Si Jelek Antagonis 2

3.7K 431 6
                                    

@adeepp_wp Vote bisa Offline, gak ada alasan untuk tidak vote, ya.

Mutia tidak bodoh. Ya, dia sudah menyadari dirinya berada di dalam raga antagonis bernama Ratu Selena.  Tentu sangat segar dalam ingatan, Mutia tahu siapa Ratu Selena itu. Dia adalah seorang antagonis dalam novel yang terakhir dia baca.

Semakin jelas kesimpulannya saat tadi dia bercermin. 100% cirinya menunjukan bahwa raga itu milik Ratu Selena, ditambah name tag yang begitu jelas tanpa bantahan dan lagi cewek yang ditemui Mutia barusan adalah benar si protagonis cewek.

Entah Mutia harus bersukur atau merasa sial. Tapi sekarang dia memutuskan untuk menjauhi terlebih dahulu sang tokoh utama. Tangannya buru-buru membuka pintu toilet, dia sungguh pengap jika harus berduaan dengan Aruna.

"Gila cantik banget si Aruna, bersinar, silau kan jadinya." Mutia menutup pintu toilet, tapi belum pintunya tertutup dia merasakan ada tarikan cukup kuat sehingga membuat tubuh kecilnya ini terlempar menabrak dinding.

Sungguh tarikan itu begitu cepat dan masif. Mutia tidak sempat menghindar dan jadilah jidatnya menjadi korban, darah terasa mengalir pelan membuat raga cupu itu merasakan pusing. "Gila! Aku cewek, lho...," ringgis Mutia begitu lihat siapa yang membanting dirinya ke dinding tadi.

Dia begitu tidak percaya bahwa yang melakukan semua itu adalah seorang cowok. Bagaimana bisa cowok itu melakukan tindakan kekerasan itu pada raga lemah ini. "Ya, lo emang cewek.... Cewek jalang sialan tau gak? Gue udah bilang ya, jauhi Aruna, jangan sentuh dia barang satu senti pun!"

Perkataan cowok barusan tentu membuat Mutia merasa bingung. Udah kepalanya pusing, ditambah perkataan cowok di depannya ini yang gak jelas tentu membuat hidungnya kini mengeluarkan darah. "Apaan sih, kamu jangan asal fitnah, ya." Mutia mengusap darah di dahi, karena lelehannya itu sangat menganggu.

Saat mengusap darah di hidung, Mutia melihat ke arah name tag milik cowok itu dan seketika tubuhnya membeku. Enzi Danapati itulah nama yang tertulis di name tag. Tentu hal itu membuat tubuh Ratu yang Mutia tempati merasakan ketakutan dan dalam bersamaan haus akan perhatian dari Enzi.

"Gue lihat lo masuk ke toilet, terus Aruna juga masuk. Gue yakin pasti lo kembali bulli Aruna, kan?" Enzi mendekat pada raga Ratu, membuat hawa dingin itu semakin terasa dan tidak nyaman untuk Mutia.

Tatapan Enzi begitu dingin, terlihat jelas bahwa dia sangat membenci gadis cupu di depannya ini. Bahkan sekarang salah satu tangan cowok itu meremas kerah Mutia dengan kencang. Kembali perlakuan itu membuat Mutia serasa ingin mati lagi. "Aku gak ngerasa ngebulli Aruna!" Mutia mencoba melepaskan cengkraman tangan Enzi pada kerah.

"Gak usah banyak bacot, lo, cupu!" Enzi tentu tidak percaya dengan perkataan Mutia. Cowok itu selalu mempunyai prasangka jelek pada Ratu.

Enzi menambah kekuatan dari cengkramannya pada kerah Mutia, dia begitu benci dan rasanya ingin melenyapkan cewek penganggu seperti Ratu ini. Tapi syukur suara lembut entah datang dari mana terdengar membuat cengkraman tadi perlahan terlepas. "Kamu sedang apa Enji?" tanya suara itu terdengar begitu lirih dan ketakutan.

Cengkraman itu sempurna terlepas, lalu Enzi bergegas menghampiri Aruna yang baru saja keluar dari toilet. "Apa yang terjadi, Aruna?" tanya Enzi mengabaikan pertanyaan Aruna. Cowok itu fokus melihat wajah sang pujaan. Sangat buruk, banyak luka lebam dan parahnya ada darah yang mengalir di setiap sudut bibir.

Geram, tentu. Itulah yang Enzi rasakan saat ini. Sekali lihat saja dia sudah menyimpulkan bahwa semua perbuatan kejam itu dilakukan oleh Ratu saat di toilet tadi. Kedua tangan cowok itu mengepal kuat, rasanya ingin menghancurkan tubuh menjijikan milik Ratu saat itu juga.

Tapi apa yang Enzi lalukan adalah menampar keras pipi Mutia, membuat cewek itu tersadar dari lamunanya. Mutia memikirkan bagaimana bisa semua luka lebam itu ada? Masih segar dalam ingatan bahwa saat Aruna memasuki toilet, cewek itu terlihat baik-baik saja.

Perih, sakit sampai menembus jantung menerima perlakuan kasar Enzi pada raga Ratu. Bagaimana bisa cowok itu begitu kasar terhadap perempuan? Apalagi tindakannya itu sama sekali tidak berdasar. Hanya mengandalkan kesimpulan yang membagongkan. Tentu di sini Mutia yang merasa dirugikan.

"Dasar jalang! Gue udah kasih peringatan, ya! Ini terkahir kalinya lo bisa sakitin Aruna, selanjutnya jangan harap bisa." Enzi mendorong Mutia, lalu dia berkata kencang. "Jalang ini berulah, berikan dia hadiah yang pantas!"

Setelah perkataan itu, beberapa siswa datang dan entah sejak kapan tubuh Ratu sudah begitu kotor karena dilempari telur busuk, air kotor dan tepung. Bisa dibayangkan bagaimana buruknya keadaan Mutia saat ini dan dia hanya diam menerima semua itu. Bukan karena tidak bisa membalas tapi lebih ke arah terkejut.

Seumur hidupnya yang begitu bahagia sebagai mutia, dia tidak pernah menerima perlakuan kasar seperti ini. Tentu, semua itu membuat dirinta terkejut dan tidak terima. Sakit rasanya hati ini dan sungguh Mutia merasa sedih mengingat kembali bagaimana kharakter Ratu Selena ini yang selalu mendapatkan perlakuan buruk dari beberapa penghuni sekolah.

Setiap orang meninggalkan Mutia sendiri. Salah satu tangan itu membersihkan tepung yang mengotori wajah. Jangan tanya kaca mata, benda itu begitu kotor dan jujur Mutia tidak bisa melihat jelas jika tidak memakai kaca mata. "Sakit banget rasanya." Mutia kembali memasuki toilet.

Dia membersihkan wajah dari tepung menggunakan air kali ini. Lalu membersihkan rambut, walau tidak sempurna tapi ini lumayan. Sepertinya Mutia akan izin saja untuk pulang lebih awal. "Aku kaget banget! Gak bisa, ini terlalu mendadak dan belum siap."

Jujur saat ini Mutia merasa belum siap untuk menghadapi semua ini. Terlalu mendadak, seperti bom. Baru saja dia mati, lalu hidup kembali di tubuh yang berbeda dan kemudian dia harus menerima perlakuan bejat dari beberapa orang baru rasanya itu sangat melelahkan dan menyakitkan.

Dan disinilah sekarang, Mutia sudah mendapatkan izin pulang lebih dahulu. Dia sedang berjalan pulang menuju indekos. Syukur, Ratu menulis alamat indekos dan hal penting lainnya di semua buku miliknya. Jadi Mutia tidak perlu repot untuk mencaru tahu.

Jarak antara koss dan sekolah tidak terlalu jauh. Mutia hanya perlu jalan sepuluh menit untuk sampai. Hanya saja dia begitu terkejut saat melihat jalan menuju kossan. Terlihat sangat jelek, diapit got yang bau dan jangan lupakan gang sempit. "Sungguh, seberapa miskinnya Ratu, kenapa dia memilih untuk tinggal di kawasan kumuh seperti ini?"

Mutia akhirnya bisa bernapas lega, setelah bertanya pada beberapa orang dia akhirnya menemukan koss yang ditempati oleh Ratu. Kunci juga ada di tasnya. "Huh... Akhirnya aku bisa istirahat." Tangan Mutia membuka pintu kosan, tapi sebelum dia masuk, pundaknya ditepuk oleh seseorang.

"Ini bayaranmu." Belum Mutia berbalik, sipenepuk tadi langsung berbicara.

Betapa terkejutnya Mutia saat melihat Aruna sedang menyodorkan sebuah amplop coklat. Tentu Mutia tidak langsung mengambil, dia sekarang bingung. Bayaran apa maksud Aruna?  "Maaf?" tanya Mutia sangat kebingungan.

Aruna kemudian memutar kedua bola matanya. "Lo pikun? Ini bayaran karena udah jadi antagonis bodong buat gue."

Perkataan Aruna tentu membuat Mutia kembali terdiam. Fakta apa yang sudah dia dengar saat ini? Jika Mutia tidak salah menganalisa, jangan bilang Aruna membayar Ratu untuk menjadi antagonis dalam kisah cintanya bersama Enzi.

Mutia memang terdiam, tapi tangannya mengambil amplop. "Oh." Setelah dia mengambil amplop itu, Mutia langsung masuk kosan dan menutup pintunya, tidak membiarkan Aruna berbicara lebih banyak.

"Ternyata semua kesakitan yang didapat oleh Ratu itu hanya sandiwara dan lalu mendapatkan bayaran dari Aruna." Mutia melihat isi amplop dan dia terkejut dengan bayaran yang cukup banyak. "Menarik."

Si Jelek Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang