Elvaretta seakan muak ketika polisi-polisi ini menyebutkan dirinya kaki tangan untuk mengakhiri pembicaraan. Bahkan warga yang berada di sekitar mulai berbisik, benarkah yang mereka dengar, apa Elvaretta bagian dari pelaku atau, gadis itu salah satu yang perlu diwaspadai.

"Bapak menuduh saya? Jika memang saya bagian dari mereka. Kenapa saya capek-capek datang ke sini untuk meminta mencari lagi buronan itu. Jika saya kaki tangan, untuk apa menjerumuskan diri ke dalam bahaya?"

"Bisa saja menjadi alibi bagi Anda agar tak dicurigai."

"Pak-"

"El. Apa yang kamu lakukan?" Gazlie menarik lengan Elvaretta agar sedikit mundur dari garis polisi. Menatap wajah amarah gadis yang sekarang terengah. "Kamu gila! Apa yang kamu katakan pada polisi, hah? Mau ikut campur sejauh mana lagi, El. Ingat, kamu bukan siapa-siapa dan kamu tak punya dukungan dari mana pun. Tolong jangan bertindak gegabah."

"Gaz, aku mengatakan segala hal yang selama ini aku alami. Aku bertemu dengannya-"

"Siapa?" Gazlie mengeraskan suaranya sehingga Elvaretta terdiam. "Siapa yang kamu temui? Kapan? Di mana?"

"Lelaki dengan tato bintang di lengannya. Mata tajam dan jenggot berwarna putih milik lelaki tua itu, aku lihat dan tatap dengan sangat lekat. Dia buronan yang sedang dicari-cari pada tahun 1993, dia pelaku dari pembunuhan berantai yang sekarang masih beroperasi di sekitar Kampung Kendala-"

"El," rematan di lengan Elvaretta terlepas bersama dengan tekanan kuat pada dahinya. Sakit dan pening mulai menggerogoti kening Gazlie. "Tolong hentikan pembicaraan tak masuk akal ini. Nanti mereka bisa menuduhmu yang enggak-enggak. Bagaimana kalau polisi itu mencurigai kamu dan menerapkan kamu sebagai tersangka, hah? Tolong-"

"Seperti biasa," singkat Elvaretta kala mereka bersitatap. "Kamu yang paling dekat denganku saja masih enggan percaya, bagaimana yang lain. Aku sudah jelaskan berkali-kali, kalau aku melihat semua kejadiannya dan bahkan masuk ke tahun di mana pembunuhan itu terjadi. Ini bukan karangan-"

"Bagian mana yang disebut bukan karangan. Masuk ke tahun terjadinya pembunuhan?" Gazlie terkikik di sana. Ia usap wajah dengan kekesalan yang tak lagi bisa Gazlie tahan. "Haruskah kita ke psikiater untuk memeriksamu?"

"Terserahmu Gazlie. Jika tak mau percaya atau tak ingin mempercayai. Terserahmu," ucap Elvaretta kian kuat. Melangkah ia mendekatkan diri pada polisi yang masih mencari beberapa barang bukti. Berdiri ia mengumpulkan segala energi dalam jiwanya lalu berucap.

"Jika kalian masih tak mau mempercayai kalau buronan itu masih hidup. Maka siap-siap saja kejadian yang serupa terjadi lagi di sini, di tempat ini!"

"Satu lagi. Jika nanti korban selanjutnya itu saya. Maka ingat kata-kata yang saya ucapkan. Malulah dengan pakaian serta pangkat yang Anda peroleh, sebab. Anda tak lebih dari seorang pengecut."

"Memuakkan..."

-ELVARETTA 1993-

Vote dan komennya yaaaa....

ELVARETTA 1993 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang